Ceramah Master Cheng Yen: Menyebarkan Ajaran Kebajikan

Setiap hari, kita melihat hal-hal yang terjadi di seluruh dunia. Hal yang terjadi di seluruh dunia sungguh banyak. Sebagian besarnya adalah hal yang mendatangkan penderitaan. Penderitaan ini selalu berlangsung dalam jangka panjang. Meski kita juga pernah melihat hal yang mendatangkan kebahagiaan, tetapi kebahagiaan ini berlalu dengan cepat dan bukanlah kebahagiaan besar. Namun, banyak orang yang menderita dan tidak tahu kapan penderitaan mereka bisa berakhir.

Banyak hal yang menyedihkan dalam hidup ini. Bodhisatwa sekalian, setiap hari, kita harus bersungguh hati mencari tahu mengapa ada orang yang hidup menderita dan dari mana penderitaan ini berasal. Hanya orang yang memahami penderitaanlah yang bisa meraih kebahagiaan.

Banyak orang yang hanya mengejar kenikmatan hidup secara membabi buta. Kenikmatan seperti ini sangat singkat dan dapat membuat pikiran kita bergejolak sehingga menciptakan karma buruk. Kita hendaknya waspada. Daripada mengejar kenikmatan sesaat, lebih baik kita merenungkan, saat orang-orang dilanda bencana, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan sendi kehidupan mereka.

Sungguh, banyak hal yang menyedihkan di dunia ini. Apa yang harus kita lakukan? Jika hanya menyalurkan bantuan bencana, sulit untuk mengakhiri penderitaan. Namun, yang lebih menghibur adalah di Myanmar, kini sudah ada insan Tzu Chi yang menyalurkan bantuan bagi korban banjir.


Sejak bulan Juni, terjadi banjir di Myanmar selama dua bulan lebih. Mata pencaharian warga adalah menanam padi. Namun, akibat guyuran hujan deras, sawah para petani terendam air selama dua bulan lebih. Bisa dibayangkan kondisi tanaman di sawah. Semuanya rusak karena terendam air. Kita juga bisa melihat lingkungan tempat tinggal dan rumah warga desa. Sulit bagi mereka untuk bertahan dari terpaan angin dan hujan. Meski demikian, mereka tetap bertahan.

Saya terus membayangkan, saat turun hujan deras dan bertiup angin kencang, bagaimana perasaan mereka saat berada di dalam rumah? Inilah salah satu kondisi kehidupan di dunia ini. Mereka tetap bertahan meski berada dalam kondisi yang sulit. Rumah dan sawah mereka tergenang air selama dua bulan lebih. Entah bagaimana mereka melewatinya. Sulit bagi kita untuk membayangkannya. Meski demikian, mereka sangat optimistis. Saat mengunjungi mereka, kita melihat bahwa mereka sangat optimistis dan tidak banyak berkeluh kesah. Mereka merasa bahwa itu adalah bencana alam dan tidak meminta apa-apa.

“Banjir besar menggenangi sawah kami. Ini merupakan bencana alam. Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Mendapat perhatian dari kalian, kami merasa jauh lebih baik,” kata seorang petani.

“Di desa kami ada 120 petani. Banjir kali ini menggenangi lebih dari seribu are sawah. Sejak terjadinya banjir hingga kini, tidak ada organisasi lain yang mengunjungi kami. Hanya kalian yang datang memperhatikan kami,” jelas Kepala Desa.

“Saya tidak menduga bahwa ada orang yang akan memperhatikan kami. Dukungan kalian menumbuhkan keyakinan saya,” ungkap seorang petani terkesan.

Kita bisa melihat para relawan kita menjangkau mereka. Meski tidak saling mengenal, mereka bisa berinteraksi dengan hangat. Saat relawan kita akan pulang, warga berkata, “Kalian tidak harus membawa barang bantuan untuk kami. Kalian bisa datang memperhatikan kami dan mendengarkan isi hati kami, kami sudah sangat berpuas diri.”


Mereka tidak meminta barang bantuan. Mereka lebih mementingkan jalinan kasih sayang dengan relawan kita. Semakin mendengar kisah mereka, saya semakin tidak tega. Mereka tidak meminta apa pun dan sangat baik hati. Namun, melihat penderitaan mereka, kita merasa tidak tega dan berusaha untuk menolong mereka. Kini, satu-satunya cara adalah membagikan bibit secepat mungkin agar mereka dapat memanfaatkan waktu sebelum bisa menanam padi. Mereka baru bisa menanam padi pada musim semi tahun depan. Jadi, untuk sementara, mereka bisa terlebih dahulu menanam kacang atau tanaman pangan lainnya. Berhubung mereka biasanya menanam kacang hijau, relawan kita pun memutuskan untuk membagikan bibit kacang hijau.

Selama beberapa hari ini, relawan kita mengunjungi setiap desa untuk berbagi tentang Tzu Chi. Warga juga mendengar pengalaman dari U Thein Tun. Pascabadai 10 tahun yang lalu, insan Tzu Chi untuk pertama kalinya menjangkau Myanmar. Saat itu, kita membagikan bibit padi, hasil panennya selalu melimpah. Sawahnya tidak pernah terkena bencana.

U San Thein juga berbagi bahwa bibit padi dari Tzu Chi adalah bibit berkah. Dia berharap setiap orang dapat menghargainya. Di bagian luar karung juga dicetak Kata Renungan Jing Si, yakni “bertutur kata baik, berbuat baik, dan berpikiran baik”. Mereka sangat menghargainya dan terus menghafalnya di dalam hati. Mereka sangat menghargai Kata Renungan Jing Si dan terus menyimpan karung-karungnya. Mereka juga berbagi bagaimana mereka membantu orang lain setelah menerima bantuan. Semangat segenggam beras juga terus mereka sebarkan.

Orang yang kekurangan juga mampu bersumbangsih. Jika setiap orang bersedia menyisihkan segenggam beras, maka beras yang terkumpul akan sangat banyak. Kita bisa melihat mereka mengumpulkan beras setiap bulan. Beras yang terkumpul bagaikan anak bukit. Lihatlah, setiap desa mengumpulkan beras untuk menolong orang-orang yang lebih membutuhkan. Inilah teladan dalam bersumbangsih dengan kekuatan cinta kasih.


Setiap bulan, mereka mengadakan sekali penuangan celengan beras dan menggunakannya untuk menolong orang yang lebih menderita dari mereka. Mereka merasa damai di tengah kekurangan dan berpegang pada prinsip kebenaran. Mereka sungguh sangat menyentuh. Semangat celengan bambu kita penuh dengan cinta kasih. Setiap orang bisa mempraktikkannya untuk menolong sesama. Apakah kalian paham? (Paham) Banyak orang yang masih menanti bantuan. Mari kita lebih bersungguh hati setiap waktu. 


Mengejar kenikmatan secara berlebihan dapat mendatangkan penderitaan

Memahami sebab penderitaan, baru bisa meraih kebahagiaan

Menyebarkan ajaran kebajikan setelah menerima bantuan

Hidup damai di tengah kekurangan dan bersumbangsih dengan cinta kasih  

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 16 Oktober 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 18 Oktober 2018

Editor: Metta Wulandari

Tak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah untuk meraihnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -