Ceramah Master Cheng Yen: Menyebarkan Benih Kebajikan dan Meneladani Hati Buddha
“Tidak apa-apa, majalah saya yang ambil. Majalah bulanan Tzu Chi harus dibawa. Saya datang untuk mengumpulkan donasi.”
“Ini majalah bulanan Tzu Chi.”
“Baik.”
“Saya datang untuk mengumpulkan donasi.”
“Ya, saya tahu. Saya sudah menyiapkannya. Ini.”
“Terima kasih. Terima kasih. Pahalamu tak terhingga. Terima kasih.”
“Dia adalah kepala Hotspring Elementary School. Dia adalah kepala sekolah kami. Lihatlah betapa hematnya dirinya. Kerah kemejanya sudah robek, masih dipakainya. Dia begitu hemat. Saat saya masih bersekolah, dia adalah kepala sekolah. Sekarang saya sudah berusia 67 tahun, dia tentu lebih tua lagi,”
“Terima kasih. Jaga kesehatan.”
“Baik.”
“Saya datang untuk mengumpulkan donasi.”
“Baik.”
Sejak
lebih dari 30 tahun yang lalu, dia terus melayani hingga sekarang. Meski sudah
lanjut usia, dia tetap mengumpulkan donasi. Jadi, dia sungguh luar biasa. Kita
bisa melihat seorang kepala sekolah, Wang Tian-ding, yang telah berusia 95
tahun. Keluarga Wang Tian-ding merupakan keluarga pertama di Taitung yang
semuanya menjadi relawan Tzu Chi. Saat itu, dia adalah seorang kepala sekolah.
“Dahulu, saat saya pergi ke Taitung, saya terlebih dahulu mengenal Guru Huang yang merupakan istri Kepala Sekolah Wang. Saat Master baru meninggalkan rumah dan ingin meninggalkan keduniawian, Master datang ke Taitung. Saat itu, saya sudah menjadi anggota di Buddhist Lotus Society, Taitung. Saat Master Xiu Dao membawa Master kita ke Buddhist Lotus Society, saat itulah saya mengenal Master. Saat itu, Master belum meninggalkan keduniawian dan masih seorang gadis. Kita mendengar Guru Huang Yu-nü berkata bahwa dahulu, dia adalah anggotaBuddhist Lotus Society yang sangat taat. Saat itu, Master Xiu Dao membawa saya ke Buddhist Lotus Society dan tinggal di sana beberapa waktu. Kami menerima banyak bantuan dari umat Buddha di sana. Namun, kami tidak bisa tinggal di sana dalam jangka panjang. Karena itu, beberapa waktu kemudian, kami meninggalkan tempat itu,” kata Huang Yu-nü, Relawan Tzu Chi.
“Saya dan Huang Yu-nü bertahun-tahun tak bertemu hingga akhirnya dia mendengar tentang misi amal Tzu Chi. Suatu hari, teman kami, Kakak Li Shi, datang dari Hualien. Saya mengenalnya karena dia sesekali datang ke Taitung. Suatu hari, saat saya mengundangnya makan,dia meletakkan sebuah buku kecil di atas meja yang di dalamnya tercatat 5, 10, dan 15 dolar NT. Saya bertanya, “Untuk apa uang ini?” Dia lalu memberi tahu saya bahwa di Hualien, ada seorang guru yang membantu orang kurang mampu dan pasien yang tidak mampu berobat. Saya berkata, “Hal yang kalian lakukan sangat mulia dan bermakna.” “Lain kali, saat kamu datang, saya akan mengajak beberapa orang menjadi donaturmu.” Saat itu, saya melakukan survei kasus sendiri. Ada yang melaporkan bahwa ada seorang lansia sebatang kara yang tinggal di lahan pemakaman di Taitung. Dia sungguh sangat menderita. Dia juga sakit. Matanya sudah hampir buta dan dia sangat membutuhkan bantuan. Menerima informasi ini, saya dan beberapa anggota komite segera pergi ke Taitung. Setelah saya tiba di Taitung, Huang Yu-nü dan beberapa relawan lainnya mendampingi saya ke lahan pemakaman untuk mengunjungi lansia itu. Setelah mengunjunginya, kita memutuskan untuk membantunya menjalani operasi. Setelah itu, kita juga terus membantunya. Lama-kelamaan, kasus yang kita terima semakin banyak. Kepala Sekolah Wang tersentuh melihat bantuan yang kita berikan. Dia turut melakukan survei kasus dan merekrut donatur. Sebagian besar donaturnya adalah guru. Saat itu, saya sungguh bersyukur pada Kepala Sekolah Wang yang begitu antusias melakukan survei kasus. Meski harus pergi ke pegunungan, pantai, ataupun pedesaan, dia tidak takut menempuh perjalanan yang jauh dan sulit. Dia melakukan survei kasus seorang diri dan mengantarkan bantuan secara langsung ke rumah orang yang membutuhkan. Ini dilakukannya selama bertahun-tahun,” ucap salah seorang relawan.
Jika dikenang kembali, kehidupan keluarga ini sungguh mengagumkan. Saat itu, ibu Kepala Sekolah Wang masih hidup. Sejak dia berusia 80-an tahun, saya terus mengunjunginya hingga dia meninggal dunia pada usia 90-an tahun. Dia sangat panjang umur. Dia adalah seorang lansia yang bijaksana. Dia mengasihi putra sekaligus menantunya. Dia memiliki cucu laki-laki, yakni Wang Shou-rong. Selain itu, dia juga memiliki cucu perempuan. Cucu perempuannya menikah dengan putra Yu Shui-long di wilayah selatan Taiwan. Dia juga menginspirasi Yu Shui-long menjadi relawan Tzu Chi. Baik cucu, anak, maupun para tetangganya, semuanya sangat menghormatinya. Setelah saya mengunjunginya dan akan pergi, dia selalu menarik tangan saya. Keluarga ini sungguh keluarga yang ramah. Beberapa tahun belakangan ini, Kepala Sekolah Wang semakin lanjut usia. Saya sangat bersyukur padanya.
Setiap
kali pergi ke Kantor Cabang Tzu Chi Taitung, saya melihat sekelompok relawan
lansia duduk di sana, termasuk Kepala Sekolah Wang. Beberapa tahun ini, kesehatan
jantungnya tidak baik. Dia juga sudah lanjut usia. Namun, saat Master pergi ke
Taitung, apa pun yang terjadi, dia pasti akan datang menemui saya. Dia tetap mempertahankan
semangat dan filosofi Tzu Chi serta menjadi tumpuan insan Tzu Chi setempat. Dia
sangat bersungguh hati. Dia terinspirasi oleh istrinya dan seluruh anggota
keluarganya mendedikasikan diri di Tzu Chi. Putra mereka, Wang Shou-rong, merupakan
insan Tzu Chi pertamadi Yunlin dan Chiayi yang termasuk wilayah yang luas. Setelah
dia pindah ke Chiayi, beruntung ada ibu mertua, ayah mertua, dan istrinya yang
mendukungnya sehingga dia bisa menabur benih cinta kasih di Yunlin dan Chiayi.
Satu keluarga bisa menaburkan benih cinta kasih ke berbagai keluarga. Singkat kata, Kepala Sekolah Wang dan Huang Yu-nü telah membantu saya menabur banyak benih cinta kasih di wilayah timur Taiwan. Untuk itu, saya sungguh sangat bersyukur. Satu benih bisa menghasilkan benih yang tak terhingga. Satu benih bertumbuh menjadi tak terhingga. Benih yang telah bertumbuh menjadi pohon besar dan menghasilkan benih yang tak terhingga ini telah layu. Namun, dengan benih kebajikan yang ditanamnya, dia akan terlahir kembali suatu hari nanti. Meski merasa kehilangan, kita tetap mendoakannya.
Saya sangat bersyukur pada Kepala Sekolah Wang. Keluarga ini sangat mengagumkan. Saya berharap benih cinta kasih dapat terus bertumbuh tanpa henti dan Bodhisatwa dunia senantiasa ada. Saya sungguh sangat bersyukur. Untuk menyebarkan cinta kasih di dunia ini, kita harus menginspirasi generasi muda. Jika kini kita tidak menyia-nyiakan waktu, maka di masa mendatang, dunia ini akan semakin baik.
Satu relawan Tzu Chi menginspirasi relawan yang tak terhingga
Menyebarkan benih kebajikan dan meneladani hati Buddha
Menolong lansia sebatang kara yang jatuh sakit
Mewariskan misi Tzu Chi dari generasi ke generasi
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 Maret 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 25 Maret 2107