Ceramah Master Cheng Yen: Menyebarkan Benih Kebajikan untuk Melindungi Semua Makhluk

Musim dingin sudah hampir tiba, relawan di Tiongkok sejak 1–2 bulan lalu sudah mulai melakukan perjalanan ke pegunungan dan desa terpencil untuk memberi perhatian dari rumah ke rumah serta mengobrol dengan kakek dan nenek guna memahami kebutuhan mereka pada akhir tahun ataupun sebelum akhir tahun. Ini sangat menghangatkan hati. Tiongkok sangatlah luas dan populasi penduduknya sangat besar. Barisan Tzu Chi yang berpakaian seragam biru putih sangatlah indah. Dunia yang penuh cinta kasih seperti itu sungguh sangat indah. Insan Tzu Chi yang berpakaian seragam biru putih tersebar di banyak negara dan wilayah.

Dalam 2 hari ini, saya sering membahas Tzu Chi Indonesia. Mereka benar-benar telah mempraktikkan Empat Misi Tzu Chi dan membawa kedamaian bagi masyarakat serta memperbaiki kehidupan orang kurang mampu. Mereka menjalankan misi amal dengan pencapaian yang cemerlang. Mereka menjalankan misi Tzu Chi  dengan bersatu hati, saling mengasihi, bergotong royong, dan harmonis. Ini sangatlah indah. Jika kita bisa seperti itu, tak akan terjadi begitu banyak bencana.

Selain pola cuaca yang tak menentu, masalah sampah juga mencemari lingkungan. Kita bisa melihat Zimbabwe. Orang-orang di sana hidup kurang mampu dan tak memiliki air bersih untuk diminum. Kini, wabah kolera tengah merebak di sana. Mereka juga adalah manusia, mengapa kehidupan mereka begitu menderita?

Mereka sangat membutuhkan air bersih. Namun, orang-orang yang hidup di negara makmur tak tahu kondisi kehidupan mereka. Bagaimana kita membantu orang yang membutuhkan di dunia?


Saat negara mana pun dilanda bencana, kita sungguh sangat khawatir. Bodhisattva sekalian, kita harus bersumbangsih dengan penuh ketulusan dan cinta kasih tanpa pamrih saat berada dalam kondisi aman. Ketika terjadi peristiwa tahun 1998 di Indonesia, insan Tzu Chi Indonesia khusus kembali ke sini untuk bertanya pada saya,"Apa yang harus kami lakukan?"

Saya memberi tahu mereka, "Hanya cinta kasih yang bisa meredam bencana dan menyembuhkan luka."

Insan Tzu Chi Indonesia terus memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan. Suatu kali, saat mereka kembali ke sini, saya berkata kepada mereka, "Karena kalian dapat memberi bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan, maka kalian harus menjangkau orang yang membutuhkan di seluruh Indonesia."

"Jika orang Indonesia tersenyum, maka seluruh dunia akan tersenyum."

Ini karena populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 200 juta penduduk berada pada peringkat ke-4 di dunia. Saya memberi banyak saran karena tidak mudah untuk menjalankan misi amal di sana. Akhirnya, dengan kesatuan hati dan gotong royong, mereka melakukannya. Tak hanya penerima bantuan yang bersukacita dan tersenyum, para relawan juga tersenyum dengan penuh rasa syukur, hormat, dan cinta kasih.

Jadi, saat mereka kembali lagi ke sini, saya mengingatkan mereka, "Buatlah orang Indonesia tersenyum."

"Kalian mengembangkan usaha di sana dan harus mengandalkan pekerja lokal untuk usaha kalian."

"Jadi, kalian harus melindungi negeri itu dan berterima kasih kepada para karyawan yang telah membantu kalian di Indonesia."

"Kalian harus bersumbangsih dengan penuh rasa syukur dan cinta kasih untuk meredam bencana dan menyembuhkan luka."


Dua puluh tahun kemudian, mereka menjalankan misi Tzu Chi  dengan pencapaian yang cemerlang. Saya sangat bersyukur karena mereka memiliki kesempatan seperti itu. Tanpa para insan Tzu Chi yang berkebajikan unggul, berkumpul bersama, bekerja dengan gotong royong, saling mengasihi, harmonis, dan bersatu hati, bagaimana mungkin itu bisa tercapai?

Melihat relawan Tzu Chi mengembangkan kekuatan cinta kasihdi seluruh dunia, saya sangat terhibur dan tersentuh. Namun, saya sangat tak tega melihat orang yang terjerumus dalam delusi. Kita bisa melihat Tzu Chi Singapura. Jing Lian merupakan orang yang memulai misi Tzu Chi di sana. Dahulu dia bekerja di toko milik Jing Ci. Saat itu, saya sering pergi ke tokonya untuk membahas misi Tzu Chi dengan Jing Ci.

Mendengar majikannya menjalankan Tzu Chi, dia pun turut membangkitkan rasa sukacita dan mulai bergabung dengan kita. Dia lalu menikah dan pindah ke Singapura dan mulai menginspirasi orang-orang di sana untuk ikut bergabung dengan kita.

“Awalnya, saya juga tak tahu harus ke mana mencari keluarga kurang mampu. Setiap hari Rabu, saya dan seorang bhiksuni pergi mengetuk pintu rumah orang di daerah kurang mampu. Tentu saja, kami juga takut dimarahi orang. Namun, kami tetap melakukannya. Saat itu, untuk menggalang dana sangatlah sulit karena Tzu Chi belum terdaftar di Singapura. Karena Tzu Chi belum terdaftar di Singapura, maka tak bisa menggalang dana,” kata Lu Chuan-qing, relawan Tzu Chi.

“Saat wilayah timur Tiongkok dilanda banjir, kami tak bisa menggalang dana secara terlalu terbuka. Kami hanya bisa mengadakan bazar di sebuah vihara karena mereka mengizinkan kami mendirikan stan di sana. Setelah Tzu Chi Singapura terdaftar, kami akhirnya memiliki rumah sendiri dan bisa secara terbuka menggalang dana serta menjalankan misi Tzu Chi,” lanjut Lu Chuan-qing.

Meski Singapura adalah negara kecil, tetapi relawan di sana  sangat tekun dan bersemangat. Relawan setiap hari mengunjungi orang dari rumah ke rumah untuk mengajak mereka datang mendengar Dharma. Mereka sangat tekun dan bersemangat. Apa yang saya katakan, mereka pasti mempraktikkannya sesuai aturan.


Tzu Chi Singapura juga berusia 25 tahun. Tzu Chi Singapura didirikan atas kerja keras para relawan. Para relawan sungguh-sungguh bersumbangsih di berbagai negara dengan latar budaya yang berbeda-beda. Mereka benar-benar bersungguh hati dalam menjalankan misi Tzu Chi sesuai lingkungan dan budaya setempat sehingga dapat memberi perlindungan yang lebih baik bagi warga yang membutuhkan. Untuk itu, orang-orang harus sangat bersungguh hati.

Lihatlah bagaimana para relawan bertekad dan berikrar untuk menjadi benih-benih Tzu Chi di berbagai negara. Mereka telah mencapai hasil yang sangat baik. Semua pencapaian ini adalah berkat usaha manusia. Meski hanya ada sedikit orang, kita harus menghimpun semangat bersama. Saya sangat memuji para relawan yang telah menolong banyak orang. Terima kasih atas kesungguhan hati dan cinta kasih kalian semua.

Meredam bencana dengan cinta kasih

Tetap tulus dan waspada meski berada dalam kondisi aman

Menyebarkan benih kebajikan dengan tekun dan bersemangat

Memberi perhatian kepada orang yang membutuhkan dengan kasih sayang

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 19 September 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 21 September 2018

Editor: Stefanny Doddy
Orang yang mau mengaku salah dan memperbaikinya dengan rendah hati, akan mampu meningkatkan kebijaksanaannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -