Ceramah Master Cheng Yen: Menyebarkan dan Mengawal Dharma dengan Tulus
“Dahulu, saat orang mengatakan sesuatu yang tidak enak didengar, saya langsung marah. Setelah dirawat di sini, saya mendengar ceramah Master. Setelah belajar, saya mulai berubah. Saat itu Master berceramah. Saya melihat bagaimana beliau membimbing orang. Beliau membimbing orang untuk mengubah tabiat buruk dan sebagainya,” ujar Wu Hai-cheng, Pasien cuci darah.
“Setelah dia bergabung dengan Tzu Chi, kehidupan kami berubah. Dia tidak lagi membicarakan orang lain. Temperamennya juga sudah membaik. Dahulu temperamennya sangat tidak baik. Ini yang saya tahu. Sebagai kakaknya, saya tahu hal ini. Saya berkata kepadanya bahwa bergabung dengan Tzu Chi, kita harus memiliki rasa syukur dan harus sopan dalam berbicara. Kita tidak boleh marah-marah,” kata Wu Su-feng, Kakak Wu Hai-cheng.
“Saat dapat bersumbangsih, kita bersumbangsih sedikit. Ini berarti menyebarkan cinta kasih. Saya menyebarkan cinta kasih kepadanya, dia menyebarkannya lagi kepada orang lain. Dharma harus didengar dengan sepenuh hati,” sambung Wu Hai-cheng, Pasien cuci darah.
Dalam menghadapi masalah sehari-hari, kita harus sesuai dengan kebenaran ini. Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, kita harus menggunakan empat metode pendekatan. Empat metode pendekatan ini dapat kita gunakan dalam menghadapi setiap orang pada setiap hari.
“Saya hanya berkata kepadanya agar kita membantu Master untuk menolong orang. Botol-botol plastik ini dapat didaur ulang menjadi pakaian, kaus kaki, dan selimut. Saya menjelaskannya dengan sederhana. Para relawan lansia sangat senang. "Oh, ternyata begitu." "Untuk menolong orang?" "Untuk berbuat baik?" "Saya punya sedikit, biar saya ambilkan." Kemarin saya menghabiskan sembilan jam untuk membuat tahu kecap. Anak-anak sangat suka. Ada juga ubi merah dan ubi putih. Saya selalu memasak makanan bergizi bagi para relawan lansia. Saya sepenuh hati memasak makanan yang terbaik bagi mereka, para relawan daur ulang kita. Saya sangat tersentuh oleh mereka,” rekaman suara Pan Cai-yue, Relawan Tzu Chi.
“Hari Rabu adalah Hari Pelestarian Lingkungan di Xiangtan. Para relawan daur ulang akan datang sekitar pukul enam atau pukul tujuh. Mereka bersumbangsih tanpa pamrih. Setelah memilah barang daur ulang, mereka pasti lapar. Saya akan memasak sedikit makanan kecil. Kita harus memberi kehangatan bagi para lansia ini. Master berkata bahwa selain bersumbangsih tanpa pamrih, kita juga harus bersyukur dan berterima kasih,” kata Pan Cai-yue, Relawan Tzu Chi.
“Kakak memasakkan makanan yang paling lezat agar kami kenyang, bahkan bisa membawa makanan itu pulang. Saya berharap mereka sehat dan hidup sampai 120 tahun,” kata Xiao Cai-e, Relawan daur ulang.
Berdana, tindakan bermanfaat, ucapan penuh kasih, dan kebersamaan, bukankah ini semua yang harus ada dan tak boleh hilang dari keseharian kita? Bukankah ini adalah cara menjalin jodoh baik dan merupakan cara untuk melatih diri kita dalam menghadapi orang dan hal? Asalkan dalam kehidupan sehari-hari, saat bertutur, bertindak, beraktivitas, serta menghadapi orang dan masalah pikiran kita terpusat dan penuh perhatian, maka semuanya adalah pelatihan bagi kita. Selama di dalam hati kita ada kebenaran dan kita dapat mempraktikkannya secara nyata, kita akan dapat membimbing orang lain. Ini tidaklah sulit. Jadi, kita harus "berdiam dalam ladang pelatihan sepenuh hati". Setiap tempat adalah ladang pelatihan.
Belakangan ini, Sutra yang kita pelajari, yaitu Sutra Bunga Teratai, adalah wujud Tubuh Dharma dari Buddha. Kita tak perlu membangun stupa secara khusus atau membangun wihara. Kita hanya perlu "berdiam dalam ladang pelatihan sepenuh hati". Saat hati kita berada di dalam Dharma, inilah ladang pelatihan kita. Inilah ladang pelatihan batin terbaik. Jadi, yang terpenting adalah mengawal Dharma dengan ketulusan hati. Saat melantunkan atau menyalin Sutra, kita harus memiliki pikiran yang tulus untuk mengawal Dharma. Mengawal Dharma adalah tanggung jawab kita. Kita harus berpikir bahwa ini adalah hal yang harus kita lakukan. Kita harus lebih tulus dalam mengawal Dharma. Kita ingin memikul misi Buddha. Jadi, mendengar, membabarkan, dan mewariskan Dharma adalah kewajiban kita.
Bagaimana agar Dharma dapat menyebar? Bukan hanya meminta orang menyalin Sutra. Menyalin Sutra adalah metode zaman dahulu. Untuk mewariskan Dharma, diperlukan orang-orang yang menyalin Sutra. Ini adalah kondisi pada zaman dahulu. Kini, kita harus memperhatikan pelestarian lingkungan. Kertas tidak boleh dihambur-hamburkan. Kini sudah ada buku elektronik. Cukup satu jari menekan layar, teks atau tulisan dapat disebarkan dan diterima oleh banyak orang. Jadi, kini kita harus kembali pada semangat mewariskan Dharma yang Buddha maksud, yaitu mengawal atau menjaga Dharma. Kita harus sungguh-sungguh mendengar dan menyerap ajaran Buddha ke dalam hati. Inilah mewariskan dan mengawal Dharma, yaitu sungguh-sungguh membuat Dharma tetap ada di dunia ini.
Pemikiran Buddha harus diterapkan di dunia ini untuk membimbing orang banyak. Kita harus memiliki Dharma untuk membimbing orang. Jadi, kita harus tulus mengawal Dharma dan mempersembahkannya bagi orang lain. Dengan hati yang tulus, kita mendengar, membabarkan, dan mewariskan Dharma. Inilah yang disebut tulus mengawal Dharma. Kita harus berjuang dan hidup demi Dharma. Inilah arah kita sebagai praktisi Buddhis. Jadi, kita harus lebih bersungguh hati. Bukan hanya melantunkan Sutra atau meminta orang melantunkan atau menyalin Sutra Bunga Teratai yang disebut meneruskan jiwa kebijaksanaan Buddha. Jika kita dapat sungguh-sungguh membaca, melantunkan Sutra, memahami isinya, serta mempraktikkannya dalam keseharian untuk melatih diri sendiri dan membimbing orang lain, dan membimbing orang lain, inilah yang disebut meneruskan jiwa kebijaksanaan Buddha. Jadi, kita harus menekankan pelatihan diri.
Mempraktikkan Sutra Bunga Teratai berarti menyerap dan mengingatnya di dalam hati kita serta menerapkannya dalam kehidupan kita. Jika kita dapat sungguh-sungguh menjunjung Sutra seperti ini, ini sama dengan kita menjunjung Tubuh Dharma dari Buddha di atas kepala kita. Wihara yang kita bangun bukanlah semata-mata bangunan fisik, melainkan bangunan batin. Di dalam hati setiap orang ada sebuah stupa Puncak Burung Nasar. Ladang pelatihan atau wihara yang kita bangun berada di sekitar stupa dalam hati kita ini. Jadi, kita harus bersungguh hati.
Sutra Bunga Teratai adalah tubuh Buddha atau disebut Tubuh Dharma dari Buddha. Kita menjunjungnya. Kita menerima Sutra ini dengan segenap jiwa raga. Jadi, kita harus senantiasa bersukacita saat mendengar Dharma dan berbahagia dalam menghadapi segala hal. Ini berarti kita benar-benar mendengar Dharma dan mempraktikkannya dalam menghadapi segala hal dalam kehidupan sehari-hari. Inilah tujuan kita mendengar Dharma. Jadi, kita harus senantiasa bersungguh hati.
Menghadapi setiap orang dengan empat metode pendekatan
Sepenuh hati berdiam dalam ladang pelatihan batin
Menghadapi segala hal dengan pikiran bajik sesuai kebenaran
Menyebarkan dan mengawal Dharma dengan tulus
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 Agustus 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie
Ditayangkan tanggal 27 Agustus 2018