Ceramah Master Cheng Yen: Menyebarkan Dharma dan Membawa Manfaat bagi Sesama


“Pada bulan Januari tahun ini, sebuah gempa besar menimpa kawasan Noto, Jepang. Cuacanya sangat dingin. Semuanya memotong sayur sampai larut malam. Lantainya begitu dingin hingga kami tidak bisa tidur di malam hari. Keesokan paginya, kami perlu memasak makanan hangat untuk korban bencana,”
kata Huang Xiu-tao relawan Tzu Chi Jepang.

“Melihat betapa lezatnya masakan yang dihidangkan oleh koki untuk para korban, saya pun menjadi tergoda untuk mencicipinya. Namun, setiap harinya, tidak ada makanan yang tersisa. Kami hanya bisa memakan makanan dari tim sebelumnya, yakni nasi setengah matang dan daun lobak. Terlalu sulit dipercaya. Bagaimana bisa ini terjadi? Inilah kali pertama saya mengalami ini,” lanjut Huang Xiu-tao.

Huang Xiu-tao melanjutkan “Sebelumnya, saya sudah mendengar ini dari para relawan, tetapi saya tidak percaya. Namun, begitu saya mengalaminya sendiri, barulah saya percaya bahwa relawan Tzu Chi adalah Bodhisatwa agung dunia. Mereka memberi makanan terbaik pada korban bencana dan diri sendiri makan apa adanya.”

“Master, saya sungguh bersyukur bisa berpartisipasi pada kesempatan kali ini.  Saya akan menghargai jalinan jodoh baik yang Bodhisatwa berikan pada saya ini,” pungkas Huang Xiu-tao.


Kita hari ini berkumpul bersama karena sama-sama memiliki hati Bodhisatwa. Dunia ini adalah ladang pelatihan bagi para Bodhisatwa dunia. Kalian semua berasal dari negara yang berbeda-beda, tetapi memiliki jalinan jodoh yang sama.

Dengan jalinan jodoh ini, kita bisa menginspirasi orang-orang yang tidak mengenal ajaran Buddha dan Tzu Chi untuk bergabung bersama kita dan membantu sesama lewat tindakan nyata. Lalu, kita akan berkata pada relawan baru, "Anda adalah Bodhisatwa dunia karena telah bersedia membantu sesama. Saya juga adalah Bodhisatwa dunia karena telah menginspirasi Anda untuk bergabung dengan Tzu Chi." Kedua belah pihak sama-sama merasa terharu.

Saat melihat orang yang menderita, kita pasti bertanya-tanya mengapa bisa semenderita itu. Kemudian, ketika merefleksikan hidup kita kembali, kita pun merasa sangat bersyukur. Jadi, mengapa kita masih mengeluh? Kita seharusnya mengenal rasa puas. Dengan mengenal rasa puas, hati kita akan selalu bersukacita. Bila sudah begitu, apa lagi yang kita inginkan?

Hanya dengan terjun langsung ke masyarakat, barulah kita memahami kesulitan yang mereka alami. Setelah menyaksikan penderitaan mereka, barulah kita sadar bahwa kita sangat beruntung. Orang yang dipenuhi berkah selalu bersumbangsih. Orang yang membantu sesama adalah orang yang paling bahagia.

Kita dapat merasa bahagia karena kita bersumbangsih bagi sesama. Jika tidak bersumbangsih, kita tidak mendapat apa-apa. Dengan bersumbangsih, kita akan memperoleh pencapaian. Bodhisatwa sekalian, kalian belajar lewat bersumbangsih dan memperoleh kesadaran darinya. Para relawan berkata, "Saya telah melakukannya. Saya bersedia."


Untuk gempa di Noto, dari bulan Mei sampai September, kita mengadakan lima tahap pembagian dana bantuan dan membantu 15.000 keluarga.  Saya juga terlibat di dalamnya dari awal hingga akhir sebagai narahubung. Dalam mengurus ini semua, saya sangat sibuk. Namun, di saat yang bersamaan, saya dipenuhi sukacita Dharma,” kata Xie Yu-jie relawan Tzu Chi.

“Melihat semuanya bekerja sama untuk menyukseskan satu hal, saya merasa tindakan ini sangat berharga. Sukacita dari mengemban tanggung jawab ini telah menginspirasi saya. Saya sudah tercerahkan. Master, saya hanya ingin berkata, ‘Master, anak Master sudah kembali.’ Saya sudah siap. Saya berharap saya bisa memberikan kontribusi pada Yayasan Tzu Chi Jepang. Saya sudah siap dan bersedia untuk bersumbangsih,” pungkas Xie Yu-jie.

“Kami akan bekerja sama dengan harmonis, merekrut lebih banyak relawan, dan mengikuti Master dari kehidupan ke kehidupan dengan keyakinan, ikrar, dan praktik nyata. Master, kami membutuhkan Master.”

Bodhisatwa sekalian, di zaman ini, saya memilih agama Buddha. Meskipun telah membangun tekad, tidak mudah bagi saya untuk menjadi seorang monastik. Perjalanannya tidak sederhana dan sangat berliku-liku, tetapi saya punya niat, tekad, dan ikrar. Karena memiliki tekad dan ikrar, sesulit apa pun kondisinya, saya tetap sanggup menghadapinya.

Ketika mengenang hal-hal yang terjadi di masa lalu, saya hanya bisa memuji diri sendiri karena itu sangat luar biasa. Saya mampu menanggung apa yang tak mampu ditanggung orang lain. Ada waktu-waktu singkat dalam hidup saya ketika saya harus menanggung penyakit ataupun masalah kehidupan, lalu mengatasinya, hingga akhirnya bisa berada di sini sekarang.

Saya terus berpikir, jika saat itu saya tidak memiliki niat untuk meninggalkan keduniawian, tidak bertekad untuk terjun ke masyarakat, Tzu Chi tidak akan ada hari ini. Jadi, saya merasa sangat bersyukur atas budi luhur orang tua, Buddha, dan Bodhisatwa. Saya juga bersyukur atas budi luhur seluruh makhluk.

Tzu Chi sangat unik karena memiliki relawan yang menganut agama yang berbeda-beda dan di mana pun ada bencana atau kesulitan, relawan dari berbagai negara akan segera bergerak untuk memberikan bantuan. Mereka bersumbangsih dengan tata krama dan cinta kasih.

Relawan membagikan bantuan dengan kedua tangan yang menunjukkan kesungguhan dan ketulusan mereka. Mereka membungkukkan badan untuk menunjukkan tata krama mereka. Ini merupakan prinsip yang kita pegang. Jika tidak ada penderitaan di dunia ini, tidak akan ada Bodhisatwa dunia karena mereka tidak dibutuhkan.


Bodhisatwa sekalian, kalian adalah Bodhisatwa dunia karena telah menghampiri dan merangkul orang-orang yang menderita. Karena itu, saya bersyukur pada kalian semua. Kita dapat mengembangkan nilai kehidupan kita. Dengan menggenggam waktu setiap harinya untuk menciptakan berkah bagi dunia, kehidupan kita akan bernilai.

Bersumbangsih berarti menciptakan berkah. Dengan memberi, kita justru beroleh berkah karena telah menjalin jodoh baik. Baik di kehidupan sekarang maupun mendatang, jalinan jodoh kita ini akan terus terakumulasi. Yang terpenting adalah membentuk kelompok Bodhisatwa.

Sesama Bodhisatwa hendaknya bergandengan tangan dan terjun ke masyarakat dengan sungguh-sungguh karena kita akan menapaki Jalan Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan.

“Saya sangat ingin dilantik menjadi murid Master karena saya ingin membantu mengemban tanggung jawab Master dan menginspirasi banyak orang untuk bersama-sama menjalankan Tzu Chi,” kata Zhu Kang-cheng relawan Tzu Chi.

“Kami akan memperkenalkan Tzu Chi pada orang-orang, menjalankan Tzu Chi, dan merekrut lebih banyak Bodhisatwa dunia. Kamu mengasihi dan menghormati Master. Dari kehidupan ke kehidupan, kami akan mengambil langkah mantap untuk mengikuti Master dan menapaki Jalan Bodhisatwa.”

Kalian telah berikrar dan saya sangat percaya akan itu. Sebelumnya, saat orang-orang membangkitkan ikrar bahwa mereka bersedia bersumbangsih, saya bertanya pada mereka, "Apakah kalian serius?" Sekarang, saya tidak akan bertanya seperti itu lagi. Saya selalu berkata, "Saya percaya pada kalian." Ini karena kalian sudah melihat teladan di depan kalian.

Kalian pun telah diajak untuk mengikuti pelatihan selama beberapa waktu dan melihat banyaknya orang yang menderita. Kalian telah bertekad dan menyelamatkan banyak orang. Jadi, tekad kalian untuk menolong sesama pasti sangat teguh. Saya tidak perlu lagi menanyakan keseriusan kalian karena kalian sudah pasti bersungguh hati dan itu membuat saya sangat senang.

Menyaksikan penderitaan, menyadari berkah, dan tekun memberi bimbingan
Membalas budi dengan berbuat baik dan tercerahkan lewat belajar
Menenteramkan hati dan menciptakan tanah suci dengan kekuatan ikrar
Menyebarkan Dharma dan membawa manfaat bagi sesama

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 16 Desember 2024
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 18 Desember 2024
The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -