Ceramah Master Cheng Yen: Menyebarkan Kebaikan untuk Membangkitkan Welas Asih
“Kami berharap lewat teknologi telekonferensi ini, kita dapat saling membangkitkan niat baik untuk membantu sesama,” ucap Lü Mei-yun, Relawan Tzu Chi.
“Melihat tayangan tadi, saya menangis di dalam hati. Kini kita tengah berusaha membantu mereka,” ucap Qiu Ying-ge, Peserta bedah buku.
“Kita sering membuang-buang makanan, sedangkan di luar banyak orang kelaparan. Jadi, kita harus hemat dan menghargai berkah. Sumber daya yang kita hemat mungkin dapat menolong banyak nyawa,” ucap Zhou Qing-ping, Pengusaha.
Kita harus bersungguh hati. Indra lidah dapat kita gunakan untuk berbicara dan membaca Sutra. Kita dapat memurnikan indra lidah untuk membabarkan Dharma serta menumbuhkan 1.200 pahala. Kita harus sungguh-sungguh menggunakan lidah kita selama mampu berbicara. Namun, saat berbicara, apakah kita menciptakan pahala ataukah menciptakan karma buruk? Orang yang baik dapat memanfaatkan lidahnya untuk membabarkan Dharma dan mengucapkan hal yang baik. Ucapan yang baik ini dapat mendorong orang-orang untuk berbuat baik. Ini juga termasuk pahala dari indra lidah. Jadi, orang yang menggunakan lidahnya untuk membabarkan Dharma serta memurnikan indra lidahnya disebut sebagai orang yang melatih diri. Segala ucapan mereka berisi ajaran kebenaran.
Kebenaran lewat ucapan ini dapat kita gunakan untuk membuka jalan agar orang-orang dapat berjalan di atasnya. Jalan ini adalah jalan hidup yang rata dan bebas dari kesalahan. Untuk membuka jalan ini, juga diperlukan indra lidah untuk berbicara dan membimbing orang-orang ke arah yang benar. Inilah yang disebut memurnikan indra lidah dan membabarkan Dharma. Kita menggunakan berbagai cara untuk memberi dorongan kepada orang-orang agar dapat mengarah pada kebajikan. Inilah pahala dari indra lidah. Jika indra lidah dapat digunakan dengan baik, pertama, kita dapat menjaga kesehatan tubuh; kedua, kita dapat menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Dengan memurnikan kekotoran dalam batin, kita memperoleh 1.200 jenis pahala. Jadi, indra lidah ini haruslah kita hargai.
Lihatlah seorang anak kecil yang baru berusia lima tahun ini. Dia mengenakan jas seperti anggota Tzu Cheng. Pada penutupan pelatihan Tzu Cheng wilayah Taiwan Selatan, anggota Tzu Cheng kecil ini berdiri untuk mengajak orang-orang mengulurkan tangan bagi tiga negara Afrika yang dilanda bencana. Berhubung saya menyerukan hal ini, dia juga ingin menyerukan hal yang sama. Setelah itu, dia mengeluarkan celengan bambunya. Dia menunggu dengan tenang di sana. Setelah saya selesai berbicara, saat orang-orang akan menuju ruang makan, dia mulai menggalang dana sambil mengucapkan terima kasih. Anak sekecil itu, telinganya dapat mendengar Dharma, mulutnya juga dapat berbicara untuk menggalang dana dan berterima kasih.
Jadi, lidah dapat berfungsi untuk membantu kita mengetahui rasa asin, manis, pahit, dan sepat. Selain itu, fungsi dan pahala terpenting dari lidah kita adalah mengucapkan kata-kata yang baik dan membabarkan Dharma. Dharma yang kita pahami hendaknya dapat sungguh-sungguh kita babarkan sesuai kondisi. Kondisi dan daya tangkap setiap orang berbeda-beda. Bagaimana kita membabarkan Dharma yang sesuai bagi mereka? Kita harus sungguh-sungguh merenungkannya.
Lihatlah, di dunia ini, dalam hubungan antarmanusia, saat bencana dan ketidakkekalan terjadi, bagaimana sesama manusia saling membantu? Saat suatu daerah dilanda bencana, berapa banyak orang di daerah lain yang turut berempati? Semua orang bisa berbicara tentang empati. Namun, saat suatu tempat atau seseorang, baik dekat maupun jauh, dilanda kesulitan, apakah rasa empati kita ini benar-benar bangkit? Empati berarti turut merasakan. Kita turut merasakan yang mereka rasakan. Welas asih di dalam ajaran Buddha berarti turut merasakan penderitaan semua makhluk. Saat membabarkan Dharma, saya sering berpikir bahwa di dunia ini begitu banyak penderitaan, tetapi banyak pula orang yang penuh kasih dan bersedia untuk bersumbangsih. Namun, banyak pula orang yang tidak peduli, seakan tidak memahami ajaran kebenaran.
Begitulah kehidupan. Dunia adalah tempat tinggal beragam makhluk. Inilah yang pernah Buddha katakan. Jadi, semakin sering membabarkan Dharma, saya pun semakin dapat merasakan bahwa dunia ini penuh dengan beragam makhluk dengan kebaikan dan keburukannya. Semoga kita semua yang telah mendengar ajaran Buddha dapat bersungguh hati dalam keseharian untuk memanfaatkan lidah kita. Kita tidak boleh menyerah. Orang seperti apa pun yang kita hadapi, kita hendaknya ingat bahwa setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Jika kali ini mereka belum tergugah, kita bisa mengulanginya lain kali.
Semoga dengan berkali-kali melihat keteladanan yang nyata, orang itu suatu saat juga dapat membangkitkan sedikit cinta kasihnya. Kita melakukan ini bukan demi mencari donasi. Kita hanya berharap setiap orang dapat membangkitan cinta kasih dan welas asih agung serta turut menyebarkan kebaikan dan mengajak lebih banyak orang berbuat baik. Untuk mengajak orang berbuat baik, kita harus mengucapkan kata-kata yang baik. Kata-kata baik harus disebarkan lewat mulut. Mengajak orang berbuat baik juga merupakan sebuah ajaran kebenaran.
Sudahkah Anda membangkitkan niat baik? Tetes demi tetes sumbangsih merupakan wujud dari niat baik. Setiap sumbangsih sekecil apa pun merupakan wujud niat baik setiap orang. Ini adalah pahala. Tetesan kebajikan ini juga akan terhimpun membentuk lautan pahala seperti tetesan air yang mengalir ke samudra. Jadi, kita harus sepenuh hati mendengar Dharma. Senantiasalah bersungguh hati.
Memurnikan indra lidah dan membabarkan Dharma
Membimbing orang ke arah kebajikan dan pahala
Anak kecil turut menggalang cinta kasih
Membangkitkan welas asih dengan menyebarkan kebaikan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 6 April 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 8 April 2019
Editor: Yuliati