Ceramah Master Cheng Yen: Menyeberangkan Semua Makhluk dengan Perahu Cinta Kasih
Saat
tiba di sini, saya sangat terkesan oleh pertunjukan genderang yang dibawakan
oleh anak-anak. Mereka sungguh mengagumkan. Tadi, mereka berbagi banyak hal
dengan saya. Mereka berkata bahwa mereka menanam sayuran sendiri. Saat saya
bertanya mereka menanam sayuran untuk siapa, mereka menjawab untuk semua orang.
Saya berkata, “Namun, saya tidak memakannya.” Mereka langsung berkata, “Kami
akan menyajikannya untuk Kakek Guru malam ini.”
Tanpa
diajari, mereka bisa menjawab dengan lancar. Singkat kata, kita telah membentuk
tradisi dalam sistem pendidikan kita. Dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah
menengah, hingga perguruan tinggi, semuanya telah membentuk tradisi. TK Tzu Chi
Tainan telah memasuki tahun ke-10.
Kita
juga melihat para lansia yang mempersembahkan pertunjukan dengan kompak. Sesungguhnya,
untuk berdiri saja, mereka harus dipapah. Namun, mereka bisa memukul gendering dengan
begitu kompak. Dari sini bisa diketahui bagaimana insan Tzu Chi mendampingi
mereka. Saya sangat bersyukur kepada insan Tzu Chi yang mencurahkan perhatian
jangka panjang di komunitas.
Saya
juga sangat bersyukur dan tersentuh melihat kehadiran pada guru, personel
polisi, dan mantan menteri Administrasi Keamanan Maritim. Para guru ini juga
mempersembahkan pementasan di Banqiao, New Taipei City beberapa hari lalu. Mereka
memimpin para insan Tzu Chi dan personel polisi dalam pementasan. Saya sungguh sangat
bersyukur kepada mereka. Mereka bagaikan nakhoda perahu cinta kasih yang
menunjukkan arah di tengah lautan luas. Dengan mengikuti para guru dan personel
polisi, kita tidak akan berjalan menyimpang.
Insan
Tzu Chi dan para pengusaha juga berpartisipasi dalam pementasan ini. Saya
berharap ajaran Buddha yang terkandung dalam pementasan seperti ini dapat menunjukkan
arah bagi orang-orang. Semoga makhluk awam yang tersesat dapat dibimbing oleh
para guru menuju pantai kesadaran. Pementasan ini sungguh agung.
Ajaran
Buddha dan setiap agama bertujuan untuk menyadarkan umat manusia. Kita tidak
perlu melekat pada wujud, rupa, ataupun nama. Sesungguhnya, semua agama
memiliki kesamaan, yakni menolong semua makhluk yang tersesat. Yesus Kristus mengumpamakan
diri-Nya sebagai gembala yang baik. Pastor juga menyebut diri sendiri sebagai
gembala yang bertugas untuk membimbing gerombolan domba menuju tujuan dan
menjaga mereka agar tidak terpisah. Inilah kasih sayang.
Buddha
Sakyamuni mengajari kita untuk mengasihi tanpa mementingkan jalinan jodoh serta
memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Ini merupakan cinta kasih
universal. Kasih sayang dan kemurahan hati dalam agama Katolik juga merupakan
cinta kasih tanpa pamrih yang penuh dedikasi.
Tahun
ini, upacara pemandian rupang Buddha pertama Tzu Chi digelar di sebuah gereja
Katolik di Ekuador. Uskup agung Manabi berinisiatif menelepon pastor gereja
tersebut. Ini karena tahun lalu, pascagempa di Ekuador, insan Tzu Chi
menjalankan program bantuan lewat pemberian upah di sana. Upacara peletakan
batu pertama untuk membangun kembali sebuah gereja juga telah diadakan bulan
Maret tahun ini.
Pada
bulan April, Ekuador dilanda banjir besar yang mendatangkan dampak yang sangat
serius. Insan Tzu Chi pun kembali menjangkau lokasi bencana. Uskup agung
setempat tahu bahwa pada waktu seperti itu, insan Tzu Chi di seluruh dunia menggelar
upacara pemandian rupang Buddha. Karena itu, dengan penuh perhatian, beliau
menelepon pastor setempat. Lalu, pastor itu memberi tahu insan Tzu Chi bahwa upacara
pemandian rupang Buddha bisa digelar di gerejanya.
Upacara
pemandian rupang Buddha di sana juga berlangsung dengan agung. Pastor tersebut
bersungguh hati membantu kita melakukan persiapan sehingga gambar Buddha bisa
diproyeksikan di depan patung Yesus. Di sana juga dipersiapkan meja yang
panjang beserta bunga dan air. Upacara pemandian rupang Buddha di sana sama seperti
upacara yang digelar di negara lain. Kekhidmatan orang-orang yang hadir sungguh
membuat orang tersentuh.
Para
lansia, anak-anak, bahkan orang-orang yang berketerbatasan gerak juga mengikuti
upacara dengan khidmat. Inilah upacara pemandian rupang Buddha pertama Tzu Chi
tahun ini. Sesungguhnya, semua agama adalah sama. Setiap umat beragama harus
melapangkan hati. Saya berharap kita semua bisa membina cinta kasih di dalam
hati. Untuk bersumbangsih bagi umat manusia dengan cinta kasih, kita harus
membantu satu sama lain.
“Saya berikrar kepada Master bahwa Ekuador akan
menjadi negara ke-55 yang memiliki kantor Tzu Chi.”
Saya
berharap semua orang dapat bersumbangsih dengan cinta kasih yang tulus tanpa
memandang perbedaan agama. Meski menganut agama yang berbeda-beda, tetapi kita memiliki
arah tujuan yang sama. Saya sangat berterima kasih atas kesungguhan hati dan
cinta kasih para Bodhisatwa dari berbagai bidang. Saya juga berkata kepada para
guru bahwa Buddha membabarkan Dharma pada lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Sekarang,
yang terpenting adalah menentukan arah tujuan kita.
Kita
harus memiliki arah tujuan yang sama, yaitu mengubah kesesatan menjadi
kesadaran. Saya sangat bersyukur dan tersentuh. Berkat matangnya jalinan jodoh,
hari ini ada pelindung masyarakat dan para guru yang datang untuk membantu saya
menakhodai perahu cinta kasih. Asalkan sesuatu itu benar, maka lakukan saja. Di
Tzu Chi, meski menganut agama yang berbeda-beda, semua relawan menuju arah yang
sama dengan mawas diri dan tulus. Membimbing semua makhluk dari kesesatan
menuju kesadaran, inilah tujuan kita semua.
Memperdalam akar misi pendidikan dan
membentuk tradisi sekolah
Para guru memimpin pementasan bagai
nakhoda perahu cinta kasih
Mendedikasikan diri dengan cinta
kasih tanpa pamrih
Membimbing
orang-orang menuju kesadaran tanpa memandang perbedaan agama
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 13 Juli 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 15 Juli 2017