Ceramah Master Cheng Yen: Menyelamatkan Dunia dengan Cinta Kasih dan Welas Asih

Sungguh, mengenang masa lalu, meski sumber daya kita terbatas, tetapi kita bebas dari kerisauan. Setiap hari, kita merasa damai dan tenang. Terkadang, saya menatap ruang kebaktian kecil dan aula utama yang berada di belakangnya. Aula utama lebih tinggi dari ruang kebaktian kecil dan keduanya dibangun dengan baik.

Saya terkadang agak kagum pada diri sendiri. Siapa yang mendesain ruang kebaktian kecil? Tidak ada.

Saya hanya berdiri di sana dan memberi tahu pekerja konstruksi bahwa saya ingin bangunan sebesar ini dengan tembok dan atap seperti ini. Saat itu, kita tidak membuat cetak biru.

Saat pekerja konstruksi bekerja di atap, saya berdiri di atas tanah dan berkata, "Bagian ini harus agak tinggi. Bagian itu harus agak rendah. Genting ini agak miring."

Setelah atap kita terangkat oleh topan, kita pun membuat atap dari semen dengan bentuk genting. Jadi, kini atap ruang kebaktian kecil kita tak lagi terangkat oleh angin karena terbuat dari semen yang sudah menyatu dengan bangunan.


Kini, saat melihat foto Griya Jing Si yang lama ini, saya sangat tersentuh dan bersyukur. Saya tersentuh dan bersyukur pada diri sendiri.

Kita menggunakan bangunan kecil ini untuk berbagai keperluan. Saat itu, ada 6 atau 7 bhiksuni yang tinggal di dalamnya. Siang hari, kita menjadikannya sebagai kantor. Kolong altar Buddha dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan.

Malam hari, mereka akan mengeluarkan selimut dan sebagainya dari sana. Bangunan itu juga dijadikan sebagai ruang tidur. Sekitar pukul 3 pagi, mereka bangun dan menyimpan kembali semua perlengkapan tidur, lalu menyusun meja untuk bekerja.

Di tengah kondisi seperti inilah kita memulai Badan Amal "Ke Nan" Tzu Chi. Bangunan kecil yang luasnya sekitar 100 meter persegi ini kita manfaatkan sebagai ruang kebaktian, kantor, dan tempat tinggal kita. Perlahan-lahan, Tzu Chi semakin berkembang dan murid-murid saya semakin banyak. Karena itu, di samping dan belakang ruang kebaktian kecil ini, kita perlahan-lahan mendirikan bangunan lain. Demikianlah kita membangun Griya Jing Si.


Lihatlah Griya Jing Si sekarang. Secara keseluruhan, kita melakukan lebih dari 20 kali pembangunan. Selain para pekerja konstruksi, juga ada banyak relawan Tzu Chi yang membantu pembangunan kita sehingga kita menghemat banyak biaya.

Para bhiksuni di Griya Jing Si juga membantu mengikat besi beton dan membangun atap. Dari menggali tanah hingga membangun atap, mereka belajar dari tidak bisa hingga bisa. Jadi, tidak ada hal yang tidak bisa dilakukan di dunia ini dan tidak ada orang yang tidak berguna. Setiap orang sangat berguna dan dapat melakukan berbagai hal. Demikianlah insan Tzu Chi.

Setiap orang memiliki keyakinan dan bersedia bersumbangsih. Saya sangat bersyukur atas dukungan semua orang. Insan Tzu Chi juga selalu mendedikasikan diri demi dunia dan masyarakat.

Selama lebih dari 50 tahun ini, Tzu Chi berkembang dari tidak ada hingga ada dan dari segelintir relawan hingga kini memiliki banyak relawan.


Merespons pandemi kali ini, berhubung Tzu Chi telah tersebar di seluruh dunia, maka insan Tzu Chi di berbagai negara dapat segera mengantarkan barang bantuan ke fasilitas medis yang membutuhkan. Relawan kita memiliki cinta kasih yang berlimpah. Kita masih terus menyediakan barang bantuan bagi masyarakat dan instansi lain, baik pemerintah maupun swasta.

Insan Tzu Chi selalu bersumbangsih bagi dunia. Insan Tzu Chi bersumbangsih bersama di Tzu Chi dan berusaha semaksimal mungkin bagi semua orang. Kita saling mendampingi dengan cinta kasih. Kita mendampingi satu sama lain dan bersumbangsih dengan penuh cinta kasih. Ini sangatlah penting.

Banyak orang yang bisa melafalkan kata "Tzu Chi" yang berarti menyelamatkan dunia dengan cinta kasih dan welas asih. Dengan cinta kasih dan welas asih agung, kita tidak memandang jalinan jodoh dan turut merasakan penderitaan orang lain. Kita mengasihi orang lain meski mereka tidak memiliki hubungan apa pun dengan kita. Pada saat seperti ini, kita harus hidup berdampingan.

Cinta kasih insan Tzu Chi menjangkau seluruh dunia tanpa memandang perbedaan agama. Kita menghormati keyakinan satu sama lain.


Beberapa bulan lalu, Relawan Faisal Hu menghadiahkan Al-Qur'an yang sudah berusia 500 tahun pada saya. Lihatlah, itu sudah berusia 500 tahun. Saya sangat menghargainya dan akan memperbaikinya. Al-Qur'an adalah kitab suci yang sangat penting bagi umat Islam. Saya sangat berterima kasih pada Relawan Hu yang merelakan Al-Qur'an berusia 500 tahun itu untuk saya. Saya tentu harus menghargainya.

Saya telah mengirimkannya untuk diperbaiki. Ini merupakan permata bagi dunia ini. Saya sangat bersyukur dan menghormati prinsip kebenaran dalam Al-Qur'an. Al-Qur'an terus diwariskan selama ini karena mengandung prinsip kebenaran yang sangat berharga bagi agamanya.

Ajaran Allah pasti mengandung prinsip kebenaran yang berharga sehingga Al-Qur'an dapat terus diwariskan dalam jangka panjang. Umat Islam juga harus menaati aturan yang sangat ketat. Begitu pula dengan umat Buddha. Jadi, agama-agama bersejarah patut dijaga dan dihormati. Kita harus menjaga dan menghormati agama-agama tersebut.

Meski memiliki keyakinan yang berbeda, kita tetap harus saling mengasihi dan menghormati.

Mengatasi berbagai kesulitan demi bersumbangsih bagi dunia
Bersumbangsih semaksimal mungkin bagi orang yang membutuhkan
Menyelamatkan dunia dengan cinta kasih dan welas asih
Saling mengasihi tanpa memandang perbedaan agama

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 10 November 2020      
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 12 November 2020
Seulas senyuman mampu menenteramkan hati yang cemas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -