Ceramah Master Cheng Yen: Menyelamatkan Kehidupan dan Melindungi Bumi
Belakangan ini, saya "berkunjung" ke mana-mana. Saat berkunjung ke Hengchun, Pingtung, saya melihat sekelompok Bodhisatwa Tzu Chi yang sangat tulus. Saat tiba di sana, saya terlebih dahulu mendengar nyanyian mereka. Suasana di sepanjang jalan itu penuh dengan kesederhanaan, kepolosan, dan kebajikan. Para relawan memiliki kesatuan hati.
Di sana bertiup angin katabatik. Kita bisa melihat bahwa angin yang bertiup sangat kencang. Banyak Bodhisatwa lansia yang rambutnya tertiup angin. Meski demikian, semua orang sangat rapi. Meski bukan benar-benar berada di sana, saya tetap dapat merasakan tiupan angin katabatik, teriknya matahari yang bersinar, serta kepolosan, kesederhanaan, dan ketekunan para relawan.
Saya melihat berbagai kelebihan di sana. Para relawan kita juga menguras otak untuk memanfaatkan sumber daya yang ada guna membuat konveyor agar para relawan lansia tidak perlu berjongkok seharian di atas lantai dan dapat bekerja dalam posisi berdiri. Dengan konveyor ini, mereka tidak perlu mengangkat barang daur ulang ke sana kemari. Konveyor itu juga dilengkapi dengan pengangkat sehingga para relawan tidak perlu membungkukkan badan untuk memungut barang daur ulang.
Saya bisa melihat kesatuan hati, keharmonisan, dan cinta kasih dalam kegiatan daur ulang kita. Kerja sama yang harmonis terlihat jelas di sana. Saya juga berkunjung ke Pulau Liuqiu. Perjalanan dengan kapal ke Pulau Liuqiu membutuhkan waktu 20 menit. Dari setiap karung barang daur ulang di sana, bisa diketahui bahwa para relawan kita tidak asal-asalan dalam melakukan daur ulang. Mereka memilahnya dengan saksama.
Setiap karung merupakan permata dan sedang menanti pelayaran. Selama 20 tahun ini, ada sebuah perusahaan pelayaran yang membantu mengangkut barang daur ulang secara gratis. Selama 20 tahun ini, para Bodhisatwa setempat melakukan daur ulang setiap hari. Meski ada angin kencang dan hujan deras, mereka tetap melakukan daur ulang. Barang daur ulang yang kotor pun menjadi bersih setelah dicuci.
Di Hengchun, Checheng, Jiadong, dan lain-lain, semua relawan kita memiliki semangat yang sama. Sungguh, ada banyak kisah tentang jalinan kasih sayang antarrelawan daur ulang yang tidak habis untuk diceritakan. Meski Pulau Liuqiu termasuk daerah terpencil, tetapi setiap keluarga di sana bersungguh-sungguh melakukan daur ulang. Berhubung di sana terdapat objek wisata, wisatawan yang pergi ke sana sangat banyak sehingga menciptakan banyak sampah, seperti botol, kaleng, dan kantong plastik.
Saat orang-orang membeli makanan di sana, selalu banyak makanan yang tersisa dan dibuang. Sisa makanan tersebut sangat berminyak dan memiliki beragam aroma. Mereka membuangnya sembarangan dan para relawan daur ulanglah yang mengumpulkannya. Setelah mengumpulkannya, relawan kita masih harus membersihkannya.
Berhubung cuaca di sana sangat panas, jika barang-barang itu tidak langsung dibersihkan, maka berselang sehari saja, akan menimbulkan aroma yang tidak sedap. Karena itu, relawan kita harus langsung mencucinya hingga bersih, memilahnya, dan menyusunnya dengan rapi.
Para Bodhisatwa daur ulang sungguh membuat orang tersentuh. Lihatlah, ada begitu banyak orang yang membina cinta kasih yang sama. Semua relawan tahu bahwa mereka melakukan daur ulang demi mengasihi dan melindungi Bumi dan sumber daya alam serta mengembangkan nilai kehidupan.
Kita juga melihat laporan departemen medis RS Tzu Chi Dalin tentang beberapa kasus yang sangat sulit. Tim medis kita berusaha untuk mengobati pasien serta memperhatikan mereka dengan cinta kasih. Pelayanan medis yang dilandasi perhatian membuat setiap pasien yang sembuh sangat bersyukur pada tim medis kita. Kita juga melihat bagaimana tim medis kita menangani seorang pasien yang lumpuh hingga bisa duduk, berdiri, dan berjalan keluar dari rumah sakit.
Kita melihat perubahan pasien dari putus asa dan merasa bahwa dirinya sudah tidak tertolong hingga pulih dan bisa berdiri kembali. Ini sungguh mengagumkandan membuat orang dipenuhi sukacita. Sungguh, sulit untuk memahami kehidupan ini. Mengapa kita terlahir di dunia ini? Mengapa ada yang beruntung dan ada yang kurang beruntung? Kehidupan orang yang dipenuhi berkah dan dilanda penderitaan tidaklah sama.
Kita melihat bahwa sebagian besar orang hidup menderita. Mereka melewati detik demi detik dengan susah payah. Mereka merasa bahwa waktu berjalan lambat, sedangkan kita sering berkata bahwa waktu berlalu dengan sangat cepat. Semua orang melewati waktu yang sama, tetapi memiliki perasaan yang berbeda.
Saya selalu berkata, "Waktu berlalu dengan cepat." "Masih ada banyak hal yang belum saya lakukan." Saya selalu mengejar waktu dan merasa bahwa tidak punya cukup waktu. Namun, ada pula yang merasa bahwa waktu berjalan dengan lambat. Pasien dan dokter juga memiliki perasaan yang berbeda terhadap waktu.
Adakalanya, operasi berlangsung belasan jam. Selama belasan jam ini, dokter harus berfokus setiap detik untuk menghindari kesalahan. Keluarga pasien yang menunggu di luar merasa bahwa waktu berjalan dengan lambat. Pasien yang menjalani operasi tidak merasakan apa-apa karena mendapat anestesi total. Saat pasien sadar, dokter sudah selesai menanganinya. Jadi, pasien tidak menyadari berlalunya waktu, dokter berfokus setiap detik untuk menghindari kesalahan, dan keluarga pasien yang menunggu merasa bahwa waktu berjalan dengan lambat.
Singkat kata, setiap orang memiliki perasaan yang berbeda terhadap cepat atau lambatnya waktu berlalu. Kondisi kehidupan yang berbeda membuat orang memiliki perasaan yang berbeda terhadap waktu. Intinya, waktu dapat mendukung segala pencapaian.
Menyaksikan cinta kasih lewat telekonferensi
Melindungi Bumi dengan kepolosan dan kesederhanaan
Derita penyakit membuat waktu terasa berjalan lambat
Menggenggam setiap detik untuk menyelamatkan pasien
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 2 Oktober 2020