Ceramah Master Cheng Yen: Menyelamatkan Semua Makhluk yang Tak Terhingga
“Kondisi anak saya tidak baik. Tolong! Lihatlah anak saya. Seluruh tubuhnya basah. Dia tidak punya pakaian dan sepatu yang hangat. Perjalanan ini sangat melelahkan. Kondisi jalan dan cuaca sangat buruk dan berbahaya. Penantian untuk masuk ke wilayah perbatasan membuat semua orang sangat kelelahan. Kami tidak tahu apa yang harus dilakukan,” kata salah seorang pengungsi asal Suriah.
Akibat kondisi dan sanitasi lingkungan yang buruk, banyak pengungsi yang menderita gangguan saluran pernapasan, dermatitis, kudis, dan stres.
Dari berita, kita bisa mengetahui ada sekelompok pengungsi yang mengungsikan diri hingga ke wilayah perbatasan. Akan tetapi, di wilayah perbatasan itu telah dipasang tirai besi. Sekelompok besar pengungsi tertahan di luar tirai besi. Anak-anak menahan rasa lapar, merengek, menderita, menangis, dan lain-lain. Sementara itu, orang tua mereka terus memohon suaka. Di tengah hujan dan salju, mereka tertahan oleh tirai besi yang mencegah mereka masuk ke wilayah tujuan. Lihatlah, bukankah perjalanan hidup mereka sangat berbahaya dan sulit? Sungguh berbahaya dan sulit.
Dalam ceramah tadi pagi, saya sudah mengulas bahwa setiap orang datang sendiri ke dunia ini, tetapi bersama-sama menanggung karma kolektif. Dalam kehidupan ini, setiap niat keliru yang timbul memicu kita menciptakan banyak karma buruk. Lihatlah betapa ekstremnya kondisi iklim sekarang. Di seluruh dunia ini, kondisi iklim sungguh tidak selaras. Kita juga melihat konflik akibat ulah manusia. Apakah itu semua itu membawa penderitaan? Ya. Saat terjadi pergolakan di suatu negara, kehidupan keluarga akan tercerai-berai. Contohnya Suriah. Meski kehidupan warga di wilayah utara Suriah lebih baik, tetapi mereka juga terpaksa mengungsi. Ada pula seorang dokter yang mengungsi ke negara lain dan kini dia hanya dapat bekerja sebagai pencuci piring di sebuah hotel.
Kehidupan ini sungguh tidak kekal. Meski terlahir di negara makmur, itu bukan berarti kita akan selamanya hidup berada dan tenteram. Belum tentu. Sejak pergolakan terjadi, selain orang berada yang berusaha mengungsi, para petani kurang mampu di wilayah selatan juga berusaha mengungsi ke Yordania. Karena itu, insan Tzu Chi di Yordania terus mencurahkan perhatian. Contohnya Bapak Ahmad Jumami ini. Saat dalam perjalanan mengungsi, tulang pinggulnya retak akibat tertembak. Meski dirawat di rumah sakit, tetapi dia tak memiliki uang untuk menjalani operasi.
Setelah mengetahui hal ini, relawan Tzu Chi segera menjenguknya guna memahami kondisinya. Istrinya adalah orang Pakistan. Karena itu, istrinya tak diizinkan untuk memasuki Yordania. Meski berhasil keluar dari Suriah, tetapi dia terluka. Selain tubuhnya yang terluka, hatinya juga terus memikirkan istri dan anaknya di Suriah. Kini satu-satunya harapannya adalah ingin pulang ke rumah. Karena itu, insan Tzu Chi berkomunikasi dengan pihak rumah sakit guna membantunya membayar biaya operasi untuk penggantian pinggul buatan. Selain itu, relawan Tzu Chi juga pergi ke apotek untuk membeli obat terbaik dan antibiotik untuknya agar sang dokter dapat menggunakannya untuk mengobatinya. Setelah terbaring di ranjang sekitar 1 tahun, akhirnya dia dapat turun dari ranjang. Setelah itu, relawan Tzu Chi membantunya pulang ke rumah. Kini dia sudah pulang ke rumah.
Namun, setelah pulang, apakah mereka dapat hidup aman dan tenteram? Hingga kini perang saudara di Suriah masih terus berlangsung. Bagi orang-orang di Suriah, masa depan mereka sangat kelam. Bagi warga yang sudah mengungsi dengan susah payah, meski kehidupan di luar sangat menderita, mereka tetap tidak akan kembali ke negara mereka yang sedang dilanda pergolakan dan tidak aman. Meski cuaca sangat dingin, mereka tetap berharap dapat terus melangkah maju untuk mencapai tempat tujuan. Mereka sungguh menderita. Kehidupan di dunia ini penuh dengan penderitaan. Ini semua merupakan buah dari karma buruk kolektif. Kita juga melihat negara lain yang pernah menerima bantuan dari Tzu Chi.
Desa Tzu Chi
Pada tahun 2008, Myanmar mengalami kerusakan parah akibat bencana. Pascabencana, relawan Tzu Chi tak henti-hentinya memberi bantuan. Relawan Tzu Chi Malaysia juga pergi ke Myanmar untuk memberikan pendampingan jangka panjang, dan ini telah membangkitkan cinta kasih warga setempat. Setiap kali, sebelum memasak nasi, beberapa warga akan menyisihkan segenggam beras ke dalam guci. Sejak saat itulah, kita sering berbagi tentang “segenggam beras” yang dapat membantu orang yang membutuhkan. Dengan kekuatan cinta kasih seperti ini, setiap orang saling membantu. Bapak U Thein Tun adalah teladan bagi kita. Setiap kali akan memasak nasi untuk anggota keluarganya yang berjumlah 4 orang, dia akan menyisihkan segenggam beras ke dalam guci plastik guna membantu orang lain yang membutuhkan. Selama bertahun-tahun, dia terus melakukan hal ini dan membina cinta kasihnya. Setelah menerima bantuan bibit padi dari Tzu Chi, dia bercocok tanam dengan sepenuh hati. Rumahnya yang dahulu sangat bobrok, kini sudah dibangun menjadi sangat indah. Bapak U Thein Tun juga telah mengikuti pelatihan relawan. Dia sering berbagi pengalamannya demi membimbing warga di desanya. Setelah terinspirasi, kepala desa mengganti nama desa itu menjadi “Desa Tzu Chi”.
Selain itu, rumah Bapak U Thein Tun kini menjadi tempat pertemuan relawan. Dia berharap setiap warga desa dapat meneladani semangatnya dalam bersumbangsih. “Kita harus mewariskan berkah ini. Petani di tempat ini dapat membantu petani di tempat lain. Saat setiap orang saling menyemangati dan membantu, maka kekuatan yang tercipta akan semakin besar. Demi membalas budi Yayasan Tzu Chi dari Taiwan, saya berharap setiap warga desa dapat ikut berdonasi semampunya. Mari kita bersama-sama mengembangkan cinta kasih. Saya juga ingin berdonasi beras. Saya ingin berusaha untuk berbuat kebaikan,” kata U Thein Tun.
Dimulai dari menginspirasi sebuah keluarga, kita berharap dapat menginspirasi sebuah desa, sebuah kecamatan, hingga sebuah kabupaten. Dimulai dari gerakan-gerakan kecil, kita menginspirasi banyak orang untuk menyucikan hati manusia dan mewujudkan masyarakat yang harmonis. Dengan begitu, kehidupan akan aman dan tenteram. Saat kehidupan di masyarakat damai maka dunia juga akan aman dan tenteram. Saat kehidupan di dunia selaras maka empat unsur alam juga akan selaras.
Tidak tega melihat keluarga para pengungsi yang tercerai-berai
Para pengungsi merasakan penderitaan dan ketidakkekalan hidup
Senantiasa menjadi orang yang dapat membantu sesama
Menyelamatkan semua makhluk yang tak terhingga
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 5 November 2015