Ceramah Master Cheng Yen: Menyelaraskan Pikiran Agar Bebas Rintangan
Lihatlah bagaimana topan Haiyan mendatangkan jalinan jodoh bagi kita untuk menjangkau Ormoc dan Tacloban. Saat itu, insan Tzu Chi Filipina mendedikasikan diri tanpa pamrih untuk membangkitkan semangat warga setempat dan membawa kesejahteraan bagi mereka. Kisah yang menyentuh sungguh banyak. Kita hendaknya berbagi dengan orang lain tentang apa yang telah Tzu Chi lakukan dan bersungguh-sungguh menulis sejarah tersebut.
Saya sering berkata bahwa kapan dan di mana pun terjadi badai, banjir, ataupun kebakaran, insan Tzu Chi selalu menjangkau lokasi bencana. Meski para korban bencana tidak memiliki hubungan apa pun dengan kita, tetapi di Tzu Chi, kita berpegang pada semangat Buddha, yaitu mengasihi tanpa memandang jalinan jodoh.
Dengan cinta kasih dan welas asih agung, kita bisa menjangkau orang-orang yang tidak memiliki hubungan apa pun dengan kita. Saat ada orang yang dilanda penderitaan, kita berinisiatif untuk bersumbangsih. Dengan perasaan senasib dan sepenanggungan, kita bisa merasakan penderitaan orang lain. Saat orang lain menderita atau terluka, kita bisa turut merasakannya dan merasa tidak tega. Berhubung dapat turut merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain, kita merasa tidak tega. Melihat penderitaan orang lain, kita merasa tidak tega sehingga cinta kasih dan welas asih agung kita terbangkitkan.
Saya berharap insan Tzu Chi Filipina yang telah berpartisipasi dalam penyaluran bantuan pascatopan Haiyan dapat menghargai jalinan jodoh yang menyatukan kalian untuk bersumbangsih.
Buddha mengajarkan praktik Bodhisatwa, termasuk Enam Paramita. Yang pertama dari Enam Paramita ialah berdana. Selain berdana, kita juga harus menaati sila dan bersabar. Sungguh, seorang diri lebih sederhana dan terjun ke tengah masyarakat lebih rumit. Namun, masyarakat yang rumit merupakan ladang pelatihan Bodhisatwa. Kita harus membina kebijaksanaan di tengah masyarakat yang rumit. Jadi, kebijaksanaan dibina di tengah masyarakat dan berkah dibina di tengah orang-orang yang menderita. Di tengah orang-orang yang menderita, kita membina berkah. Di tengah masyarakat, kita membina kebijaksanaan.
Sebagai Bodhisatwa dunia, kita harus berdana, menaati sila, dan bersabar, baru bisa disebut tekun melatih diri. Jika kita tekun melatih diri, barulah kita bisa melatih konsentrasi yang biasanya disebut samadhi. Dengan samadhi, kita bisa membina pikiran benar. Dengan hati yang senantiasa tenang, kita bisa merenungkan perbuatan kita benar atau salah. Jika sesuatu itu benar maka lakukan saja tanpa penyesalan.
Saya membimbing kalian menapaki Jalan Tzu Chi. Kalian bisa menapaki jalan ini dengan tenang tanpa penyesalan. Apa nilai kehidupan kita? Kehidupan kita mungkin tidak bernilai karena begitu ketidakkekalan datang, tubuh kita akan membusuk dengan cepat. Jadi, tubuh ini tidaklah bersih. Namun, tubuh kita bisa sangat bernilai jika kita memanfaatkannya untuk menjadi penyelamat dalam hidup orang lain. Demikianlah kita mengembangkan nilai kehidupan setelah bergabung dengan Tzu Chi.
Saya berharap Bodhisattva sekalian dapat membawa cara membina berkah dan kebijaksanaan ke Filipina. Semua orang hendaknya saling bersyukur atas dukungan orang lain. Semua orang hendaknya berpikir demikian dan bersyukur satu sama lain.
Setelah 20 tahun lebih, insan Tzu Chi Filipina tetap bersumbangsih bagi masyarakat. Kita harus membuka pintu lebih lebar dan meratakan jalan bagi orang-orang. Jika pikiran semua orang selaras, mereka dapat menapaki Jalan Bodhisattva tanpa rintangan dan turut bergotong royong untuk memperluas Jalan Bodhisattva agar setiap orang dapat mengenal Tzu Chi.
Kalian bisa berbagi tentang Tzu Chi dari kegiatan di komunitas sekitar kalian hingga luar negeri serta apa yang kita lakukan sekarang. Kini kita sedang menyalurkan bantuan bencana di Afrika Timur. Filipina juga sering dilanda bencana alam. Kalian selalu bergerak dengan cepat untuk memberikan bantuan. Untuk itu, saya sangat tersentuh. Akibat ketidakkekalan dan kondisi iklim yang tidak bersahabat, banyak orang yang terkena dampak bencana. Kalian bisa berbagi dengan orang-orang bagaimana Tzu Chi menolong para korban bencana yang menderita.
Dengan menunjukkan penderitaan pada orang-orang, semua orang bisa turut mengerahkan kekuatan untuk bersumbangsih. Kita menunjukkan penderitaan agar orang-orang bisa menyadari berkah. Ini bukan demi menggalang dana, melainkan demi menggalang hati dan membimbing mereka menyadari berkah setelah melihat penderitaan.
Dengan menyumbangkan 100 (sekitar 28 ribu rupiah), 50, ataupun 10 peso Filipina, kalian bisa menginspirasi cinta kasih orang lain, bagai setetes air atau sebutir pasir yang bisa menimbulkan riak-riak air. Demikianlah kita membuat orang-orang menyadari berkah dan memahami Tzu Chi. Yang terpenting ialah membuat orang-orang memahami Tzu Chi.
Selain itu, kita juga harus menginspirasi orang-orang untuk bergabung dengan Tzu Chi. Inilah yang disebut menggalang hati. Kita menggalang hati dan menunjukkan keindahan Tzu Chi. Di mana mereka bisa melihat keindahan Tzu Chi? Dalam ketulusan insan Tzu Chi.
Kita menjalankan misi Tzu Chi tanpa menerima gaji. Kita semua adalah relawan. Setiap relawan berkata bahwa mereka akan menggenggam waktu untuk menjalankan misi Tzu Chi dengan baik. Untuk menjalankan misi Tzu Chi, kekuatan satu orang tidak cukup karena satu orang hanya punya dua tangan. Untuk membawa manfaat bagi masyarakat dan dunia, dibutuhkan kekuatan banyak orang. Dengan uluran tangan banyak orang, kita baru bisa melakukan kebajikan dan menyelamatkan semua makhluk yang menderita di dunia ini.
Tidak tega melihat semua makhluk menderita
Mempraktikkan Enam Paramita dengan cinta kasih,
welas asih, dan keberanian
Kekuatan satu orang terbatas
Mengajak insan yang bajik menghimpun berkah bersama
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 Juli
2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV
Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie,
Marlina
Ditayangkan tanggal 27 Juli 2019