Ceramah Master Cheng Yen: Menyerap Dharma dan Melakukan Praktik Nyata
Setelah mendengar Dharma, kita hendaknya dapat mempraktikkannya dari kehidupan ke kehidupan. Inilah tujuan dari mendengar Dharma.
Dahulu, di dalam batin kita terdapat ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Setelah mendengar Dharma dan menyerapnya ke dalam hati, kita menghapus semua noda batin. Kini, dengan menyerap Dharma ke dalam hati, kita membina hati yang tulus dan tanpa pamrih. Dengan adanya ketulusan dan Dharma di dalam hati, maka setiap niat yang timbul adalah niat untuk membawa manfaat bagi masyarakat. Inilah yang disebut menapaki Jalan Bodhisatwa.
Ada banyak orang yang mendengar Dharma, tetapi begitu meninggalkan ladang pelatihan, mereka tetap membangkitkan noda batin. Mereka menyucikan hati mereka saat mendengar Dharma, tetapi usai mendengar Dharma, mereka kembali membangkitkan noda batin, kegelapan batin, dan rasa dendam. Sulit untuk mengubah kondisi ini.
Mengenai wabah COVID-19 yang merebak belakangan ini, saya terus berkata bahwa sulit untuk mendeskripsikannya dengan kata-kata karena ia tidak terlihat. Bagaimana kita mendeskripsikan sesuatu yang tidak terlihat? Meski bisa mendeskripsikannya, kita juga belum bisa mengobatinya.
Saya sering berkata bahwa obat mujarab untuk pandemi ini hanyalah pola makan vegetaris. Ada orang yang berkata, “Saya sudah berbuat baik.” Meski telah menciptakan berkah dengan berbuat baik, tetapi mereka tidak mengubah pola makan mereka. Jika manusia tetap mengonsumsi daging, maka hewan-hewan yang dikonsumsi akan dipenuhi rasa benci serta keinginan untuk membalas dendam. Semua ini merupakan hukum karma.
Saat orang yang mengonsumsi daging memperbaiki diri, barulah hewan-hewan yang disembelih akan memaafkan mereka. Setelah mereka memperbaiki diri dan berbuat baik hingga dipenuhi energi positif, barulah hewan-hewan akan memaafkan mereka. Inilah yang disebut mengikis karma buruk. Jika mereka berbuat baik, tetapi tidak memperbaiki tabiat buruk dan tetap mengonsumsi daging, hewan yang disembelih akan semakin banyak. Semakin banyak hewan yang disembelih, semakin besar kekuatan karma buruk yang terbentuk. Jika orang-orang tidak berubah, akumulasi kekuatan karma buruk akan membentuk karma buruk kolektif. Karma buruk setiap orang terus terakumulasi menjadi karma buruk kolektif semua makhluk.
Banyak orang yang hanya mendengar Dharma dan berbuat baik, tetapi tidak memperbaiki pola hidup mereka. Apakah itu berguna? Mereka hanya memupuk berkah, tetapi tidak memiliki kebijaksanaan untuk mengikis karma buruk diri sendiri. Untuk mengikis karma buruk, dibutuhkan kebijaksanaan.
Buddha membabarkan Dharma bagi kita, tetapi kita harus mengikis karma buruk sendiri. Dengan memperbaiki pola hidup, barulah kita bisa mengikis karma buruk.
Belakangan ini, saya sering berkata bahwa obat mujarab bagi pandemi kali ini ialah ketulusan. Cara terbaik untuk menunjukkan ketulusan ialah dengan bervegetaris. Jadi, kita harus paham tentang karma buruk kolektif semua makhluk. Adakah cara untuk mengikis karma buruk? Itu bergantung pada hati dan pikiran kita.
Kita harus memiliki hati yang tulus, lapang, dan tanpa pamrih. Untuk itu, kita harus menghapus noda dan kegelapan batin. Untuk melatih diri, kita harus memiliki kekuatan ikrar. Kekuatan ikrar apa yang harus kita miliki? Kekuatan ikrar yang murni.
Kita harus menjalankan ikrar dengan hati yang murni, tulus, dan tanpa pamrih. Bagaimana kita memasuki lautan pahala? Lewat keyakinan.
Untuk melakukan banyak hal yang bermanfaat bagi masyarakat, kita harus melatih ke dalam diri terlebih dahulu. Jika tidak, bagaimana kita bisa terjun ke masyarakat untuk bersumbangsih? Untuk bersumbangsih di tengah masyarakat, kita harus melatih ke dalam diri dan meyakini ajaran Buddha. Dengan hati yang tulus, saya mempelajari ajaran Buddha dan berbagi dengan semua orang. Kalian juga hendaknya meyakini ajaran saya.
Sebagai insan Tzu Chi, kita berpegang pada ajaran Jing Si dan mazhab Tzu Chi. Ajaran Jing Si dilandasi oleh semangat dan filosofi yang sangat murni. Bagaimana dengan mazhab Tzu Chi?
Kita membuka pintu dan menapaki Jalan Bodhisatwa untuk bersumbangsih di tengah masyarakat. Tanpa adanya keyakinan, bagaimana kita terjun ke masyarakat dan memupuk pahala?
Kita harus bersumbangsih di tengah masyarakat dengan hati yang murni. Tanpa keyakinan, kita tidak bisa bersumbangsih di tengah masyarakat. Dengan bersumbangsih di tengah masyarakat, kita bisa menciptakan berkah bagi dunia dan menciptakan pahala yang tak terhingga. Selain bersumbangsih tanpa pamrih, kita juga harus bersyukur. Dengan bersumbangsih tanpa pamrih, barulah hati kita akan lapang. Dengan menuju arah yang benar dan memupuk pahala, kita akan memiliki cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin agung.
Agar bisa memiliki cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin agung, kita harus memiliki keyakinan dan ikrar serta melakukan praktik nyata. Di manakah kita bisa melakukan praktik nyata? Jalan Bodhi.
Ini merupakan jalan menuju pencerahan. Jalan ini merupakan jalan yang harus kita tapaki. Setiap hari, kita harus tekun, bersemangat, dan bersungguh-sungguh menapakinya selangkah demi selangkah.
Tekun
mendengar Dharma dan menyerapnya ke dalam hati
Tulus
bervegetaris dan menghapus kegelapan batin
Memasuki
lautan pahala lewat keyakinan
Memperbaiki tabiat buruk dan melakukan
praktik nyata
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 04 Juli 2020