Ceramah Master Cheng Yen: Menyucikan Hati dan Menerangi Dunia

Upacara pemandian rupang Buddha tahun ini diadakan saat banyak negara menerapkan pembatasan mobilitas, penutupan sarana transportasi, atau pembatasan sosial. Karena itu, diperlukan usaha dan pikiran ekstra untuk mencari cara agar orang-orang tetap dapat mengikutinya dengan tulus. Terlebih lagi, tahun ini kita harus lebih tulus.

Dalam menghadapi wabah kali ini, semua orang harus meningkatkan cinta kasih untuk melindungi kehidupan. Kita menyayangi kehidupan manusia. Karena itu, kita harus menjaga jarak fisik dan menaati aturan agar setiap orang tetap sehat. Namun, selain menyayangi nyawa manusia, kita juga harus melindungi semua makhluk.

Semua makhluk hidup memiliki nyawa. Hewan juga memiliki nyawa. Kita juga harus mengasihi hewan. Artinya, kita tidak boleh membunuh hewan. Karena itu, kita harus terus menyosialisasikan pola hidup vegetaris.

Buddha memang mengajarkan kepada kita bahwa semua makhluk memiliki hakikat kebuddhaan. Hanya saja, akibat berbagai tabiat buruk, manusia sulit untuk mengubah pola hidup. Manusia merasa sulit untuk mengubah pola makan. Namun, dalam masa wabah kali ini, banyak orang mulai sedikit sadar.


Kita melihat di belahan Bumi yang lain, sekelompok relawan berjalan kaki beberapa jam untuk datang ke kantor Tzu Chi setempat. Mereka beristirahat sebentar, lalu pada pukul satu atau dua dini hari waktu setempat, mereka mengikuti upacara Waisak dalam jaringan yang diadakan pada pukul tujuh pagi waktu Taiwan.

Begitu pula di Yordania, waktu setempat ialah pukul satu atau dua dini hari. Meski terpaut perbedaan waktu siang dan malam, para relawan tetap mengikuti upacara itu. Saya sangat tersentuh melihatnya.

Selain itu, di Ormoc, Filipina, relawan mengadakan pemandian rupang Buddha keliling. Mereka mengajukan izin kepada pemerintah untuk menggunakan tiga buah becak untuk mengangkut altar. Di Perumahan Cinta Kasih Ormoc terdapat lebih dari 1.500 keluarga. Altar bergerak itu mendatangi setiap rumah agar warga bisa menjalankan prosesi pemandian rupang Buddha dengan tulus. Pemandangan itu sangat menyentuh. Yang lebih menyentuh, kerbau yang mengikuti ritual namaskara tahun lalu juga masih ada.

Ada kisah menyentuh di balik kerbau itu. Suatu hari, kerbau itu sedang dalam perjalanan untuk disembelih. Relawan kita, Alfredo Li, mengetahuinya. Beliau lalu membeli kerbau itu untuk dirawat oleh seorang warga Perumahan Cinta Kasih. Sebagai ungkapan terima kasih kepada Tzu Chi, warga ini mendidik kerbau itu dengan baik. Jadi, tahun lalu, warga itu ingin mengikuti ritual namaskara, juga ingin membawa dua tandan pisang. Kerbau itulah yang membawa pisangnya. Saat tuannya mengikuti ritual namaskara, kerbau itu juga ikut bersujud. Oleh karena itu, tahun ini para relawan juga mengarahkan altar bergerak tadi ke ladang milik warga ini agar dia dan kerbaunya dapat menjalankan prosesi pemandian rupang Buddha.


Singkat kata, manusia dan hewan sama-sama bernyawa. Bayangkan, saat kita mengasihi hewan, hewan seperti kerbau itu juga bisa membalas budi. Inilah cinta kasih. Inilah kesetaraan semua makhluk yang dikatakan dalam ajaran Buddha. Hanya saja, manusia ada yang kaya dan miskin.

Artinya, ada orang yang hidup dalam kekayaan, ada juga orang yang hidup dalam kemiskinan. Meski seseorang memiliki banyak uang, tetapi adakalanya dia tetap menderita karena tamak dan selamanya tidak pernah merasa puas. Inilah orang yang miskin batinnya meski kaya materi.

Sebaliknya, orang yang miskin materi juga bisa kaya batinnya. Batin yang kaya ini sangatlah berharga. Meski kehidupan mereka tidak kaya materi, tetapi batin mereka tetap tenang dan kaya. Ini adalah hal yang mengharukan.

Kita melihat pada upacara pemandian rupang Buddha kali ini, altar Buddha menghampiri setiap rumah sehingga setiap keluarga dapat menjalankan prosesi pemandian rupang Buddha dengan tulus dan penuh rasa hormat. Sebagian relawan adalah warga setempat. Mereka saling mengasihi dan tetap menaati aturan. Meski tetap menjaga jarak fisik, para relawan tetap mengantarkan cinta kasih dari rumah ke rumah.


Melihat segala yang para relawan lakukan serta kisah kerbau tadi, kita dapat memahami bahwa perumahan itu telah menjadi perumahan Tzu Chi teladan yang penuh keharmonisan dan cinta kasih. Saya sangat terharu.

Begitu pula insan Tzu Chi di Malaysia. Selama berhari-hari, mereka terus melakukan sosialisasi dengan sepenuh hati. Baik dalam sosialisasi pencegahan wabah maupun sosialisasi upacara Waisak, mereka sangat bersungguh hati. Meski tak dapat berkumpul bersama, mereka tetap tulus dalam menginspirasi orang-orang untuk meningkatkan cinta kasih.

Banyak kisah yang juga sangat menyentuh dan tidak habis diceritakan. Saya berharap kita dapat menyebarkan kebenaran setiap saat. Inilah tujuan Buddha Sakyamuni datang ke dunia ini, yaitu untuk membimbing kita. Ajaran Buddha tak lepas dari kehidupan sehari-hari. Jadi, kita harus menggunakan hati yang tulus untuk menerima ajaran Buddha. Terima kasih atas himpunan cinta kasih para relawan. Semoga setiap hari, setiap orang dapat memandikan Buddha di dalam hati masing-masing. Buddha ada di dalam hati setiap orang. Buddha di dalam hati ini harus senantiasa bersih dari noda agar dapat bersinar dan menampakkan kekuatan. Semua orang dapat melakukan hal ini.

Pembatasan mobilitas di berbagai negara belum dibatalkan
Mengerahkan daya pikir demi Upacara Pemandian Rupang Buddha
Menyebarkan kebenaran setiap saat
Menyucikan hati dan menerangi dunia

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 12 Mei 2020     
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 14 Mei 2020     

Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -