Ceramah Master Cheng Yen: Menyucikan Hati demi Ketenteraman Dunia
Setiap hari, saya memandang ke seluruh dunia. Setiap hari, hati saya ikut merasa tidak tenang melihat ketidaktenteraman di seluruh dunia. Kemarin, mendengar saya mengulas tentang hujan deras di Sri Lanka, insan Tzu Chi di Singapura sangat memperhatikan hal ini. Berhubung Sri Lanka lebih dekat dengan Singapura, insan Tzu Chi Singapura dengan penuh perhatian menghubungi relawan setempat.
Kemarin, saya melihat selembar foto di mana air sudah hampir mencapai puncak tiang listrik. Saat melewatinya dengan rakit, relawan kita harus membungkukkan badan dan sangat berhati-hati. Untuk memasuki lokasi yang terkena dampak bencana parah, mereka harus menunggu hingga jalan aman untuk dilalui.
Saya terus berpesan pada mereka untuk mencari tahu kondisi bencana agar kita dapat mempersiapkan barang bantuan. Tadi malam, saya menerima kabar bahwa setelah jalan bisa dilalui dan hujan berhenti, insan Tzu Chi dari Kolombo dan Singapura mulai mengantarkan makanan kepada para korban bencana.
Melihat relawan kita mengantarkan makanan hangat, warga setempat sangat tersentuh dan bersyukur. Mereka berkata bahwa mereka sudah berhari-hari tidak makan. Menerima makanan yang kita antarkan, mereka sangat tersentuh. Sungguh, saya sangat bersyukur.
Dengan
kecanggihan teknologi zaman sekarang, saya bisa mencurahkan perhatian dari
Taiwan dan relawan yang berada di dekat lokasi bisa memberikan bantuan. Saat
makanan sampai ke tangan korban bencana, mereka sangat gembira karena sudah
berhari-hari tidak makan. Kali ini, berkat kesungguhan hati relawan kita, para
korban bencana bisa mendapatkan makanan. Sungguh, kita membutuhkan makanan
untuk bertahan hidup.
Para korban bencana membutuhkan makanan untuk bertahan hidup, sedangkan kita yang bersumbangsih membutuhkan santapan spiritual untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan kita. Seperti yang saya katakan dalam ceramah pagi, kita harus menyerap Dharma ke dalam hati. Setelah menyerapnya ke dalam hati, kita baru bisa mempraktikkannya dalam keseharian. Dengan demikian, kita baru bisa perlahan-lahan melenyapkan noda batin dan tabiat buruk kita.
Ada banyak noda batin yang ditimbulkan oleh batin kita sendiri, bukan ditimbulkan oleh orang lain. Jika kita tidak bisa melenyapkan kegelapan batin dan mengubah tabiat buruk kita, maka akan timbul semakin banyak noda batin dan penderitaan. Jika kita membiarkan noda batin bertumbuh di dalam ladang batin kita, maka noda batin akan menguasai pikiran kita.
Pikiran kita juga bagaikan alam semesta. Alam semesta ini adalah makrokosmos, sedangkan tubuh dan pikiran setiap manusia adalah mikrokosmos. Pikiran kita mengandung segala prinsip kebenaran seperti prinsip kebenaran yang terkandung dalam segala sesuatu di alam semesta ini. Pikiran manusia juga bisa tidak selaras seperti empat unsur alam. Unsur angin, air, dan tanah yang tidak selaras bisa mendatangkan bencana. Saat pikiran manusia tidak selaras, akan timbul noda dan kegelapan batin.
Dalam pelatihan
diri, kita membutuhkan Dharma sebagai santapan spiritual untuk menumbuhkan jiwa
kebijaksanaan kita. Kita sangat membutuhkan Dharma. Kita bisa melihat selama
bertahun-tahun, relawan kita terus bersumbangsih tanpa pamrih. Meski
bersumbangsih tanpa pamrih, tetapi saat melihat orang lain tertolong, relawan
kita merasa sangat gembira. Inilah yang disebut sukacita dalam Dharma.
Kita juga melihat Tzu Chi Amerika Serikat menerima sebuah penghargaan menerima sebuah penghargaan dari sebuah organisasi Katolik. “Yayasan Tzu Chi memiliki empat misi, yakni misi amal, kesehatan, pendidikan, dan budaya humanis. Saat kami memberikan bantuan di komunitas, kalian datang untuk membantu, contohnya saat kami membagikan kaus kaki dan selimut kepada warga kurang mampu pada Hari Pengucapan Syukur tahun lalu. Saya berharap kita bisa meneruskan hubungan kerja sama kita,” ungkap David R. Fields, Direktur Eksekutif Society of Saint Vincent de Paul.
“Selama ini, Tzu Chi sering bekerja sama dengan organisasi Katolik. Contohnya dalam penyaluran bantuan bencana internasional atau pembangunan kembali setelah memberikan bantuan darurat, atau pembangunan kembali seperti di Haiti, Ekuador, dan berbagai negara lainnya. Perlahan-lahan, Tzu Chi membina hubungan yang baik dengan mereka,” tutur Huang Han-kui, Ketua Pelaksana Tzu Chi AS.
Penghargaan ini sebagai wujud pengakuan atas sumbangsih insan Tzu Chi selama ini yang tidak membeda-bedakan agama. Seperti inilah kita menjalankan misi amal kita.
Saya pernah mengumpamakan membuat bacang dengan cara Tzu Chi memanfaatkan sumber daya masyarakat. Kita menghimpun kekuatan masyarakat seperti menyatukan beras saat akan membuat bacang. Para anggota komite, Tzu Cheng, dan relawan di komunitas harus seperti daun bambu. Daun bambu harus dilap dan dicuci hingga bersih, lalu direndam dalam air panas, seperti relawan kita yang menjalani pelatihan agar bisa dengan lembut merangkul semua orang. Untuk membungkus bacang, kita membutuhkan tali pengikat. Setiap sudut bacang dibentuk dengan sepenuh hati, lalu diikat dengan tali-tali yang sudah digabung menjadi satu ikat.
Kita bisa melihat relawan kita terlebih dahulu menyiapkan seikat demi seikat tali. Lalu, mereka menggunakan tali-tali itu untuk mengikat bacang. Setiap orang harus mengemban tanggung jawab untuk menyatukan kekuatan masyarakat dan memanfaatkan sumber daya untuk bersumbangsih.
Pada tanggal 2 dan 3 Juni, kita akan mengadakan konser amal dan acara doa di Taichung. Kita berharap dunia bisa aman dan tenteram. Acara ini bertujuan untuk menolong para pengungsi di berbagai negara. Semua orang pasti mengetahuinya karena saya terus mengulas tentang hal ini. Untuk menggalang cinta kasih masyarakat, kita harus menjelaskan kepada orang-orang apa yang ingin kita lakukan. Jadi, selain berdoa dan menciptakan berkah, kita juga menyucikan hati manusia.
Kini, para relawan di wilayah tengah Taiwan tengah melakukan persiapan. Kita juga melihat di berbagai RS kita, para kepala RS memimpin para staf RS membuat bacang untuk berterima kasih atas sumbangsih para relawan rumah sakit. Lihatlah, para dokter kita menggunakan jarum dan benang untuk membuat kerajinan tangan guna mengungkapkan rasa terima kasih mereka kepada para relawan kita.
Mahasiswa-mahasiswi Universitas Sains dan Teknologi Tzu Chi serta Universitas Tzu Chi juga mencurahkan perhatian kepada para lansia dalam rangka Festival Perahu Naga dengan membantu mereka membuat kerajinan tangan. Saat para lansia itu tidak bisa memasukkan benang ke dalam lubang jarum, anak-anak kita bisa membantu mereka melakukannya. Anak-anak kita juga bisa mempelajari keterampilan dari para lansia itu. Suasana saling bersyukur seperti ini sungguh penuh kehangatan.
Bacang yang terbuat dari beras akan habis dimakan, tetapi bacang kerajinan tangan yang mereka buat bisa bertahan sangat lama. Yang lebih penting, anak-anak muda dapat mendekatkan diri dengan para lansia dan berinteraksi dengan harmonis. Saya sangat tersentuh.
Menerjang bahaya untuk melakukan survei dan mengantarkan makanan hangat
Menyerap Dharma ke dalam hati untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan
Tzu Chi mendapat penghargaan sebagai organisasi yang tidak
membeda-bedakan agama
Menciptakan berkah dan
menjalin kasih sayang dalam rangka Festival Perahu Naga
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 30 Mei 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 1 Juni 2017
Editor: Metta Wulandari