Ceramah Master Cheng Yen: Menyucikan Hati Manusia untuk Melenyapkan Kekeruhan Dunia

“Saya terus bertanya pada Tuhan, "Mengapa membiarkan kami mengalami bencana kebakaran?" Hingga sekelompok orang ini datang, saya baru mendapat jawabannya. Luka batin pun sepertinya terobati,” kata salah seorang korban bencana.

Kita harus mengembangkan cinta kasih dan welas asih. Ada begitu banyak orang yang mengalami bencana. Mereka tidak memiliki hubungan apa pun dengan kita. Namun, kita tidak tega melihat mereka dilanda bencana, maka berinisiatif untuk bersumbangsih tanpa pamrih dan penuh rasa syukur. Orang dengan batin yang damai seperti ini disebut Bodhisatwa dunia.


Bodhisatwa dunia tidak tega melihat makhluk hidup menderita. Jadi, mereka berinisiatif mendedikasikan diri untuk menolong orang yang menderita. Jadi, dengan adanya Bodhisatwa dunia, saat terjadi kondisi darurat di masyarakat, maka bantuan akan cepat dikerahkan sehingga kondisi dapat segera pulih. Itulah mengapa Bodhisatwa dibutuhkan. Namun, untuk mempraktikkan Jalan Bodhisatwa tidaklah mudah. Buddha mengatakan bahwa zaman ini disebut masa Lima Kekeruhan.

Dari Lima Kekeruhan ini, yang pertama adalah kekeruhan noda batin. Mengapa ada noda batin? Dalam interaksi antarsesama, manusia banyak menciptakan pertentangan yang membawa kerisauan dan noda batin. Noda batin membuat hati kita tidak bisa melihat dengan jelas arah yang benar dalam hidup kita. Semua itu disebut kekeruhan noda batin.


Berhubung kekeruhannya sangat tebal, manusia tak dapat melihat arah masa depan dengan jelas. Mengapa demikian? Karena kekeruhan pandangan. Pandangan adalah pemahaman. Pandangan setiap orang berbeda-beda. Setiap orang berkeras pada pandangannya. "Kamu memiliki pandangan sendiri, saya memiliki pandangan sendiri, dia memiliki pandangan sendiri, masing-masing memiliki pandangan yang berbeda." "Saya mempertahankan pandangan saya, kamu juga mempertahankan pandanganmu." Karena itu, akan terjadi perselisihan.

Berbagai pandangan menyimpang ini akan mempertebal kegelapan batin dan menciptakan banyak konflik serta bencana. Akibatnya, pencemaran semakin serius dan cuaca semakin ekstrem. Ketidakkekalan pun terjadi. Ini adalah akibat dari karma kolektif yang diciptakan oleh semua makhluk. Semua ini menjadi ancaman bagi kehidupan makhluk hidup. Ini disebut kekeruhan makhluk hidup. Kapan ini terjadi? Di masa seperti ini, disebut kekeruhan Kalpa.


Kekeruhan Kalpa ini terakumulasi dalam jangka waktu panjang. Bencana alam dan bencana akibat ulah manusia akan terus-menerus terjadi. Jika ada fenomena seperti ini, kita harus bagaimana? Satu-satunya cara adalah menyucikan hati manusia. Untuk itu, kita harus saling mengasihi dan menempatkan diri pada posisi orang lain. Bodhisatwa dunia tidak tega melihat makhluk hidup menderita dan berinisiatif mendedikasikan diri. Inilah cinta kasih.

Buddha mengajarkan bahwa kita harus bersumbangsih seperti Bodhisatwa. Bodhisatwa dunia bersumbangsih dengan penuh sukacita dan sungguh menyentuh orang. Kehidupan bagaikan mimpi. Buddha mengajarkan bahwa hidup kita di dunia sangatlah singkat. Tzu Chi sudah melewati masa 52 tahun. Jika kita kembali melihat 52 tahun lalu, saat itu Tzu Chi tidak memiliki apa-apa, hanya ada sebersit niat untuk menolong orang. Mulai dari masa celengan bambu Tzu Chi berjalan hingga sekarang.


Bodhisatwa di luar negeri bersumbangsih di negara masing-masing dengan semangat Tzu Chi dan mengembangkan kekuatan Bodhisatwa setempat untuk menolong orang yang membutuhkan. Jadi, Dharma bukanlah rumpun bahasa. Dharma bisa tersebar ke seluruh dunia. Semangat dan filosofi ajaran Buddha bisa diterapkan di negara mana pun. Para relawan yang bersumbangsih di negara asing dengan penuh cinta kasih untuk membantu korban bencana juga menginspirasi warga setempat. Jadi, Tzu Chi membutuhkan kaum muda untuk terus mewariskan misi.

Seiring berjalannya waktu, orang-orang akan menjadi tua. Contohnya, 52 tahun yang lalu saya masih termasuk muda. Sekarang, semuanya sudah bisa melihatnya. Sekarang saya bukan hanya terus berpikir, melainkan tengah melakukan pewarisan. Setiap kali saya berkata kepada kaum muda, "Tahukah kalian?", "Saya ingin mengajari kalian", "Caranya seperti ini", Prinsipnya sama. Jadi, sekarang harus ada yang membimbing generasi-generasi berikutnya.


Masyarakat ini adalah milik kita bersama. Insan Tzu Chi adalah Bodhisatwa dunia. Insan Tzu Chi adalah Bodhisatwa dunia. Semangat Buddha dipelajari dari Sutra. Namun, Sutra adalah jalan yang harus dipraktikkan. Siapa yang membuka jalan ini? Insan Tzu Chi yang membuka jalan. Untuk membuka jalan di tengah medan yang penuh semak belukar dan rumput liar, kita harus berpegang pada Sutra. Buddha memberi kita petunjuk arah. Sutra adalah sebuah petunjuk dan kita mencari arah sesuai petunjuk itu.

Kita harus segera mempraktikkannya untuk membuka jalan di tengah medan yang penuh semak belukar dan rumput liar. Selanjutnya, jalan ini harus terus dibentangkan. Siapa yang membentangkannya? Para relawan di komunitas.

Singkat kata, bersumbangsih dengan cinta kasih barulah merupakan makna dan nilai hidup kita yang sesungguhnya. Saya berharap para Bodhisatwa muda kini bisa mewariskan semangat Tzu Chi. Mewariskan berarti para relawan senior tetap mendampingi dan memberi keteladanan semangat. Relawan muda harus segera mempelajarinya karena Tzu Chi perlu untuk terus diwariskan tanpa henti dari masa ke masa.

Bodhisatwa dunia menjangkau makhluk hidup yang menderita

Berpegang pada Sutra untuk membuka jalan

Menyucikan hati manusia untuk melenyapkan kekeruhan dunia

Bodhisatwa dunia mewariskan ajaran Jing Si

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 19 April 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 21 April 2018

Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -