Ceramah Master Cheng Yen: Menyucikan Pikiran dengan Dharma dan Welas Asih
Jika batin kita kekurangan air Dharma, ia bagaikan tanah yang kering. Jika tanah yang kering ini tidak mendapat air yang cukup untuk membasahinya, maka benih yang ditanam di dalamnya tidak dapat bertunas. Jadi, benih yang ditanam harus rutin disiram setiap hari.
Saat disirami air, tanah akan basah dan benih baru bisa bertunas. Karena itu, saya sering mengatakan bahwa begitu benih ditanam di tanah dan bertemu kondisi pendukung yang lengkap, benih itu akan bertumbuh menjadi pohon besar dan menghasilkan kembali benih yang tak terhingga jumlahnya.
Kita semua harus tahu bahwa kita juga merupakan sebutir benih. Jangan meremehkan diri sendiri ataupun menyapu benih kita sendiri. Ini sangat disayangkan. Kita harus sungguh-sungguh menabur benih.
Setiap huruf dalam Sutra adalah benih dari Dharma asalkan Anda bisa mengambil satu kalimat atau satu bait ke dalam batin Anda.
“Uang yang dimasukkan ke dalam celengan bambu akan digunakan untuk membantu orang-orang yang lebih menderita daripada kita. Saat ini, menyisihkan uang ke dalam celengan bambu berarti membantu diri sendiri untuk menanam berkah. Saat isi celengan berkah ini dituang untuk membantu orang lain, berkah akan terus bertumbuh,” kata Chen De-long relawan Tzu Chi.
“Saya mengambil celengan ini karena ingin berbuat baik. Terlebih lagi, saya sudah berumur. Saya hanya memasukkan uang semampu saya. Meski tidak benar-benar punya uang, saya bisa menyisihkan sedikit demi sedikit. Setelah penuh, celengan ini bisa membantu orang,” kata Le Thi Ut warga.
Setelah menerima Dharma, kita dapat memanfaatkannya. Inilah yang disebut Dharma meresap ke dalam hati. Dharma terus membasahi batin kita. Dharma akan perlahan-lahan mengairi batin kita tanpa henti dan tanpa suara. Dharma ini akan tersimpan di dalam hati kita dan terus bertumbuh. Dengan demikian, kita dapat memberi bimbingan kepada orang lain sesuai kondisi sehingga dipenuhi sukacita dalam Dharma.
Orang yang dibimbing bersukacita, kita sendiri juga dipenuhi sukacita dalam Dharma. Semuanya dipenuhi kebahagiaan dalam Dharma. Inilah yang kita dapat saat Dharma meresap ke dalam hati. Kita dapat berpadu dengan keajaiban jalan kebenaran. Tanpa terasa jalan kebenaran ini senantiasa berpadu dengan hati kita.
Jalan ini terus kita bentangkan dengan rata. Jalan ini juga telah terbuka. Jalan ini pun sangat menakjubkan. Tanpa melalui Jalan Bodhisatwa, kita akan tetap jauh dari kebuddhaan. Jadi, kita harus bersungguh hati menapaki Jalan Bodhisatwa.
Dunia ini penuh penderitaan. Kita yang hidup bagaikan di alam surga hendaknya menghargai berkah. Saat melihat banyaknya penderitaan, kita harus semakin memahami untuk menghargai dan kembali menciptakan berkah. Ambil Haiti sebagai contoh.
Meski Haiti berada jauh dari kita dan dibutuhkan perjalanan panjang untuk tiba di sana, relawan Tzu Chi di sana tetap bersumbangsih dan membagikan beras. Apa yang dibutuhkan, mereka persiapkan sepenuh hati. Mereka harus memastikan bahwa yang menerima adalah orang yang paling membutuhkan. Orang-orang yang menerima adalah yang paling membutuhkan sehingga yang tidak kebagian pun tidak protes. Meski yang tidak kebagian juga menderita, tetapi yang menerima adalah orang yang lebih menderita.
Beras itu memang terbatas. Jadi, orang-orang yang tak kebagian tetap ikhlas. "Meski tak kebagian, saya tetap turut berbahagia." Dengan demikian, pembagian beras berlangsung lancar.
Para relawan Tzu Chi di Haiti selalu mendampingi para warga di sana. Contohnya, Pastor Zucchi.
Sesungguhnya, beliau memiliki kesempatan untuk dipindahkan oleh otoritas Vatikan untuk melayani dalam posisi yang lebih tinggi, tetapi beliau memilih tetap berada di Haiti. Beliau ingin memikul misi Tzu Chi. Tanpa pikiran murni yang terus-menerus bebas dari nafsu keinginan dan ketamakan serta penuh cinta kasih dan niat baik yang murni, bagaimana mungkin beliau dapat melakukannya?
Inilah pikiran murni yang terus berlanjut. Dengan begitu, beliau dapat berfokus pada misinya, menyelami kebenaran, dan terus melayani di Haiti. Dengan adanya beliau di sana, banyak orang bisa terbimbing.
Ada pula seorang relawan yang diutus perusahaannya untuk membangun pembangkit listrik di Haiti. Demi Tzu Chi, dia juga rela tinggal di Haiti. Dengan himpunan kekuatan semua orang, kita dapat membantu lebih dari 10 ribu orang setiap hari. Ini sungguh patut disyukuri dan amat mengharukan.
Kini para relawan tengah membagikan beras. Mereka harus mendaki gunung untuk tiba di desa tempat pembagian bantuan diadakan.
“Di daerah ini, warga hidup dari pertanian. Mereka menanam buah-buahan dan sayuran. Kita membawa perhatian dan kepedulian kemari. Setiap karung beras menunjukkan cinta kasih dan perhatian kita kepada warga. Terlebih di masa pandemi kali ini, kehidupan mereka semakin sulit. Dengan adanya cinta kasih di hati, kita memberikan perhatian kita. Tanpa cinta kasih, hari ini kami tidak akan datang kemari,” kata Pastor Zucchi.
Kini, jumlah kasus positif COVID-19 di Haiti juga sangat tinggi. Banyak orang mengalami kelaparan. Jadi, para relawan mendaki gunung untuk tiba di desa itu. Daerah itu juga mengalami kekeringan. Tanah tanpa air juga tidak dapat ditanami. Orang-orang yang kekurangan semakin menderita. Jadi, dari Port-au-Prince, para relawan harus menempuh medan yang sulit untuk tiba di sana demi menyalurkan bantuan. Jika bukan Bodhisatwa, siapa yang bisa melakukannya?
Jadi, mereka patut kita hormati. Mereka sungguh luar biasa.
Menabur benih dan mengairi batin dengan air Dharma
Menciptakan berkah dari satu menjadi tak terhingga
Menyatu dengan kebenaran dan memberi ajaran sesuai kondisi
Menyucikan pikiran dengan welas asih dan mengembangkan cinta
kasih
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 01 Agustus 2020