Ceramah Master Cheng Yen: Merangkul dan Membimbing Semua Makhluk
Dunia ini penuh dengan ketidakberdayaan dan penderitaan. Para relawan kita bisa turut merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain. Mereka merasakan hal yang berbeda saat menjangkau lingkungan yang berbeda. Yang paling menyentuh adalah saat ada orang yang menderita dan hidup kekurangan, kita bisa melihat sekelompok relawan yang tidak takut menempuh medan yang sulit serta tidak takut menerjang angin dan salju yang dingin demi mengantarkan barang bantuan, baik dengan naik kendaraan umum maupun berjalan kaki.
Meski harus mengangkat barang bantuan yang berat, mereka rela melakukannya. Mereka sungguh merupakan Bodhisatwa dunia. Mereka memperlakukan para lansia di pegunungan terpencil seperti kerabat dan orang tua sendiri. Mereka bersiteguh dan bersungguh-sungguh mencari orang-orang yang dilanda penderitaan dan sangat membutuhkan bantuan.
Melihat orang-orang yang menderita, kita hendaknya bersyukur atas kondisi diri sendiri. Mereka hidup di lingkungan seperti itu. Manusia terlahir di dunia ini di luar kendali diri sendiri. Kita tidak bisa memilih tempat kita lahir. Bagaimana mereka menjalani hidup dari mereka kecil hingga kini lanjut usia?
Kita tidak tahu. Di pegunungan terpencil seperti itu, setiap orang memiliki kehidupan yang berbeda-beda. Mungkin ada yang anak-anaknya sudah sukses, tetapi berada jauh dari rumah. Mungkin ada pula yang hidup sebatang kara. Meski memiliki kehidupan yang berbeda-beda, tetapi semuanya mengalami penderitaan di luar kendali mereka. Siapa yang menyukai penderitaan?
Tidak ada. Namun, ada orang yang terlahir di lingkungan yang memprihatinkan. Ini merupakan hukum sebab akibat. Kondisi kita sekarang ditentukan oleh karma yang kita ciptakan di kehidupan lampau. Kita tidak membawa apa pun dari kehidupan lampau, kecuali benih karma. Mengapa para lansia itu terlahir di sana? Mengapa mereka tidak terlahir di dataran rendah, melainkan di pegunungan?
Jika kita bertanya sudah berapa lama mereka tinggal di sana, mereka mungkin akan menjawab bahwa mereka sudah berada di sana sejak lahir. Generasi sebelum mereka mungkin juga tinggal di sana. Buah karmalah yang mengondisikan mereka terlahir dan hidup menderita di sana. Ada yang mengalami penderitaan sedari lahir, ada pula yang mengalami penderitaan akibat bencana.
“Sebelumnya, curah hujan sangat tinggi. Sekarang tidak lagi. Hasil panen jagung juga menurun drastis tahun ini,” kata warga Kota Copan, Honduras.
“Kita bisa melihat anak-anak meninggal dunia karena kelaparan. Jadi, ini sungguh sangat ekstrem. Banyak orang yang mulai pindah,” ujar kepala bagian riset sebuah universitas di Guetamala.
“Ada sekitar 25–30 persen warga yang berimigrasi,” ucap Wali Kota Copan, Honduras.
Kita bisa melihat di perbatasan AS dan Meksiko, berkumpul semakin banyak pengungsi yang berasal dari berbagai wilayah. Di tengah cuaca yang dingin, mereka hidup di lingkungan berlumpur, bahkan ada yang tidak memiliki tenda untuk bernaung. Di tengah cuaca seperti ini, bagaimana mereka bertahan hidup?
Insan Tzu Chi dan berbagai organisasi nonpemerintah telah menjangkau mereka, dan berbagai organisasi nonpemerintah telah menjangkau mereka, tetapi tidak banyak yang bisa dilakukan. Demikianlah kehidupan manusia. Meski telah mendengar dan melihat kondisi mereka, kita tidak berdaya. Penderitaan mereka sungguh membuat orang tidak tega.
Saya sangat bersyukur kepada insan Tzu Chi karena mereka selalu mencari solusi untuk memperbaiki kondisi orang yang membutuhkan. Dengan begitu banyak orang yang membutuhkan, bantuan yang bisa kita berikan juga sangat terbatas. Karena itu, kita harus mengimbau orang-orang mengubah pola hidup. Asalkan setiap orang di dunia ini dapat hidup sederhana, maka ada banyak orang yang akan tertolong.
Belakangan ini, orang-orang telah sepaham dan sepakat tentang pentingnya kelestarian lingkungan. Kini, orang-orang hendaknya tersadarkan dan bertindak secara nyata untuk menjaga kelestarian lingkungan. tersadarkan dan bertindak secara nyata untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Namun, apakah orang-orang bisa menerimanya dan bertindak secara nyata? Melihat guyuran hujan deras yang menimbulkan banjir, siapa yang tidak sedih? Melihat longsor di pegunungan, siapa yang tidak sedih? Melihat longsor di pegunungan, siapa yang tidak sedih?
Terkadang,kita melihat hujan yang terus turun menimbulkan banjir di mana-mana. Orang yang terkena dampak banjir sungguh tidak sedikit. Selain itu, juga terjadi kebakaran. Setiap kali, kita bisa melihat kobaran api yang melahap hutan yang luas. Ini sungguh menakutkan. Di Amerika Serikat, para relawan terjun ke jalan untuk menggalang dana.
Ini bukan hanya demi menggalang dana. Yang terpenting, kita berharap orang-orang bisa mawas diri, berhati tulus, meningkatkan kewaspadaan, dan turut mengulurkan tangan. Sumbangsih kecil juga sangat berarti bagi orang-orang yang menderita. Yang terpenting adalah menginspirasi cinta kasih orang-orang. Tetes-tetes cinta kasih ini bagaikan embun yang manis.
Kita bisa melihat sekelompok relawan yang penuh welas asih. Meski cuaca sangat dingin, mereka bersedia berdiri di tepi jalan untuk membungkukkan badan dan mengajak orang-orang untuk mencurahkan cinta kasih. Jalan merupakan ladang pelatihan bagi Bodhisatwa. Menjangkau makhluk yang menderita adalah cara Bodhisatwa melatih diri. Demi melenyapkan penderitaan, mereka terjun ke tengah masyarakat.
Bagaimanapun reaksi orang lain, tekad relawan kita tetap teguh. Memiliki keteguhan tekad berarti tidak tergoyahkan oleh orang lain ataupun kondisi luar. Untuk berdiri di sana guna menggalang dana, relawan kita sungguh perlu melatih keteguhan tekad. Ini sungguh tidak mudah. Inilah yang disebut Bodhisatwa.
Terlahir di suatu tempat sesuai buah karma pengondisi
Warga di pegunungan terpencil mengalami penderitaan yang sulit diungkapkan
Mengantarkan kehangatan di musim dingin dan merangkul semua makhluk
Terjun ke tengah masyarakat untuk membimbing semua makhluk
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 26 Desember 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 28 Desember 2018
Editor: Stefanny Doddy