Ceramah Master Cheng Yen: Mewariskan Ajaran Jing Si kepada Generasi Penerus
“Saya adalah relawan dari San Mateo, Filipina. Saya memiliki empat anak. Pada tahun 2017, putra sulung saya sudah kuliah 4 tahun dan hampir lulus. Namun, pada bulan Januari 2017, dia tiba-tiba meninggal dunia. Saat itu, saya sedang mengikuti acara Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi. Putra saya yang lain menelepon saya, ‘Ibu, Kakak telah meninggal dunia dan dibawa ke rumah sakit’. Saya tidak bisa mempercayainya. Di antara keempat anak saya, ada satu yang menderita penyakit langka. Saya selalu mengira bahwa dia yang akan meninggal dunia terlebih dahulu. Saya tidak menyangka putra sulung saya akan meninggal dunia terlebih dahulu karena dia merupakan harapan bagi kami,” kata Emma Motos, relawan San Mateo, Filipina.
“Kakak Michael Siao menasihati saya untuk terus melangkah maju karena hidup ini tidaklah kekal. Saya belajar dari Master Cheng Yen bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Sebaliknya, kita harus memanfaatkan waktu dan kehidupan kita untuk melakukan hal-hal yang bermakna,” lanjutnya.
Saya mendengar kalian berbagi tentang penderitaan. Sebagai makhluk awam, kita mungkin menderita karena kehilangan anak. Jalinan jodoh antara orang tua dan anak terbentuk di kehidupan lampau. Namun, jika sang anak tiba-tiba meninggal dunia, orang tua akan merasa sangat sedih.
Kehilangan anak sungguh sangat menderita. Ini pasti membuat kalian sangat sedih. Beruntung, ada keluarga besar Tzu Chi yang memberi pendampingan pada kalian. Kalian juga mendedikasikan diri di Tzu Chi tanpa berkeluh kesah. Intinya, terhadap sesama manusia, kita harus belajar bersumbangsih dengan cinta kasih yang tulus. Kita juga harus memenuhi tanggung jawab kita. Saat jalinan jodoh matang, kita harus memenuhi tanggung jawab kita untuk menjaga keharmonisan keluarga.
Selain belajar tentang jalinan jodoh, kita juga belajar tentang Dharma. Kita harus menghargai Dharma dan berusaha mencapai pencerahan. Selain mencapai pencerahan, kita juga harus menghargai jalinan jodoh serta menjaga, mengasihi, dan melindungi keluarga dengan baik. Dengan menghimpun jalinan jodoh baik di kehidupan sekarang, kita bisa menginspirasi cinta kasih berkesadaran orang-orang di kehidupan mendatang.
Berhubung telah mendalami Dharma, kita hendaknya membimbing sesama dengan Dharma. Saya juga mendengar tentang relawan yang mewariskan Dharma kepada satu orang demi satu orang. Dengan mewariskan Dharma pada satu orang, orang tersebut bisa mewariskannya lagi pada orang lain. Selain itu, Dharma juga diwariskan pada generasi penerus.
Panjang atau pendeknya usia kehidupan berada di luar kendali kita. Namun, kita bisa memperluas makna kehidupan dengan menyebarluaskan Dharma dan menjadikan diri sendiri sebagai teladan dalam keluarga sendiri. Dengan menjadi teladan bagi generasi penerus, keluarga kalian akan menjadi keluarga Tzu Chi.
Demikianlah pewarisan ajaran dan tradisi Jing Si dalam keluarga sendiri. Saya juga mendengar ada yang berkata, “Kaki saya pegal karena terlalu lama berdiri. Saya sangat lelah, lain kali jangan mengajak saya lagi.”
Namun, beberapa waktu kemudian, dia berkata, “Saya masih bisa menjalankan Tzu Chi. “Kakak, jangan lupa mengajak saya, ya.”
Inilah guru tak diundang. Dia bersedia bersumbangsih dan dipenuhi sukacita. Setelah bersumbangsih, dia dipenuhi sukacita dalam Dharma. Dia melupakan bagian yang melelahkan dan hanya mengingat sukacita dalam Dharma saat menjalin jodoh baik dengan orang-orang.
Bodhisatwa sekalian, inilah arah tujuan kita. Dengan cinta kasih berkesadaran, para Buddha dan Bodhisatwa dapat merasakan penderitaan orang lain. Tentu, kita harus mencapai pencerahan dan membantu orang lain mencapai pencerahan. Inilah cinta kasih yang paling menyeluruh dalam ajaran Buddha.
Bodhisatwa sekalian, ajaran Jing Si ialah giat mempraktikkan Jalan Kebenaran dan Mazhab Tzu Chi ialah Jalan Bodhisatwa di dunia. Setelah mendalami Dharma, kita harus mempraktikkannya, baru bisa memahami intisari Dharma. Jika tidak, seperti yang sering saya katakan, detik demi detik terus berlalu. Saya mendengar departemen kardiologi dan bedah jantung RS Tzu Chi Taichung berbagi bahwa setiap hari, katup jantung kita membuka dan menutup sekitar 100.000 kali.
Bayangkanlah, satu hari terdiri atas 86.400 detik. Membuka dan menutupnya katup jantung lebih cepat dari berlalunya detik demi detik. Jadi, fungsi jantung akan menurun seiring berlalunya waktu. Setiap orang harus merenungkan bahwa pikiran tidaklah kekal.
Sungguh, pikiran tidaklah kekal. Setiap hari, bagai katup jantung yang terus membuka dan menutup, pikiran juga terus timbul dan lenyap tanpa henti. Singkat kata, kehidupan tidak kekal dan segala fenomena bersifat tanpa inti. Namun, kita memiliki hakikat sejati. Apakah hakikat sejati? Itu adalah hakikat Kebuddhaan.
Setiap orang memiliki hakikat Kebuddhaan. Jadi, kita harus mengendalikan tabiat buruk kita agar kita tidak bertindak impulsif serta mengaktifkan sel otak kita untuk membawa manfaat bagi orang lain dengan cinta kasih dan welas asih. Demikianlah kita menapaki Jalan Bodhisatwa. Kita harus bersyukur atas jalinan jodoh baik di kehidupan lampau dan terus melanjutkannya kelak. Kita harus mewariskan ajaran Jing Si dan menyebarluaskan Mazhab Tzu Chi agar bisa melanjutkan jalinan jodoh baik.
Saya bersyukur kepada 107 relawan dari Filipina yang kembali ke Taiwan kali ini. Semoga semua orang dapat bekerja sama dengan harmonis dan melangkah maju dengan mantap di Jalan Bodhi yang lapang dan lurus. Bodhisatwa datang ke dunia ini untuk menjangkau semua makhluk yang menderita. Saya mendoakan kalian semua. Apa yang akan kita lakukan dari kehidupan ke kehidupan? Menapaki Jalan Bodhi. Saya mendoakan kalian semua. Terima kasih.
Kehilangan
anak membawa penderitaan besar
Menginspirasi
cinta kasih berkesadaran orang-orang dengan Dharma
Merenungkan
bahwa pikiran tidaklah kekal
Mewariskan
ajaran Jing Si dari generasi ke generasi
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 03 Juli 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 5 Juli 2019