Ceramah Master Cheng Yen: Mewariskan Ajaran Yang Maha Sadar di Alam Semesta

“Saya datang ke sini bukan atas kemauan diri sendiri. Saya datang ke sini karena pada siang hari tanggal 10 bulan ini, sekelompok orang dari pegunungan ingin membunuh kami dan membakar desa kami,” kata warga Kongo.

“Ini merupakan angka yang menakutkan. Di seluruh dunia, terdapat lebih dari 70 juta pengungsi dan orang yang kehilangan tempat tinggal karena perang, konflik, dan kekerasan. Setelah Perang Dunia Kedua, ini merupakan angka tertinggi,” kata Jan Egeland, Sekjen Dewan Pengungsi Norwegia.

“Di Venezuela, kami kekurangan segalanya, termasuk bahan pangan. Pasien di rumah sakit pun sekarat. Karena itulah kami meninggalkan Venezuela,” kata pengungsi Venevuela.

“Saya memiliki masalah gula darah dan tidak bisa menjalani pengobatan di Peru. Saya telah mengajukan status pengungsi. Semoga Tuhan memberkahi dan pengajuan saya disetujui,” ucap pengungsi Venevuela yang lain menambahkan.

Terdapat banyak pengungsi di dunia ini. Yang terpenting, kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki kesulitan dalam hidupnya. Jadi, setiap orang bagaikan ‘pengungsi’. Mengapa ada orang yang terlahir di keluarga yang begitu harmonis dan di negara yang begitu makmur, memiliki taraf hidup yang tinggi, dan kaya akan budaya, sedangkan ada orang yang terlahir di lingkungan yang serba kekurangan, hanya ada tanah berpasir dan berkerikil? Kita bisa melihat bayi yang hanya berbaring di atas tanah beralaskan kain bekas.

Apakah kita bisa memilih kapan kita terlahir di dunia ini? (Tidak bisa).

Apakah kita bisa memilih lingkungan dan negara tempat lahir kita?  (Tidak bisa).

 

Yang terpenting, kita harus mementingkan jalinan jodoh. Jalinan jodoh dengan Denise juga tidak terbayangkan. Belakangan ini, saya berkata padanya, “Beruntung, kamu menikah dengan warga Mozambik. Jika tidak, kini kita juga tidak bisa menyalurkan bantuan di Afrika Timur.” Beruntung, dia menikah dengan warga Mozambik. Suaminya merupakan warga setempat. Semua ini berkat adanya jalinan jodoh. Lebih dari tiga tahun yang lalu, saya sering berkata, “Mulai sekarang, kita akan menitikberatkan misi Tzu Chi di Afrika.”

Setiap kali berkata begitu, saya berpikir, “Jalinan jodoh apa yang bisa membawa kita ke sana?”

Sesungguhnya, apa yang akan kita lakukan di Afrika? Meski tahu bahwa ada banyak orang yang menderita di Afrika, tetapi segalanya membutuhkan jalinan jodoh.  Pada bulan Maret tahun ini, terjangan Siklon Idai membawa dampak bencana serius bagi tiga negara di Afrika Timur. Saya bersyukur kepada insan Tzu Chi di seluruh dunia. Hingga saat ini, saya menerima kabar bahwa insan Tzu Chi di 55 negara dan wilayah telah menggalang tetes demi tetes donasi. Berapa pun donasi mereka, meski hanya puluhan dolar, saya sangat bersyukur. Ini termasuk di negara tertinggal. Contohnya Haiti yang hingga kini warganya masih hidup kekurangan. Di negara yang begitu kekurangan, anak-anak dan orang yang menderita dapat mendonasikan uang semampu mereka. Saya sangat tersentuh dan bersyukur.

 

Jadi, hingga kini sudah ada 55 negara dan wilayah yang menggalang donasi. Bagai tetesan air yang membentuk lautan, tetesan donasi dapat membentuk kekuatan besar.

“Semoga anak-anak di Afrika Timur dapat bersekolah, dapat bersama dengan keluarga mereka, dan tidak kelaparan,” kata murid Sekolah Tzu Chi La Romana, Dominika.

“Semoga rumah mereka segera dibangun kembali dan mereka bisa kembali bersekolah,” kata murid lainnya.

“Saya ingin memberi tahu mereka bahwa mereka harus percaya kepada Tuhan. Dengan begitu, segalanya akan membaik.” Salah satu murid Sekolah Tzu Chi La Romana, Dominika memberikan nasihat.

“Dari insan Tzu Chi, kita belajar berdana. Bukan hanya uang berlebih yang kita bagikan. Meski hanya ada sedikit uang, kita juga bisa berbagi. Tidak ada orang yang kekurangan hingga tidak mampu bersumbangsih,” kata Kepala Sekolah Tzu Chi La Romana, Dominika.

Tidak ada orang yang kekurangan hingga tidak mampu bersumbangsih. Saya sangat tergugah mendengar kalimat ini. Sungguh, kita bisa bersumbangsih asalkan bersedia membangkitkan sebersit niat baik. Saya sering berkata bahwa di Myanmar, lebih dari 3.000 kilogram beras terkumpul dari akumulasi segenggam demi segenggam beras. Penuangan celengan beras diadakan setiap bulan. Kali ini, terhimpun lebih dari 3.000 kilogram beras.


Beras lebih dari 3.000 kilogram ini bisa digunakan untuk menolong warga di beberapa desa. Setelah menolong warga desa sendiri, mereka juga bisa menolong warga desa lain. Dengan menyisihkan segenggam beras setiap kali akan memasak, mereka dapat menolong orang yang lebih kekurangan dari mereka, seperti Lansia yang hidup sebatang kara, janda, dan anak-anak yatim piatu. Seperti yang dikatakan oleh kepala sekolah di Dominika itu, tidak ada orang yang kekurangan hingga tidak mampu bersumbangsih. Saya menggunakan contoh celengan beras agar kalian memahami prinsip ini.

Lebih dari tiga tahun yang lalu, mengapa saya berkata bahwa kelak kita akan menitikberatkan misi Tzu Chi di Afrika? Setelah berkata demikian, saya juga heran jalinan jodoh apa yang bisa membawa kita ke sana. Ternyata, inilah jalinan jodohnya.

Saya mulai mengimbau orang-orang untuk memperbaiki kehidupan orang yang membutuhkan di Afrika Timur. Saya sering berkata bahwa kita harus mewariskan ajaran Yang Maha Sadar di Alam Semesta. Beliau menyadari hubungan antara ruang, manusia, dan waktu. Karena itulah, saya sering berbagi dengan insan Tzu Chi bahwa kita harus menggenggam waktu, ruang, dan jalinan jodoh dengan sesama manusia.

 

Kini kita duduk di ruangan yang sama dan membangun tekad Bodhisatwa yang tidak ternilai dan tidak terbatas. Saat membabarkan Sutra, saya sering berkata bahwa kekuatan setiap orang tidak terbatas dan tidak terbayangkan. Kita bisa menolong begitu banyak orang berkat tetes demi tetes donasi para donatur kita. Butiran padi dapat memenuhi lumbung dan tetesan air dapat membentuk sungai. Singkat kata, semua orang penuh cinta kasih. Semua insan Tzu Chi mengasihi yang saya kasihi. Sungguh, semua mengasihi yang saya kasihi.

Kita harus menggenggam jalinan jodoh. Jadi, janganlah kita melupakan tahun itu, orang-orang yang bersumbangsih saat itu, dan niat yang kita bangkitkan saat itu. Berhubung waktu terus berlalu, kita harus bersungguh-sungguh menggenggam waktu. Janganlah kita menyia-nyiakan waktu. Sebaliknya, kita harus menggenggam waktu yang ada.

Saya bersyukur pada kalian. Kita harus mempraktikkan Dharma dan mewariskan ajaran Yang Mahasadar di Alam Semesta. Jadi, kita semua merupakan pewaris ajaran Yang Maha Sadar di Alam Semesta. Semoga kita bisa bersungguh-sungguh menerapkan semangat cinta kasih dalam interaksi antarmanusia. Terima kasih. Saya mendoakan kalian.

Tidak ada orang yang bisa memilih kapan dan di mana dia terlahir
Menggenggam jalinan jodoh dan bersama-sama menyalurkan bantuan
Cinta kasih yang tak terbatas bagai butiran padi memenuhi lumbung
Jangan melupakan tekad awal dan mewariskan Dharma hingga selamanya

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 26 Juni 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 28 Juni 2019

Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -