Ceramah Master Cheng Yen: Mewariskan Dharma dengan Memahami Kekosongan Sejati dan Eksistensi Ajaib


“Dalam pementasan adaptasi Sutra, kami menceritakan kisah sepasang suami istri yang menjual roti goreng. Hingga baru-baru ini, saya tahu dari relawan lainnya bahwa roti goreng yang sering saya beli saat kecil adalah roti goreng yang dijual oleh pasangan tersebut. Saat itu, saya merasa bahwa ternyata tokoh yang ada dalam pementasan adaptasi Sutra sangat dekat dalam kehidupan kita,”
kata Liang Fang-yu anggota grup opera Tang Mei-yun.

“Pada saat gempa 21 September 1999, keluarga saya tinggal di Taiwan Tengah. Lantai rumah kami retak dan terbuka lebar. Kemudian, saya merasa bahwa di luar rumah semuanya bergoyang dan bergetar. Beberapa hari kemudian, saat semua sudah tenang, saya melihat banyak orang kehilangan rumah mereka. Berkat mengikuti pementasan ini, saya menyadari bahwa Tzu Chi melakukan begitu banyak perbuatan baik dengan membangun rumah bagi mereka yang kehilangan rumah. Kemudian, saya baru mengetahui bahwa insan Tzu Chi sungguh-sungguh membangun ikrar untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan,” kata salah seorang anggota pementasan adaptasi musikal Himne Inti Sari Dharma Sutra Makna Tanpa Batas.

Semua hal yang dilakukan Tzu Chi di masa lalu telah berlalu. Kisahnya sungguh panjang dan setiap kisah adalah kisah nyata. Jadi, pementasan adaptasi Sutra bukanlah pementasan yang mewah. Kita harus memperlakukannya sebagai sebuah penyelaman Sutra.

“Bagi saya, bagian yang paling menyentuh ialah Gatha Pendupaan. Saya berjalan selangkah demi selangkah mengikuti alunan gatha yang ada. Ini seperti memasuki persamuhan Dharma yang sangat agung, suci, istimewa, dan khidmat. Saya merasa tenggelam dalam sukacita Dharma dan inti sari Dharma. Setelah Gatha Pendupaan selesai, persamuhan Dharma berlanjut ke bagian Gatha Pembuka Sutra, kemudian Kisah Hidup Buddha. Meski melewati latihan yang berat, saya sungguh merasa Bahagia,” kata Huang Zhi-qun Direktur musik U-Theatre.

“Sesungguhnya, saya merasa bahwa tim kami mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Dari tahun ke tahun, ketika mengambil langkah di atas panggung untuk mementaskan Gatha Pendupaan, mereka juga ikut berkembang. Mereka juga telah memahami Dharma dengan lebih baik. Saya merasa bahwa kebijaksanaan Master telah memberikan sesuatu yang berharga untuk era ini. Kita tidak dapat menyebutnya sebagai karya seni. Kita hanya dapat mengatakan bahwa ini adalah sesuatu yang harus kita sukseskan bersama. Master berharap kita dapat menyebarkan Dharma melalui persamuhan kali ini. Kekuatannya sungguh besar,” kata Liu Ruo-yu Pendiri U-Theatre.


Kita bagaikan sedang menerjemahkan Sutra. Kita harus menerjemahkan Sutra dengan hati yang tulus. Kita menerjemahkan Sutra dengan gerakan tubuh dan suara. Suara kita menyampaikan apa yang benar-benar perlu disampaikan. Saya sering mengatakan bahwa setiap hari, waktu telah membawa pergi semuanya. Sungguh, menit dan detik akan mengambil semua yang ada di dunia. Semuanya akan menua, mengalami fase timbul dan lenyap, sama seperti pikiran kita yang memiliki fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap.

Ketika mendengarkan sebuah kalimat, saya merasa sangat tersentuh dan ada sesuatu yang ingin saya katakan. Namun, ketika saya ingin mengatakannya, saya sudah lupa. Begitulah pikiran kita. Terlebih lagi, hal-hal di dunia ini bisa asli atau palsu. Demi pementasan, boneka ini dibuat dengan tangan. Mereka sangat sepenuh hati dan membuat 2 ekor tikus. Ini palsu, tetapi terlihat seperti asli.

Di atas panggung, kita telah membabarkan Sutra melalui gerakan tubuh dan cerita. Kita telah melakukannya. Dharma disampaikan melalui suara. Kita dapat lebih banyak membabarkan Dharma yang dalam dengan cara yang lebih mudah dimengerti. Misalnya, kisah tentang Tzu Chi. Mendengar kisah hari ini saja, ada hal-hal membawa tekanan bagi saya. Misalnya, saat ini pikiran saya teringat akan salah satu murid saya di Tiongkok.

Dia ingin mengucapkan selamat tinggal kepada saya. Saya berkata, "Saya sudah tahu. Kita memiliki jalinan jodoh dari kehidupan ke kehidupan." Saya juga berkata kepadanya, "Meninggal sama seperti tidur. Setelah menyelesaikan pekerjaan di siang hari, kita dapat beristirahat dengan tenang di malam hari. Ketika tidur, kita akan merasa bebas dan lepas."


Kehidupan ini tidak kekal. Tidak ada yang tahu kapan waktunya untuk pergi. Sama seperti jam saya dengan replika seekor semut kecil yang diperbesar ini. Saya selalu menaruh jam ini di atas meja saya. Ketika dalam perjalanan, saya juga menaruhnya di atas meja saya. Semut ini berpacu dengan waktu untuk mendaki Gunung Sumeru yang merupakan ikrarnya.

Saya tahu bahwa masih ada banyak hal yang harus dikerjakan. Namun, hari berganti hari, saya sudah tidak memiliki tenaga lagi. Saya merasa kecil seperti semut dan merasa cemas setiap hari. Saya merasa sangat kecil. Saya juga merasa seperti terperangkap dalam sesuatu yang bergulir. Jadi, saya harus tetap membabarkan Dharma dan melakukan sesuatu. Saya selalu mengatakan bahwa sudah tidak cukup waktu lagi. Tidak cukup waktu untuk melakukan apa? Untuk menenangkan pikiran orang-orang.

Perubahan iklim seakan bergulir di luar kendali di Bumi. Saat ini, saya sangat khawatir. Bagaimana cara kita menyucikan hati manusia? Setiap hari, saya berpesan agar ketika kalian keluar, kalian hendaknya menyampaikan Dharma kepada 10 orang, bahkan kepada sebanyak-banyaknya orang. Inilah yang disebut menyebarkan Dharma dan membawa manfaat bagi semua makhluk.

Hendaklah kita menyebarkan banyak kata-kata bajik dan melakukan banyak kebajikan. Kehidupan yang bernilai adalah sesuatu yang harus digaungkan terus-menerus. Sulit untuk terlahir sebagai manusia dan sulit untuk bertemu ajaran Buddha. Terlebih lagi, Jalan Bodhisatwa tidak mudah untuk ditapaki. Namun, kita telah melakukannya. Bukankah kita telah menapaki Jalan Bodhisatwa?


Suara dan gerakan kalian dapat menginspirasi orang lain. Oleh karena itu, hendaklah kita membangun tekad dan ikrar. Kita pasti dapat melakukannya. Tidak peduli apa pun yang terjadi, ketika kita bertekad hari ini, kita pasti dapat melakukannya dan tekad akan terus kita ingat dalam pikiran kita. Pertama, kita perlu menginspirasi diri sendiri sehingga kita dapat menghimpun semangat dan mengambil langkah bersama. Inilah keindahan.

Ketika saya berbicara saat ini, saya masih terus teringat akan pementasan adaptasi Sutra di Changhua. Meski ingatan saya masih ada di sana, Dharma tetap ada dalam hati saya. Saya berpikir bahwa konsep hidup dan mati sulit untuk dipahami. Sesungguhnya, itu adalah hal yang sederhana.

Tadi, saya mengatakan bahwa ketika kesadaran meninggalkan tubuh, kehidupan berikutnya akan dimulai. Saat bangun tidur, kita masih berada pada kehidupan sekarang. Kita masih berkutat pada hal-hal yang terjadi hari ini, kemarin, dan beberapa hari yang lalu. Suka, duka, cinta, dan benci semua bersumber dari kegelapan dan noda batin kita. Ketika kesadaran meninggalkan tubuh, kita akan sampai pada kehidupan selanjutnya. Namun, hal yang terpenting ialah kita harus bisa melatih diri.

Puncak Burung Nasar ada di dalam hati kita. Buddha selalu ada dalam hati kita. Kita tidak perlu mencari Buddha jauh-jauh hingga ke Puncak Burung Nasar. Hendaklah kita menunjukkan arah bagi mereka yang tersesat. 

Fase terbentuk, berlangsung, berubah, dan lenyap begitu cepat bagaikan kilat
Menyadari ketidakkekalan dengan memahami kekosongan sejati dan eksistensi ajaib
Menjalankan ikrar Bodhisatwa untuk mewariskan Dharma
Puncak Burung Nasar ada di hati kita dan tak perlu dicari jauh-jauh

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 19 Agustus 2023
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Felicia
Ditayangkan Tanggal 21 Agustus 2023
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -