Ceramah Master Cheng Yen: Mewariskan Kebajikan untuk Membimbing Semua Makhluk


“Kami menerima satu kasus dari pemerintah kota. Tahun ini, bapak ini berusia 34 tahun dan menderita polio sejak lahir. Dia membuka sebuah toko kelontong di desanya. Setelah kami tiba, dia menunjukkan sepeda roda tiganya. Tetangganya juga berusaha meyakinkan kami bahwa dia membutuhkan sebuah sepeda motor roda tiga yang menggunakan bahan bakar bensin. Karena itu, kami pun mengamati masalah yang ada pada sepeda roda tiganya. Mendapati bahwa sepedanya baik-baik saja, kami pun tulus berbagi dengannya bahwa setiap tetes donasi kita berasal dari cinta kasih orang-orang yang tulus. Himpunan cinta kasih ini telah membentuk lautan pahala. Sesungguhnya, banyak donatur kita yang juga merupakan orang yang membutuhkan bantuan. Dia pun mulai mengerti bahwa ada sebagian orang yang hidupnya lebih sulit darinya. Contohnya, warga Myanmar,”
kata Wang Ci Wei relawan Tzu Chi Malaysia.

“Segenggam beras bagaikan sebesar Gunung Sumeru. Orang-orang kurang mampu di Myanmar menyisihkan sesendok demi sesendok beras demi berbuat baik. Mereka juga merupakan donatur Tzu Chi. Setelah menceritakan semuanya, kami bertanya padanya, ‘Sesungguhnya, bantuan apa yang Anda butuhkan?’ Dengan agak tidak rela, dia menjawab, ‘Saya tidak membutuhkan bantuan apa pun.’ Berhubung dia tidak membutuhkan bantuan, maka kami pun meminta bantuannya. Kami berkata padanya, ‘Jika Anda tidak membutuhkan bantuan, kami membutuhkan bantuan Anda.’ Kami langsung mengajaknya untuk melakukan survei kasus bersama kami. Kami lalu mengajaknya mengunjungi suami dari seorang ibu di kelas menjahit. Saat pergi ke Arab Saudi untuk bekerja, sang suami mengalami kecelakaan lalu lintas yang serius. Meski nyawanya terselamatkan, tetapi dia selamanya tidak bisa berdiri lagi. Selain itu, otaknya juga mengalami benturan keras sehingga dirinya terkadang bertingkah seperti anak-anak. Kami mengajak bapak penderita polio untuk mengunjunginya,” lanjut Wang Ci Wei.

“Berhubung bapak ini merasa heran mengapa kami tidak membantunya, tetapi membantu orang lain, maka kami pun mengajaknya untuk melihat siapa sebenarnya yang lebih menderita. Saat melihat penderitaan, dia pun menyadari berkah. Saat melihat suami ibu itu yang harus menggunakan kantong urine, dia berkata. ‘Dia pasti sakit sekali.’ Kami bisa merasakan bahwa dia juga memiliki kebajikan. Kami lalu bertanya padanya, ‘Bagaimana perasaanmu melakukan kunjungan hari ini?’ Dia menjawab bahwa dia sangat menyukainya dan berharap kita dapat mengajaknya setiap kali mengunjungi penerima bantuan,” pungkas Wang Ci Wei.


Intinya, kita harus memulai langkah pertama. Dengan demikian, barulah kita dapat membentangkan jalan. Selama beberapa tahun ini, saya selalu berkata bahwa kita harus membuka dan membentangkan jalan. Ini hendaknya tidak sekadar diucapkan. Saya sangat bersyukur kepada insan Tzu Chi Malaysia yang telah melangkah maju terlebih dahulu untuk membentangkan Jalan Bodhisatwa di Nepal. Asalkan Jalan Bodhisatwa terbentangkan, orang-orang yang kekurangan akan tertolong. Bagaimana memulai langkah, ini sangatlah penting. Jadi, baik dia, saya, maupun Anda, kita semua hendaknya bersungguh hati mencari tahu. Hendaklah ada orang yang menjadi saksi nyata. Contohnya di Nepal.

Pada puluhan tahun lalu, tepatnya tahun 1993, Nepal dilanda banjir. Berbagai desa terendam banjir dan banyak orang kehilangan tempat tinggal. Saat itu, saya masih ingat ketika menerima kabar ini, saya langsung menyerukan untuk menyalurkan bantuan ke Nepal, tanah kelahiran Buddha. Saat itu, saya menyebutnya membalas budi luhur Buddha. Kini, saya menyebutnya membawa manfaat bagi tanah kelahiran Buddha. Sesungguhnya, artinya sama. Baik saat itu maupun sekarang, kita sama-sama membalas budi luhur Buddha dan membawa manfaat bagi tanah kelahiran Buddha.

Buddha mengajarkan cinta kasih berkesadaran. Setelah mencapai pencerahan, Buddha membagikan berbagai pandangan dan pemikiran. Jika kita tidak mengenal ajaran Buddha, Tzu Chi tidak mungkin didirikan. Di Tzu Chi, kita selalu meneladan hati Buddha. Saya sering berkata bahwa setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Ini merupakan metode untuk menyebarkan Dharma. Setelah mencapai pencerahan, yang pertama diucapkan Buddha ialah, "Menakjubkan sekali, menakjubkan sekali, semua makhluk memiliki hakikat kebuddhaan."


Setiap orang memiliki kesadaran dan sifat hakiki yang setara dengan Buddha, yaitu hakikat kebuddhaan. Saya juga terus mengulangi kalimat ini. Kali ini, para Bodhisatwa dari Singapura dan Malaysia juga meneladan hati Buddha dan tekad guru. Saat akan dilantik, di depan dada kalian pasti terdapat pita yang bertuliskan "hati Buddha, tekad Guru". Saya selalu berkata bahwa kita harus menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri, menjadikan tekad guru sebagai tekad sendiri, dan mempraktikkan Jalan Bodhisatwa. Dari manakah Jalan Bodhisatwa diwariskan?

Buddha mengatakan bahwa Beliau datang ke dunia demi satu tujuan mulia, yaitu mengajarkan praktik Bodhisatwa. Inilah yang dikatakan oleh Buddha pada lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Kini, setelah lebih dari 2.500 tahun, Tzu Chi telah berdiri lebih dari setengah abad. Saya selalu berkata bahwa setiap orang hendaknya meneladan hati Buddha.

Saya mendirikan Tzu Chi berkat perpaduan berbagai sebab dan kondisi. Setelah membangkitkan niat, saya mengimbau orang-orang untuk menyisihkan 50 sen per hari guna menolong sesama. Saya selalu berkata, "Janganlah kita melupakan orang itu." Ada 3 orang ibu rumah tangga yang tak boleh kita lupakan. Saya juga sangat bersyukur kepada guru saya, Mahabhiksu Yin Shun.

Saat itu, beliau mengirimkan sepucuk surat dan meminta saya kembali ke Vihara Miaoyun. Berhubung selalu menuruti permintaan guru saya, saya pun memutuskan untuk meninggalkan Hualien. Ketiga ibu rumah tangga itulah yang meminta saya untuk tetap tinggal di Hualien. Saya memberi tahu mereka bahwa jika ingin saya tinggal di Hualien, saya memiliki satu syarat, yaitu saya harus bisa membawa manfaat bagi Hualien. Mereka lalu berkata, "Master, kami akan melakukan apa pun yang ingin Master lakukan."


Saya berkata, "Permintaan saya tidaklah banyak. Saya berharap setiap orang dapat menyisihkan 50 sen setiap hari untuk menolong sesama." Mereka berkata, "Master, ini sangat mudah. Kami dapat mendonasikan 15 dolar NT (6.700 rupiah) per bulan." Saya berkata, "Saya tidak ingin kalian mendonasikan 15 dolar NT per bulan, melainkan 50 sen per hari." Mereka berkata, "Master, 50 sen per hari sama dengan 15 dolar NT per bulan." Saya berkata, "Saya tahu. Namun, daripada mendonasikan 15 dolar NT per bulan, lebih baik kalian mendonasikan 50 sen per hari karena dengan demikian, kalian dapat membangkitkan niat baik setiap hari." Pahala membangkitkan niat baik sangatlah besar. Karena itu, ingatlah bahwa untuk menolong sesama, kita harus berdonasi setiap hari.

Setiap tetes donasi kita dipenuhi cinta kasih. Cinta kasih sangatlah penting. Insan Tzu Chi Malaysia telah membangkitkan cinta kasih dan mereka juga tahu tentang kisah ini. Lebih dari 30 tahun yang lalu, insan Tzu Chi Malaysia kembali ke Taiwan dan mempelajari kisah celengan bambu. Mereka membawa kisah ini pulang ke Malaysia dan menggunakannya untuk membimbing sesama.

Jadi, insan Tzu Chi Malaysia telah menjadikan tekad guru sebagai tekad sendiri dan menjalankannya secara nyata. Mereka terjun ke tengah masyarakat untuk menjangkau orang-orang yang menderita. Saya berharap mereka dapat sungguh-sungguh menginspirasi orang-orang untuk masa depan yang lebih baik. Tanpa makhluk yang menderita, tidak akan ada Bodhisatwa di dunia ini. Berkat adanya orang-orang yang kekurangan, barulah kalian dapat menjangkau mereka sebagai Bodhisatwa dunia. 

Meneladan hati Buddha dan tekad guru
Membentangkan jalan dan memulai langkah di Jalan Bodhisatwa
Membimbing orang-orang dengan praktik celengan bambu
Mentransformasi penderitaan menjadi berkah dengan cinta kasih berkesadaran   

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 20 Juli 2023
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Felicia
Ditayangkan Tanggal 22 Juli 2023
Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -