Ceramah Master Cheng Yen:Mewariskan Misi dan Meneruskan Semangat Sutra Teratai

Bodhisatwa sekalian, ingatlah bahwa yang paling saya harapkan ialah Dharma dapat dipraktikkan di dunia. Dharma harus dipraktikkan di dunia ini, juga harus dimasukkan ke dalam batin. Untuk mempelajari Dharma, saya tetap tekun dan bersemangat. Untuk mempelajari pengetahuan, saya juga tidak malas. Saya tetap melangkah maju. Hidup sehari, saya akan berbicara sehari. Hidup sehari, saya akan mempelajari Dharma sehari. Singkat kata, Dharma tiada batasnya.

Meski terus dipelajari, juga tak akan habis dipelajari. Namun, kita tidak boleh tidak mempelajarinya. Kita tidak boleh berpikir, "Karena tidak habis dipelajari, maka pelan-pelan saja."

Kehidupan tidak dapat menunggu kita. Jika kita memahami lebih banyak pengetahuan, berarti kita menanam dan memanen lebih banyak benih yang beragam. Kita akan menyimpan semua benih ini hingga hari terakhir kehidupan kita. Benih ini akan kita bawa ke tempat yang kita tuju di masa depan. Jadi, segala sesuatu tak dapat dibawa serta, hanya karma dalam kesadaranlah yang dibawa serta.

Dalam kesadaran kita, apakah kita ingin menanamkan benih pengetahuan dan wawasan umum serta berbagai hal duniawi yang biasa ataukah kita ingin menanamkan kebijaksanaan dari ajaran Buddha? Selain memiliki wawasan, kita harus sadar. Selain tahu, kita juga harus sadar. Intinya, kita harus bersungguh hati.

“Saya berkegiatan di posko daur ulang sudah sekitar enam tahun lebih. Setelah pukul dua siang setiap harinya, saya pergi dengan Kakak Li Wei-fu ke pasar senja. Beliau dapat membantu saya melihat kondisi lalu lintas dan kontur jalan. Kami berdua saling membantu. Di pasar senja, kami melakukan sosialisasi agar orang-orang mengurangi penggunaan kantong plastik, menciptakan berkah bagi generasi mendatang, dan menyaksikan Da Ai TV untuk membawa aliran jernih yang bajik dan indah ke rumah. Jangan ketinggalan dalam perbuatan baik. Keluarga yang berbuat baik pasti memiliki berkah. Kami berjalan sambil berteriak. Kami juga mendapat banyak respons yang mendukung kami,” kata Hong Rong-xuan relawan Tzu Chi.


Saya kagum pada relawan yang tadi berbagi di panggung. Meski tak dapat melihat, dia tetap tekun, bersemangat, dan bersungguh hati. Selain itu, di sampingnya ada relawan yang mendampingi. Inteligensinya agak kurang sedikit. Tentu, ini juga ada sisi baiknya. Dia agak kurang dalam kemampuan berinteraksi sehingga tidak terlibat permasalahan antarmanusia. Apa pun yang orang katakan terhadapnya, dia tidak akan membangkitkan kerisauan karena dia tidak terbelenggu masalah antarmanusia. Meski ada kerisauan, itu pun akan segera berlalu.

Dia juga tak akan menyimpan kerisauan itu di dalam hati hingga menjadi benih noda batin. Dia tidak memiliki benih noda batin. Jadi, dia sangat sederhana dan polos. Jadi, kita harus bersikap positif dan penuh pengertian seperti relawan ini. Kita bisa meneladan kebijaksanaannya, perannya, dan potensinya. Dia bisa membantu orang lain. Setiap hari dia berjalan di jalan yang benar.

Belakangan ini saya sering membahas tentang arah. Arah relawan ini sangat jelas. Dia bisa berjalan ke tempat yang dituju, dapat mendampingi relawan lain, berbagi, melakukan daur ulang, dan menyosialisasikan pelestarian lingkungan. Intinya, perannya sangat besar.

Sungguh, kita harus menghormati setiap orang, terlebih karena setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan yang setara.

“Mulanya, saat saya mendengar Bibi berkata pada Ibu bahwa kita ingin mengadakan bedah buku di rumah, saya berinisiatif untuk bertanggung jawab sebagai pengontrol audio visual. Hari Jumat adalah hari yang paling saya nantikan karena bisa mendengar para Paman dan Bibi bercerita tentang Tzu Chi dan mendengar ceramah Dharma dari Kakek Guru. Saya bahkan berharap bedah buku diadakan setiap hari,” kata Yu Hao-cheng relawan cilik.

Kita melihat anak berusia 10 tahun ini. Sejak kecil, dia sudah bisa bersumbangsih dan membuat orang tuanya bisa menyimak Dharma dengan tenang. Dia menjadi pengontrol audio visual agar orang tuanya dapat mendengar Dharma. Bukankah ini berarti anak membimbing orang tua?


Sungguh, kita dapat melihat gambar yang dibuatnya. Saya kerap ingin memintanya untuk memberikan gambarnya kepada saya. Saya sangat mengagumi gambarnya. Dia membabarkan Dharma lewat gambar. Dia mengembangkan kebijaksanaannya.

“Pada liburan musim panas, saat Ibu sedang menyiapkan bahan bedah buku, saya juga ikut membaca buku dan melihat bagian yang mengatakan bahwa segala hal yang berkondisi bagaikan mimpi, ilusi, gelembung air, dan bayangan; bagaikan embun ataupun kilat. Begitulah kita harus mengamatinya. Dari sini, saya terpikir tentang siklus air. Hujan turun dari langit ke berbagai tempat, seperti rerumputan, waduk, samudra, dan sumur. Air ini lalu menjadi uap yang naik ke udara dan kembali menjadi awan. Begitu pula manusia, mengalami lahir, tua, sakit dan mati di enam alam kelahiran kembali. Jadi, kita harus menggenggam setiap waktu yang ada saat ini dan tidak menyia-nyiakannya,” kata Yu Hao-cheng relawan cilik.

“Yang paling berkesan bagi saya ialah Bodhisatwa Ratnacandra. Beliau bisa memberikan ajaran sesuai kondisi. Di waktu yang sesuai, beliau bisa menjadi besar; di waktu yang lain, juga bisa menjadi kecil, sama seperti cahaya bulan. Bodhisatwa Ratnacandra selalu tepat waktu, seperti Matahari, Bulan, dan Bumi yang memiliki orbit masing-masing. Semuanya bergerak dengan tepat waktu. Jadi, saya juga ingin menjalankan kewajiban saya untuk mengerjakan PR, berbakti pada orang tua, dan menjalankan Tzu Chi,” lanjutnya.

“Mengikuti bedah buku dan menerima air Dharma membuat saya tumbuh dengan kuat. Di masa depan, saya akan semakin kuat. Kakek Guru, mohon Kakek Guru melanjutkan pembabaran Sutra Bunga Teratai. Saya akan mendengarkan dengan sungguh-sungguh” pungkasnya.

Saya berharap kebajikan dan semangat untuk menciptakan berkah ini dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Kini kita telah melihat "generasi kedua Tzu Chi". Saya baru mempelajari istilah baru ini. Berhubung ayah dan ibunya adalah anggota Tzu Cheng dan komite Tzu Chi, berarti dia adalah generasi kedua Tzu Chi. Jadi, saya berharap generasi kedua Tzu Chi, ketiga, keempat, kelima, keenam, dan seterusnya bisa berlanjut.


Semangat kebajikan ini harus diteruskan tanpa terputus. Inilah yang disebut "keluarga yang mewariskan kebajikan akan memiliki berkah". Dengan demikian, barulah masyarakat kita akan harmonis.

Bagi kita, menyucikan hati manusia dan mewujudkan masyarakat yang harmonis bukanlah hal yang tidak mungkin. Mengubah dunia ini menjadi Tanah Suci Bodhisatwa juga bukanlah hal yang tidak mungkin. Semua ini ada di dalam Sutra Bunga Teratai. Jadi, kalian harus membaca Sutra Bunga Teratai dan mengikuti bedah buku di berbagai kelompok kecil sehingga setiap kelompok menjadi bagaikan bunga teratai yang bermekaran di mana-mana.

Sutra Bunga Teratai adalah esensi Dharma. Sutra Bunga Teratai membuat setiap kuntum bunga ini bermekaran. Sutra Bunga teratai adalah esensi Dharma. Hidup di dunia seumur hidup ini, saya hanya memiliki satu harapan, yakni membentangkan jalan sesuai Sutra Bunga Teratai dan mewujudkan Jalan Bodhisatwa. Inilah harapan saya dalam kehidupan kali ini. Ini jugalah yang merupakan ajaran Buddha.

Buddha mengajarkan praktik Bodhisatwa di dunia. Kini jalinan jodoh kita matang di zaman ini. Karena itu, kita harus memikul tanggung jawab untuk mewariskan semangat ini. Inilah harapan terbesar saya terhadap kalian. Apakah kalian paham?

Baik, waktu tidak akan menunggu kita. Kita harus memanfaatkan waktu dengan baik untuk mengembangkan nilai kehidupan kita. Inilah hal terpenting dan paling banyak saya katakan selama perjalanan saya kali ini.

Giat mencari Dharma dalam lautan pengetahuan yang tak bertepi
Kehidupan terus berproses dan kesadaran terus berlanjut
Berlapang dada dan berpikiran murni guna menjauhi permasalahan
Mewariskan misi dan meneruskan semangat Sutra Teratai

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 21 Desember 2020     
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 23 Desember 2020 
Keindahan sifat manusia terletak pada ketulusan hatinya; kemuliaan sifat manusia terletak pada kejujurannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -