Ceramah Master Cheng Yen: Mewariskan Sejarah dan Jiwa Kebijaksanaan


Saya bersyukur untuk setiap nilai kehidupan yang telah tercipta. Semuanya sangat sepenuh hati dan tekun. Ini semua dimungkinkan karena satu niat baik, yaitu cinta kasih. Sepanjang hidup ini, di mana pun kita berada, selama ada jalinan jodoh dengan kita, ketika mendengar siapa pun yang membutuhkan pertolongan, kita harus berusaha untuk menolongnya. Saat kita mendengar dan bertindak, hendaknya semua dilakukan dengan ketulusan. Inilah yang selalu kita lakukan. Oleh karena itu, saya merasa sangat bersyukur.

Terlebih lagi, saya bersyukur karena meski waktu telah berlalu begitu lama, mereka yang bergabung menjadi insan Tzu Chi selalu memiliki sikap rela dan bersedia melayani. Meski di masa lalu jalan yang ditempuh tidaklah mudah, para anggota Tzu Cheng dan komite Tzu Chi tetap bekerja sama dengan kesatuan dan keharmonisan. Sesulit apa pun jalannya, mereka tetap menempuh jalan itu hingga akhir demi bertemu dengan orang-orang yang membutuhkan.

Mereka berdana dan memberikan bantuan dengan tangan mereka sendiri. Apa yang diajarkan dalam Sutra Buddha pun telah mereka wujudkan, yaitu berdana dengan tangan sendiri dan meski jalan yang ditempuh sulit, mereka tetap membentangkan jalan. Inilah mendedikasikan hidup sesungguhnya untuk menjalankan Tzu Chi. Meski jalan yang ditempuh sulit dan penuh rintangan, mereka tetap dapat melaluinya. Melihat insan Tzu Chi saat ini, semuanya tetap bekerja keras membentangkan jalan dengan cinta kasih. Ini sungguh tidak mudah. Masa lalu sangatlah sulit dan masa kini pun tidaklah mudah. Semua ini tergantung niat kita untuk melakukannya.


Dalam misi amal, kita memegang teguh semangat cinta kasih agung tanpa syarat dan welas asih agung yang merasa senasib sepenanggungan. Cinta kasih berarti bersumbangsih dengan sukacita; welas asih berarti memberikan seluruh tenaga dan pikiran meski harus bersusah payah. Dengan demikian, ketika orang lain terluka, kita pun dapat merasakan sakitnya.

Kita melihat begitu banyaknya kerumitan di dunia. Kini, kita juga menyaksikan perubahan iklim dan kekuatan alam yang dapat membawa bencana. Insan Tzu Chi selalu mendengar suara penderitaan dan segera pergi memberikan pertolongan. Selama kita mendengar dan melihatnya, tidak peduli seberapa sulit jalannya, tidak peduli sebanyak apa rintangannya, insan Tzu Chi pasti dapat melakukannya.

Selama puluhan tahun ini, melihat bagaimana insan Tzu Chi membawa bantuan bencana, saya merasa sangat tersentuh. Namun, saat ini, kita harus waspada. Bagaimana kita dapat bekerja sama dalam kesatuan hati dan keharmonisan untuk membawa sukacita bagi semua orang? Ini bukanlah hal yang mudah. Orang-orang mungkin saja lupa dengan sumbangsih kita karena mereka belum benar-benar terlibat di dalamnya.

Sebaik apa pun sesuatu yang kita berikan, mereka hanya menerima dan menggunakannya. Namun, apakah mereka memahami bagaimana bantuan ini bisa sampai kepada mereka? Jadi, sekarang saya selalu mengatakan bahwa ketika bertemu orang lain, kita harus membagikan kisah tentang Tzu Chi. Bukan hanya tentang bagaimana kita menyalurkan bantuan bencana, kita juga harus memahami bagaimana Tzu Chi di masa lalu melewati berbagai kesulitan dan tantangan hingga mencapai titik ini. Oleh karena itu, sejarah kita harus dijabarkan dengan jelas.


Sebuah ungkapan berbunyi, "Di dalam sebutir beras terkandung matahari dan bulan." Di masa itu, saat penyaluran bantuan setiap bulan, kepada donatur ataupun penerima bantuan yang datang, ketika siang hari tiba, kita selalu menyajikan makanan sederhana. Melihat sekelompok orang datang, anggota komite Tzu Chi akan menyambut mereka dan berbagi tentang apa yang Tzu Chi lakukan. Demikianlah, Tzu Chi dapat berkembang berkat orang-orang yang menginspirasi satu sama lain. Semangat inilah yang saya harap tidak pernah terputus.

Saya juga berharap anggota komite Tzu Chi senior atau insan Tzu Chi dapat terus mencatat sejarah. Hendaknya Divisi Literatur dan Sejarah Tzu Chi dapat mewawancarai Bodhisatwa lansia dan membantu mereka untuk mengingat masa lalu. Mereka sudah lanjut usia dan mungkin ada banyak hal yang terlupakan oleh mereka.

Hendaknya kita memeriksa catatan sejarah dengan baik dan memastikannya dengan relawan yang terlibat pada saat itu. Jika mereka lupa, kita bisa mengingatkan mereka. Biarkan mereka menceritakan kembali kitab kehidupan mereka yang sangat bernilai. Saya sering melihat relawan mencatat sejarah tentang tahun atau bulan tertentu. Semuanya terasa sangat bernilai.


Saya berharap kita semua dapat terus mengingat masa lalu. Inilah makna sesungguhnya dari pepatah, "Di dalam sebutir beras terkandung matahari dan bulan." Seperti halnya padi, ketika diolah, ia akan menjadi beras. Benih padi yang disimpan tetap bisa ditanam kembali dan terus menghasilkan setiap tahunnya tanpa pernah berhenti berkembang. Oleh karena itu, hendaknya semua orang memiliki semangat misi.

Relawan muda hendaknya bersungguh hati mencari tahu sejarah Tzu Chi; relawan lansia hendaknya terus berpikir agar sel-sel otak tetap aktif dan ingatan bisa terbangun kembali. Bangkitkanlah daya ingat kalian untuk berbagi dengan yang lainnya. Saat ini adalah waktu yang tepat bagi kita untuk memanfaatkan kesempatan yang ada.

Saat ini, hendaknya kita terus mengingat masa lalu sehingga setiap hari ada memori yang dibangkitkan. Meneruskan jiwa kebijaksanaan adalah tanggung jawab kita semua. Selain meneruskan jiwa kebijaksanaan diri sendiri, kita juga meneruskan jiwa kebijaksanaan bagi orang lain. Dengan potensi kebajikan yang kita miliki, hendaknya ktia mewariskan sejarah bagi orang lain. Dengan demikian, barulah kita memiliki masa depan dan jiwa kebijaksanaan Tzu Chi dapat diteruskan.

Bersumbangsih dengan ketulusan hati
Mendengarkan dan melenyapkan penderitaan dengan tekad yang teguh
Di dalam sebutir beras terkandung matahari dan bulan serta cinta kasih tanpa batas
Mewariskan sejarah dan jiwa kebijaksanaan

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 21 Oktober 2024
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 23 Oktober 2024
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -