Ceramah Master Cheng Yen: Pengetahuan dan Praktik Memancarkan Kebajikan yang Harum


“Hari ini, saya ingin berbagi tentang berkah dan sukacita yang diperoleh dari berbuat baik. Saya telah bertekad untuk menjaga Kompleks Tzu Chi Guandu, ladang berkah yang sangat besar. Saya memberi tahu ketua tim bahwa saya ingin menjadi relawan kebersihan. Saya dengan sepenuh hati merancang sebuah keranjang kebersihan yang dapat didorong sehingga mempermudah relawan lansia. Untuk melakukan pekerjaan dengan baik, kita perlu memiliki alat yang bagus. Kita sendiri juga harus melakukannya bersama-sama dengan semua relawan sehingga mereka dapat merasakan bahwa kita bukanlah orang yang hanya memerintah orang lain,”
Wei Jin-ni relawan Tzu Chi.

“Ketika bekerja, semuanya akan merasa sukacita. Dalam prosesnya, kita semua perlu menyesuaikan diri satu sama lain. Kemudian, kita akan membangun rasa saling pengertian. Inilah cara saya mengajak seluruh relawan dan memberi tahu mereka cara membesihkannya. Jika Anda menempatkan orang di posisi yang benar, mereka akan tahu di mana ladang berkah mereka berada,” lanjut Wei Jin-ni.

“Saya membagi relawan menjadi beberapa tim. Setelah dibagi, mereka akan tahu tugas masing-masing. Ketika tiba waktu untuk bersih-bersih, ada yang berkata, ‘Saya di lantai 3.’ Ada yang berkata ‘Saya di lantai 2.’ Ada pula yang berkata, ‘Saya di lantai bawah.’ Begitulah cara semuanya bekerja. Mereka juga mencuci dan mensterilkan piring. Semuanya melakukannya dengan sukacita. Relawan juga harus membuang sampah. Saya merasa bahwa dalam melakukan hal ini, kita perlu menerapkan ajaran Master sehingga semua relawan tahu bahwa melakukan hal baik akan mendatangkan sukacita,” pungkas Wei Jin-ni.

Mampu menyelaraskan perilaku kita dengan Dharma sungguh bukanlah hal yang mudah. Kita semua sungguh dipenuhi berkah. Sulit untuk terlahir sebagai manusia dan sulit untuk bisa bertemu dengan ajaran Buddha.


Belakangan ini, saya senantiasa mengatakan bahwa semua orang harus menginventarisasi nilai kehidupan. Kehidupan yang bernilai barulah disebut dengan kehidupan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, saya selalu menginventarisasi kehidupan dan saya selalu merasa hidup saya sungguh bernilai. Bagi saya, kehidupan saya kali ini sungguh bernilai. Di manakah letak nilai kehidupan saya? Setiap hari, saya bertemu dengan orang-orang yang berkebajikan unggul.

Saudara sekalian, kalian semua adalah orang baik. Terlebih lagi, kebaikan yang kalian miliki melebihi orang-orang pada umumnya. Ini semua karena kalian bersumbangsih tanpa pamrih. Tekad insan Tzu Chi melebihi ruang, waktu, dan dunia. Saya teringat pada masa awal Tzu Chi. Ada sepasang suami istri penjual berondong. Mereka membungkus emas dengan berlapis-lapis kertas koran dan kain. Kemudian, mereka berkata, "Master, masih banyak hal yang harus Anda lakukan. Kami menyumbangkan ini untuk Tzu Chi." Begitulah cara mereka bersumbangsih.

Apa yang sedang dilakukan pasangan ini sekarang? Saya tidak tahu. Mereka telah memenuhi ikrar mereka. Inilah bersumbangsih tanpa pamrih. Apakah mereka masih ada di antara insan Tzu Chi? Jika mereka tidak berdiri dan berkata, "Master, sayalah orangnya," saya tidak akan tahu siapa mereka. Namun, saya terus mengingat hal ini.

Saya ingat dengan jelas, begitu pun dengan mereka. Namun, mereka tidak ingin berdiri dan berkata, "Master, sayalah orang yang diceritakan." Mereka tidak akan melakukan ini. Jadi, saya sering berkata bahwa inilah bersumbangsih tanpa pamrih. Ada beberapa orang yang saya ingat dengan sangat jelas bagaimana mereka bersumbangsih tanpa pamrih. Saya merasa bahwa dari kehidupan ke kehidupan, ingatan itu akan terus ada dalam kesadaran kedelapan saya. Saya akan selalu menghargainya.


Bodhisatwa sekalian, saya sering berkata bahwa selama puluhan tahun, ketika melakukan sesuatu, orang-orang akan berkata, "Inilah yang Master katakan. Inilah yang ingin Master lakukan." Saya percaya bahwa di hati kalian ada saya dan di hati saya ada kalian.

“Saya sungguh berterima kasih karena Master telah memberikan ladang berkah di Guandu. Yayasan Pendidikan Kebudayaan Zhi Xuan adalah tempat untuk menggalang Bodhisatwa. Semua relawan pengajar di sana adalah relawan Tzu Chi sehingga mereka dapat memperkenalkan Tzu Chi selama kelas berlangsung. Berkat jembatan ini, kita dapat menggalang lebih banyak Bodhisatwa,” kata She Bi-zhen relawan Tzu Chi.

“Saya sungguh bersyukur dengan adanya stupa permata ini. Kita semua dapat merasakan bahwa hati kita segar kembali dan banyak hal yang ingin kita pelajari. Bahkan, hanya untuk datang berjalan-jalan pun, saya merasa sungguh senang. Saya berterima kasih kepada seluruh relawan. Semuanya telah bersatu hati untuk menjadikan Da Ai TV bersinar,” kata Lin Zhi-hui relawan Tzu Chi.

“Bangunan ini adalah stupa permata yang sebenarnya berasal dari dalam diri kita. Kita sungguh berharap dapat menyucikan hati manusia. Inilah yang dilakukan oleh misi budaya humanis Tzu Chi, yaitu menjadi sumber mata air untuk menyucikan hati manusia. Para relawan di Aula Jing Si dan para staf di Pusat Misi Budaya Humanis Tzu Chi hendaknya bersatu hati untuk bersama-sama menggarap ladang berkah dan melaksanakan harapan Master untuk menyucikan hati manusia, membawa keharmonisan masyarakat, dan mewujudkan dunia yang bebas dari bencana. Ini semua ada di tangan kita dan inilah tanggung jawab kita,” kata Ji Jing Yang relawan Tzu Chi.


Stupa permata bermakna memancarkan keluhuran. Dahulu, bangunan rumah tidak terlalu tinggi dan hanya stupa yang tinggi. Stupa itu bertujuan untuk menunjukkan keluhuran, sama seperti pelabuhan yang memiliki mercusuar agar orang tahu bahwa dermaga sudah dekat. Stupa pun tinggi seperti mercusuar. Sebuah stupa memancarkan keluhuran. Semua orang memiliki stupa di dalam batin sehingga kita tidak perlu jauh-jauh mencari Buddha ke Puncak Burung Nasar. Puncak Burung Nasar sesungguhnya ada di dalam hati kita masing-masing. Setiap orang pada hakikatnya memiliki stupa Puncak Burung Nasar di hati. Ke sanalah hendaknya kita melatih diri. Ada stupa di dalam hati kita masing-masing. Hendaknya kita dapat melatih diri di bawah stupa di dalam hati kita ini. Jika kita melatih diri, barulah stupa ini akan menjulang. Jika kita melatih diri, lampu yang ada di puncak stupa akan bersinar. Setiap orang mempunyai stupa, tetapi lampu mereka tidak bersinar atau stupanya tidak cukup tinggi.

Hendaklah kita melatih diri dengan bersumbangsih tanpa pamrih. Siapa yang melakukan, dia yang akan mendapat manfaat. Apakah kalian ingin menyalakan lampu pada stupa yang ada di hati kalian? Jika ya, stupa ini akan bercahaya. Ini disebut menunjukkan keluhuran. Hendaklah kita memberi tahu orang lain tentang ini. Ini disebut dengan edukasi. Ketika kita sungguh-sungguh menyerukan, orang-orang akan mendengarkan kita. Hendaknya kita menjadi teladan yang baik. Ini adalah hal yang sangat penting. Kita ambil masakan sebagai contoh.

Setiap orang perlu makan. Tampilan, aroma, dan rasa suatu hidangan dikendalikan oleh orang yang memasaknya. Saat masakan itu dicicipi, rasa manis, gurih, panas, atau dingin akan dirasakan oleh setiap orang. Begitu pula dengan perkataan saya. Kata-kata yang baik akan membuat orang lain senang dan akan dirasa bermanfaat. Sebaliknya, jika saya di sini berkata-kata yang tidak baik dan hanya menilai kekurangan orang lain, kata-kata itu tidak ada gunanya dan waktu kehidupan saya akan berlalu sia-sia. Saya berharap insan Tzu Chi dapat memanfaatkan setiap menit dan detik dengan baik untuk membawa manfaat bagi batin orang lain dan menginspirasi mereka dalam tindakan. Inilah harapan saya.

Menciptakan nilai kehidupan dengan sumbangsih yang tulus
Menghimpun kebajikan dan cinta kasih tanpa pamrih
Pengetahuan dan praktik memancarkan kebajikan yang harum
Menggenggam waktu untuk membawa manfaat bagi semua makhluk

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 28 Agustus 2023
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Felicia
Ditayangkan Tanggal 30 Agustus 2023
Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -