Ceramah Master Cheng Yen: Pohon Keluarga Bodhisatwa Bertumbuh Selamanya


Desember tahun lalu, Malaysia dilanda banjir besar yang menyebabkan kerusakan parah. Relawan Tzu Chi setempat pun segera bergerak untuk membagikan makanan hangat. Baik yang mengarungi banjir dengan berjalan kaki maupun yang mendayung perahu, relawan kita tidak melewatkan satu rumah pun untuk membagikan air minum dan makanan.

Dengan adanya cinta kasih di hati serta tekad dan ikrar, relawan kita pun memiliki kekuatan dan bersedia untuk membantu orang-orang yang menderita. Melihat relawan kita, saya sangat tersentuh. Inilah cinta kasih agung tanpa syarat. Cinta kasih agung tanpa syarat bukan sekadar slogan. Kita telah mempraktikkannya secara nyata.

Lihatlah relawan kita yang mengenakan celana putih di tengah air berlumpur. Mereka tetap terlihat sangat agung dan berwibawa. Lihatlah betapa tertibnya relawan kita. Mereka membagi diri ke dalam beberapa kelompok berdasarkan jumlah daerah yang dilanda banjir.

Relawan kita juga mengajak warga setempat yang merupakan korban bencana atau warga dari komunitas lainnya untuk turut membantu. Meskipun mereka bukan relawan Tzu Chi, tetapi dengan adanya seruan dari relawan kita, mereka pun siap membantu.

Ada pula pihak militer yang turut membantu. Secara bertahap dan selangkah demi selangkah, setiap tim bergerak untuk membersihkan desa dan komunitas yang terkena dampak bencana. Dengan begitu, lokasi bencana pun menjadi bersih dengan cepat.


Hari ini, relawan dari Penang, wilayah utara Malaysia serta Selangor juga turut membantu,” kata Teoh Paik Lim relawan Tzu Chi.

Saya sangat tersentuh karena adanya bantuan dari relawan Tzu Chi, pihak militer, serta begitu banyak warga dari Kedah. Bukan hanya satu atau dua orang saja yang datang, melainkan sekelompok besar. Saya sangat senang,” kata Zila binti Mohd Natu korban bencana.

Di mana pun bencana terjadi, ketika relawan Tzu Chi hadir di sana, lokasi bencana pun dapat segera dirapikan dan dipulihkan. Inilah nilai dari insan Tzu Chi. Jadi, Bodhisatwa sekalian, baik relawan yang sudah dilantik, relawan dalam pelatihan, relawan yang baru bertekad, maupun relawan senior, semuanya terus membimbing dan menginspirasi relawan baru dari generasi ke generasi. Mari kita terus berbuat demikian. Masyarakat memerlukan kekuatan seperti ini.

Saya bersyukur kepada kalian semua yang telah bersumbangsih dengan cinta kasih sehingga dapat menenangkan hati setiap orang dan meningkatkan kemakmuran masyarakat. Asalkan kita bertekad, kita bisa melakukannya. Kita terjun ke tengah masyarakat tanpa memandang perbedaan agama. Kita muncul untuk memberi bantuan sesuai kebutuhan setiap orang. Inilah yang disebut Bodhisatwa dunia.

Buddha mengajari kita untuk terjun ke tempat-tempat yang penuh dengan orang-orang menderita serta menyelamatkan dan bersumbangsih bagi mereka. Jika kita bisa berbuat demikian, itulah Bodhisatwa hidup yang sesungguhnya. Inilah nilai sejati kita sebagai umat Buddha. Melihat semua insan Tzu Chi, saya sungguh sangat bersyukur. Benar. Semoga kita semua bisa menjadi Bodhisatwa dunia selamanya dari kehidupan ke kehidupan.


Belakangan ini, saya mengadakan pertemuan konferensi video dengan insan Tzu Chi di seluruh dunia setiap hari. Di akhir pertemuan, mereka selalu membangun ikrar. Tidak peduli ikrar apa yang mereka bangun, terakhir mereka pasti menyebutkan, "Kami akan mengikuti langkah Master dari kehidupan ke kehidupan."

Saya pun memberi tahu mereka bahwa tidak peduli pergi terlebih dahulu ataupun belakangan, kita harus sama-sama membangun tekad dan ikrar ini. Setelah pergi, kita harus mulai membentangkan jalan. Dengan ikrar ini, kita terus membentangkan Jalan Bodhisatwa. Mari kita meneruskan Jalan Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan.

Bumi ini sedang mengalami perubahan iklim. Kini, Bumi tengah mengalami kerusakan. Kini kita berada pada era kerusakan. Buddha memberi tahu kita bahwa segala materi di dunia ini mengalami empat fase, yakni pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran.

Saat ini, kita hidup dalam fase keberlangsungan dan kerusakan. Kita harus memahami hukum sebab akibat. Bagaimana seharusnya kita menjalani hidup dari kehidupan ke kehidupan? Bumi mungkin masih layak dihuni sekitar ratusan juta tahun lagi. Kita akan kembali ke dunia ini lagi.

Saat ini, marilah kita bersatu hati mengimbau semua orang untuk membina hati Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan dan terjun ke tengah masyarakat untuk membimbing semua makhluk. Dengan begitu, Bumi dapat terlindungi dalam kurun waktu tertentu. Jadi, saat ini, mari kita membina hati yang bajik, membangun ikrar yang bajik, dan melakukan kebajikan sebagai Bodhisatwa dunia.


Orang zaman dahulu berkata bahwa kita harus berhati baik dan berbuat baik. Kata-kata dari orang zaman dahulu telah mengajari kita yang hidup di zaman sekarang untuk membangun ikrar bajik. Membangkitkan niat untuk membawa manfaat bagi semua makhluk, itu sangatlah penting.

Kalian dan saya memiliki jalinan jodoh. Berkat kemajuan teknologi, kita dapat menyatukan hati, ikrar, dan kekuatan kita. Beberapa waktu lalu, kita melihat banjir besar yang melanda Malaysia. Kita juga melihat relawan kita bersumbangsih di sana. Bukankah relawan kita merupakan Bodhisatwa dunia yang sangat menyentuh hati?

Ketika melihat sumbangsih relawan kita, saya pun merasa mereka sangat dekat di hati saya. Inilah yang disebut memberi persembahan lewat praktik nyata. Melihat ini, dari lubuk hati terdalam, saya merasa merekalah mitra Bodhisatwa saya dari kehidupan ke kehidupan. Dengan demikian, kita semua adalah satu keluarga, keluarga Bodhisatwa. Kini kita terus membangun keluarga Bodhisatwa kita.
 
Menghimpun kekuatan banyak orang untuk merapikan kembali daerah bencana
Meringankan penderitaan semua makhluk demi meningkatkan daya hidup
Mempraktikkan ikrar agung dengan welas asih untuk memberi persembahan
Pohon keluarga Bodhisatwa bertumbuh selamanya

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 14 Februari 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 16 Februari 2022
Beriman hendaknya disertai kebijaksanaan, jangan hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain hingga membutakan mata hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -