Ceramah Master Cheng Yen: Relawan Lansia Menggarap Ladang Berkah
Waktu tidak menunggu siapa pun dan manusia tidak bisa menghindari penuaan. Ada sebagian Lansia (lanjut usia) yang tidak bisa mengurus diri sendiri karena sudah berusia lanjut, sakit, atau berketerbatasan gerak.
Namun, relawan Tzu Chi yang sudah Lansia tetap bersumbangsih dengan gembira karena pikiran mereka sangat murni. Dengan pikiran yang murni, mereka terbebas dari noda batin. Karena itu, mereka merasa gembira, tenang, dan penuh sukacita.
Banyak relawan yang memiliki asisten rumah tangga di rumah masing-masing. Setelah bergabung dengan Tzu Chi, mereka memperhatikan para Lansia yang sakit dan hidup sebatang kara. Ada sebagian Lansia yang tidak bisa pergi ke kamar kecil sendiri. Kondisi rumah mereka juga sangat kotor dan berantakan. Para relawan kita bersumbangsih dengan sukarela karena memahami bahwa penuaan membawa penderitaan. Jatuh sakit juga membawa penderitaan. Tentu saja, apa yang dirasakan saat jatuh sakit sulit untuk dijelaskan.
Seperti yang Buddha katakan, “Tidak bisa dijelaskan.” Intinya, kita sulit untuk menjelaskan dan mengungkapkannya karena penderitaan akibat penyakit tidak bisa dirasakan oleh orang lain dengan mendengar penjelasan kita saja. Ini mustahil. Bagaimana Tim Medis Tzu Chi menciptakan delapan jenis pahala yang diajarkan oleh Buddha?
Terdapat pahala tak terhingga yang dibedakan menjadi delapan jenis pahala. Kita perlu menciptakan delapan jenis pahala ini. Di antara delapan jenis pahala ini, pahala terbesar ialah mengobati pasien. Dari sini bisa diketahui bahwa di antara berbagai penderitaan di dunia, penyakitlah penderitaan terbesar.
Dahulu, saya memutuskan untuk membangun rumah sakit karena merupakan ladang berkah terbesar dan yang paling dibutuhkan di dunia ini. Saya berharap setiap orang berpegang pada semangat dan filosofi Tzu Chi serta meneladani hati Buddha. Saya sering memanggil para dokter kita dengan sebutan Tabib Agung. Dalam Sutra, Tabib Agung ialah Buddha.
Jadi, kita harus meneladani welas asih Buddha. Kita harus memiliki cinta kasih agung tanpa penyesalan, welas asih agung tanpa keluh kesah, sukacita agung tanpa kerisauan, dan keseimbangan batin agung tanpa pamrih. Jika bisa bersumbangsih tanpa penyesalan, keluh kesah, kerisauan, dan pamrih, seseorang bisa disebut Buddha hidup. Demikianlah para dokter.
Ada banyak prinsip kebenaran yang saya harap dapat diterapkan dalam dunia medis. Terlebih, kini terdapat banyak kaum Lansia di tengah masyarakat. Populasi kaum Lansia terus meningkat dan populasi kaum muda menurun. Namun, populasi di Taiwan tetap sangat besar. Penuaan tidak bisa dihindari. Namun, bagaimana kita mempersiapkan mental orang-orang menghadapi penuaan?
Saya pernah berkata bahwa insan Tzu Chi tidak menyerah pada usia. Mereka mengembangkan nilai hidup mereka dengan bangga dan merasa bahwa hidup mereka sangat bermakna. Kita berusaha untuk menjaga kesehatan batin sekaligus fisik orang-orang. Para insan Tzu Chi telah mempelajari Dharma sehingga memiliki batin yang sehat.
“Saya lahir dan tumbuh besar di Shuangxi. Saya telah tinggal di sini selama 87 tahun. Jadi, saya mengenal banyak orang,” kata Lian Wu Pen, relawan Tzu Chi.
“Saya juga lahir dan tumbuh besar di Shuangxi. Saya telah tinggal di sini selama 70 tahun. Saya selalu memanggilnya ibu,” kata Jian Bi-yun, relawan Tzu Chi lainnya.
Dia ibu siapa?
“Dia ibu semua orang,” jawab Jian Bi-yun.
“Untuk mengumumkan tentang baksos, kami harus berkeliling Shuangxi, termasuk Sangang, Mudan, Waigan, dan seluruh jalan di Shuangxi,” kata Lian Wu Pen, relawan Tzu Chi.
Dokter berusia 102 tahun akan memeriksa keadaanmu.
“Saya sudah tua,” kata seorang anggota Komite Tzu Chi yang berusia lanjut.
Jangan menyebut diri sendiri tua. Kalau tidak, kamu akan cepat menua.
“Jadi, apa yang harus saya katakan?” tanyanya.
“Kamu harus berkata, ‘saya masih muda’.”
Di antara anggota komite kita, banyak yang sudah berusia 80-an, 90-an, dan bahkan 100-an tahun. Mereka masih aktif mengikuti kegiatan dan tidak menderita demensia (penurunan daya ingat). Ini karena pikiran mereka bebas dari noda batin. Mereka tidak memiliki pikiran pengganggu dan noda batin.
Setiap hari, mereka menjalani hidup yang bermakna dengan gembira. Mereka merasa bahwa hidup mereka sangat bermakna. Berhubung merasa bahwa hidup mereka sangat bermakna, mereka tidak merasa tua. Terlebih, mereka telah menabung 50 tahun di dalam “bank usia”.
Yang sudah menabung 50 tahun di “bank usia”, silakan angkat tangan. Chui-bi adalah yang tertua di tim ini.
“Saya termasuk yang tertua. Saya baru berusia 71 tahun,” jawab salah seorang dari mereka.
“Sekitar dua pertiga relawan di tim kami ialah lansia. Dengan melayani lansia, kami juga bisa berkembang serta belajar tentang penuaan dan penuaan yang sehat,” jawab relawan yang berusia lanjut.
Mereka hidup damai, tenang, dan optimistis. Mereka merasa bahwa setiap detik dalam hidup mereka sangat bermakna karena setiap hari, saya berkata bahwa jangan menyia-nyiakan sedetik pun. Nilai hidup kita ditentukan oleh apa yang kita lakukan setiap detik. Di setiap detik dalam hidup kita, jangan melakukan kesalahan. Hidup kita bermakna jika bisa bersumbangsih bagi dunia.
Di Aula Jing Si, sekelompok relawan berikrar untuk merawat orang lain seumur hidup dan tidak ingin menjadi lansia yang bergantung pada orang lain. Para relawan yang merawat orang lain sudah berusia 80-an dan 90-an tahun. Mereka juga membimbing relawan lain. Demikianlah tekad dan ikrar mereka. Mereka membangun tekad dan ikrar dengan semangat agama Buddha. Namun, berapa persentase orang yang melakukannya di masyarakat? Persentasenya tidaklah besar.
Terlebih zaman sekarang, pola hidup manusia telah berubah. Bagi generasi muda sekarang, jika kita tidak mempercepat langkah untuk menyemangati mereka bersumbangsih maka sungguh tidak ada cara lain lagi.
Bersumbangsih dengan sukacita tanpa kerisauan
Para relawan lansia menggarap ladang berkah
Tidak tega melihat orang-orang menderita karena usia tua dan penyakit
Tabib Agung penuh cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin