Ceramah Master Cheng Yen: Rendah Hati dan Teguh Bervegetaris
Dalam kehidupan manusia, penderitaan kerap datang bertubi-tubi dan berulang kali. Sejarah mencatat wabah SARS yang terjadi pada tahun 2003. Saat itu masyarakat sangat panik. Saat itu juga banyak orang diisolasi. Saat itu, kita melihat bagaimana sikap insan Tzu Chi dalam berkegiatan, merespons, bersumbangsih, membagikan makanan, menyosialisasikan pola hidup vegetaris, dan menenangkan batin banyak orang.
Saat sebuah rumah sakit diisolasi, insan Tzu Chi membuka posko di depan rumah sakit dan mendoakan orang-orang yang diisolasi. Meski mereka terpisah jauhdari orang-orang di dalam gedung rumah sakit, tetapi kehangatan yang dibawa insan Tzu Chi itu tetapi kehangatan yang dibawa insan Tzu Chi itu sungguh menenangkan hati banyak orang. Itulah yang terjadi saat wabah SARS merebak.
Saat ini, saya sering mengatakan kepada semua orang bahwa saya sangat khawatir sampai tak dapat berkata-kata. Sesungguhnya, saya sudah kehabisan kata-kata. Namun, beberapa hari ini saya terus melihat dan mendengarkan ceramah-ceramah saya pada tahun 2003 sampai 2004. Isinya sama dengan saat ini.
Saat itu, bukankah saya juga menekankan pentingnya bervegetaris? Bukankah saya juga mengatakan bahwa semua orang harus rendah hati, tulus, mawas diri, meningkatkan kewaspadaan, dan bervegetaris? Bukankah ini yang terus saya tekankan?
Bervegetaris, bagi saya adalah tindakan yang paling sederhana. Ini mudah sekali. Alam ini sesungguhnya tidak meminta banyak dari makhluk hidup. Semua orang hanya perlu mengembangkan pikiran yang sederhana dan murni dengan melenyapkan nafsu keinginan. Jangan biarkan nafsu dan ketamakan atas cita rasa mengikis cinta kasih yang hakiki di dalam hati. Janganlah kita lupa bahwa manusia pada hakikatnya memiliki cinta kasih terhadap semua makhluk.
Manusia, sebagai makhluk yang tercerdas di dunia, seharusnya melindungi semua makhluk. Sebaliknya, manusia malah membunuh dan menindas makhluk hidup yang lebih lemah, yang mula-mula kehidupannya begitu sederhana dan indah. Hewan-hewan ini sangat lembut dan mengagumkan. Bukankah demikian? Mengapa kita harus mencabik-cabik tubuh mereka? Mengapa manusia harus membunuh mereka untuk dimakan dagingnya? Bukankah hewan-hewan itu patut dikasihi? Jadi, sifat manusia sungguh menakutkan.
Kini kita harus menerima pelajaran. Kita hendaknya lebih banyak berintrospeksi. Setelah berintrospeksi, kita harus segera bertobat. Setiap kali selesai melantunkan Sutra, kita selalu membacakan syair pelimpahan jasa yang berbunyi, "Berikrar mengikis habis Tiga Rintangan." Setelah membaca begitu banyak Sutra, pada akhirnya kita tetap berharap untuk mengikis Tiga Rintangan.
Kita harus mengikis noda batin dan kerisauan akibat Tiga Rintangan. Kita harus mengikis noda dan kegelapan batin serta ketamakan. Ketamakan, kebencian, dan kebodohan adalah noda batin yang merintangi kita sehingga dalam kehidupan ini, hati nurani kita tertutup. Ketamakan, kebencian, dan kebodohan merintangi hakikat sejati kita yang bajik merintangi hakikat sejati kita yang bajik sehingga kita tanpa sadar menjalin jodoh buruk dengan semua makhluk.
Jadi, pembunuhan berbagai makhluk hidup yang berulang kali ini menciptakan kekuatan karma buruk kolektif yang berakibat pada kerisauan dan ketakutan. Kerisauan dan ketakutan pada wabah kali ini dirasakan oleh semua orang. Jadi, yang terutama, kita tetap harus rendah hati. Setiap orang diharapkan mengenakan masker. Saya sering berkata, "Saat semua orang mengenakan masker, saya sulit mengenali wajah masing-masing orang." Ya, saat mengenakan masker, semua orang terlihat mirip. Semoga yang mirip bukan hanya penampilannya, melainkan juga hatinya yang mirip atau sama dengan para Buddha dan Bodhisatwa.
Jika kita semua memiliki hati yang sama dengan para Buddha dan Bodhisatwa, virus tidak akan menemukan kita dan tidak bisa menjadikan kita sebagai inang karena kita telah melampaui tataran awam. Kita bukan lagi makhluk awam yang tamak akan cita rasa dan terbelenggu oleh ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Bangkitnya ketamakan membuat kita menyebabkan orang lain melakukan karma membunuh. Ini lebih parah daripada membunuh sendiri langsung.
Karena ingin makan daging, kita membuat orang lain menciptakan karma buruk. Jadi, bukan hanya diri kita sendiri menciptakan karma buruk, kita bahkan menyebabkan orang lain melakukan karma membunuh. Meski orang lain yang melakukan karma membunuh, tetapi kitalah penyebabnya. Jadi, kita juga bertanggung jawab atas karma ini. Kita membuat orang lain ikut melakukan karma buruk. Inilah kebenarannya.
Jadi, akibat ketamakan, kita menyebabkan orang lain membunuh hewan. Kita lalu memakan hasil pembunuhan itu. Kekuatan karmanya menjadi berlipat ganda. Karena itu, kini saya terus menyerukan agar semua orang bervegetaris. Bervegetaris sangatlah mudah.
“Itu sayur kesukaan saya,” kata Su Chao-xian, vegetaris cilik.
“Bagaimana kalau Nenek masak daging?”
“Tidak enak.”
“Kamu suka makan sayuran?”
“Suka.”
“Kamu paling suka sayur apa?”
“Semuanya saya suka.”
“Kalau dikasih makan daging, mau tidak?”
“Tidak mau.”
“Kenapa?”
“Saya mau melindungi Bumi.”
“Halo.”
“Halo.”
“Saya ingin mengajak Anda ikut bervegetaris.”
Lihatlah anak itu. Dia begitu teguh. Pikirannya tidak mudah tergoda. Dia tetap teguh untuk bervegetaris. Ucapannya begitu polos dan menggemaskan. Itu pasti akan tetap sama saat dia besar nanti. Bodhisatwa sekalian, kita telah melihat contoh di depan mata kita. Tidakkah kita tersentuh? Terlebih lagi, melihat wabah saat ini, mungkinkah kita tidak waspada dan berintrospeksi?
Berharap
Tiga Rintangan terkikis habis
Menjalin
jodoh baik dengan melindungi semua makhluk
Bervegetaris
atas dasar welas asih dengan hati yang teguh
Rendah
hati terhadap sesama demi menghantarkan kehangatan
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 5 April 2020