Ceramah Master Cheng Yen: Sejarah Upacara Pemandian Rupang Buddha
Lihatlah sejarah pada hari ini. 10 tahun lalu, yakni pada tahun 2007, kita mulai mengadakan upacara pemandian rupang Buddha di Balai Peringatan Chiang Kai-shek. Setiap partisipan melakukan pradaksina di sana.
Saya sangat berterima kasih kepada Ci Yue yang saat itu memiliki gagasan ini. Saya juga berterima kasih kepada Bapak Guo Meng-yung yang menciptakan lagu untuk upacara ini. Dimulai dari tahun itu, kita mulai mengadakan upacara pemandian rupang Buddha di Balai Peringatan Chiang Kai-shek.
Saya sangat bersyukur karena formasi yang dibentuk setiap tahun berbeda. Ci Yue sangat kreatif. Saya juga sangat berterima kasih kepada relawan lain yang sangat bersungguh hati merencanakan upacara ini. Dengan kebijaksanaan dan kesungguhan hati, mereka terus medesain formasi baru setiap tahun. Jumlah partisipan juga terus bertambah.
Saya juga sangat berterima kasih kepada para bhiksu/bhiksuni yang sangat mendukung kegiatan ini. Jumlah bhiksu/bhiksuni yang berpartisipasi mencapai lebih dari 200 orang. Jumlahnya bertambah dari tahun ke tahun. Saya juga sangat berterima kasih kepada para relawan Tzu Chi. Begitu waktunya sudah dekat, mereka akan berkunjung ke vihara untuk mengundang para sesepuh dan bhiksu/bhiksuni dengan penuh rasa syukur, tulus, dan hormat.
Upacara di Balai Peringatan Chiang Kai-shek menampilkan kebajikan, keindahan, dan ketulusan setiap orang. Begitu kita mengadakan upacara pemandian rupang Buddha seperti ini, gagasan ini lalu diikuti oleh relawan Tzu Chi di negara lain. Relawan Tzu Chi luar negeri terinspirasi oleh relawan Tzu Chi Taiwan.
Setiap orang memiliki bakat yang tak terbatas. Mengetahui bahwa cara ini membuat upacara menjadi sangat khidmat, setiap orang sangat bersungguh hati. Di negara dan ladang pelatihan yang berbeda-beda, terdapat formasi yang berbeda-beda pula. Inilah cara relawan Tzu Chi di berbagai negara mengadakan upacara pemandian rupang Buddha.
10 tahun sudah berlalu. Saya sangat berterima kasih kepada Ci Yue beserta timnya yang terus membina bibit baru. Saya juga berterima kasih kepada orang-orang yang tertarik untuk berpartisipasi dan membina potensi mereka serta mengajarkannya kepada orang lain sehingga setiap tahun kita dapat melihat keindahan dan kekhidmatan upacara pemandian rupang Buddha. Saya sungguh berterima kasih.
Setiap tahun di dalam 10 tahun ini, kita mendokumentasikan upacara tersebut. Mengetahui bahwa upacara ini dimulai dari cara yang benar dan indah, kita dapat terus tekun dan bersemangat untuk menapaki jalan yang benar ini. Meski formasinya berubah, tetapi esensinya tetaplah sama, yakni tetap sangat indah dan murni.
Hal yang patut disyukuri sangatlah banyak. Saya sangat berterima kasih kepada semua orang yang bersatu hati mengadakan upacara ini. Dengan hati yang penuh syukur, setiap orang mengungkapkan ketulusan untuk membalas budi luhur Buddha, orang tua, dan semua makhluk.
Buddha membabarkan kebenaran di dunia dan mengajarkan orang-orang untuk berbakti. Berbakti adalah akar dari segala kebajikan. Dengan adanya wujud bakti dan perbuatan baik, barulah masyarakat kita dapat harmonis. Kita harus mengingatkan orang-orang untuk memiliki cinta kasih di dalam hati.
Buddha mengajarkan kepada kita untuk mengasihi dan menghargai semua makhluk. Buddha juga mengajarkan kepada kita untuk tahu bersyukur kepada orang tua dan memahami bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Dibutuhkan kerja sama semua orang baru kita dapat hidup berkecukupan di dunia ini. Karena itu, kita harus berterima kasih kepada semua makhluk.
Setiap orang memiliki profesi masing-masing dan setiap profesi itu membawa manfaat bagi masyarakat. Karena itu, kita harus berterima kasih atas budi luhur Buddha, orang tua, dan semua makhluk. Beberapa hari ini, saat menjalani latihan, sinar matahari sangat terik. Saya sangat khawatir. Akan tetapi, tahun ini saya sangat gembira melihat beberapa anak muda yang ikut berpartisipasi. Mereka adalah generasi kedua atau ketiga dari relawan Tzu Chi.
Ada pula insan berbakat dari masyarakat. Setiap orang berkumpul bersama untuk menampilkan kebajikan dan keindahan dari upacara itu. Kita juga melihat seorang gadis yang menderita penyakit kulit dan tidak boleh berjemur matahari.
“Beberapa hari ini cuaca agak panas, apakah kulitmu baik-baik saja?
“Saya masih bisa bertahan. Saat berkeringat, saya akan merasa gatal. Namun, karena khawatir radiasi ultraungu terlalu kuat, saya mengenakan jaket. Saat kulit terasa gatal, saya harus lebih berkonsentrasi dalam gerakan saya. Jika tidak, saya tidak dapat melakukan gerakan yang benar,” kataKe Pei-ling , relawan pementasan.
Dia telah terjemur beberapa hari. Saya sungguh khawatir padanya. Akan tetapi, dia sangat pemberani. Sejak lahir hingga sekarang, kondisi kulitnya membuatnya melewati hari-hari dengan sulit. Namun, ibunya terus mendampingi dan menyemangatinya untuk membangun batin yang positif. Karena itu, dia dapat menerima kondisinya.
Dia sungguh mengagumkan. Batinnya tidak terpengaruh oleh kondisi fisiknya. Dia melapangkan hati dan menghadapi kondisinya dengan optimis. Ini sungguh menyentuh hati.
Tahun ini, bhiksu/bhiksuni yang berpartisipasi jauh lebih banyak. Para sesepuh dan bhiksu/bhiksuni dari vihara lain berpartisipasi dalam upacara kita sekaligus memberikan bimbingan. Ini adalah kegiatan besar dalam Buddhisme. Saya sangat tersentuh dan bersyukur. Kita harus mawas diri dan berhati tulus. Kita harus berdoa dengan tulus semoga dunia dapat aman dan tenteram, dan bebas dari bencana. Kita harus berdoa dengan tulus.
Kita juga melihat warga dari delapan desa di Myanmar mengikuti upacara pemandian rupang Buddha kita. Demi menyebarkan semangat dan ajaran Buddha, sejak awal bulan Mei, relawan Tzu Chi berkunjung dari rumah ke rumah untuk mengundang warga dan membuat persiapan. Lihatlah, di tempat yang sederhana itu, mereka akan menggelar upacara yang khidmat. Di tempat yang penuh dengan pohon, para anggota Tzu Ching menata lokasi upacara. Mereka menggunakan meja dan bangku dari sebuah sekolah dasar untuk keperluan upacara pemandian rupang Buddha.
“Kami sangat gembira dapat menghadiri upacara pemandian rupang Buddha. Terima kasih, Master Cheng Yen,” ujar seorang warga.
Sekarang adalah masa-masa sibuk bagi petani, Tetapi ada lebih dari 400 warga yang menghadiri upacara kita. Ini sungguh tidak mudah. Di sana, mereka melakukan pradaksina dan memandikan rupang Buddha. Pemandangan yang terlihat di desa kecil itu sungguh harmonis. Di tengah suhu udara 38 derajat Celsius, para partisipan menunggu dengan sabar. Ini sungguh membuat orang tersentuh.
Mengenang upacara pemandian rupang Buddha Tzu Chi sepuluh tahun lalu
Mewariskan dan menyebarkan keindahan dan kebajikan ke seluruh dunia
Tetap berpartisipasi dalam pementasan meski menderita penyakit
Mengatasi kesulitan untuk menyebarkan cinta kasih ke seluruh dunia
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 13 Mei 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 15 Mei 2017