Ceramah Master Cheng Yen: Selalu Berbuat Kebajikan demi Semua Makhluk
Hari-hari yang aman dan tenteram sungguh membahagiakan. Namun, di saat yang aman dan tenteram ini, juga bisa terjadi ketidakkekalan yang membuat hidup tidak nyaman. Kemarin, sekitar pukul 4.50 sore, aliran listrik di seluruh Taiwan terputus. Saat kondisi aman dengan adanya suplai listrik, semua orang bisa hidup dengan nyaman. Namun, begitu listrik padam, semuanya menjadi kacau.
Ketidakkekalan menghentikan kenyamanan kita. Saat kondisi itu belum berlangsung lama, kita sudah tidak tahan. Ketidaknyamanan ini sungguh tak tertahankan. Dari sini, kita harus lebih berintrospeksi dan mengingat ketidakkekalan hidup kita. Ketidakkekalan selalu membayangi kita. Inilah pandangan ketidakkekalan yang dibabarkan Buddha.
Kita harus menghargai sumber daya yang ada. Saya terus menyerukan penghematan listrik. Kita harus menghargai sumber daya. Apakah kita benar-benar bisa menghemat atau tidak, yang terpenting adalah ketulusan kita untuk mendengar imbauan ini. Saat suatu ruangan tidak ada orang, kita bisa mematikan lampu. Saat tidak ada orang di sana, kita juga bisa mematikan kipas angin. Semua ini adalah wujud ketulusan kita.
Apakah dengan begitu listrik benar-benar dihemat? Saya tidak tahu. Namun, yang terpenting adalah ungkapan ketulusan kita. Jika kita benar menghargai sumber daya, maka kita juga akan berusaha menghematnya. Kita harus benar-benar bersungguh hati untuk menyelaraskan kehidupan kita dengan prinsip kebenaran.
Orang yang memahami kebenaran akan mampu memahami segala hal yang berlaku di dunia ini. Jika batin kita murni, maka kita akan dapat menyatu dengan kebenaran alam semesta. Kita akan dapat menghargai semua makhluk dan sumber daya alam. Dengan begitu, kita akan menyayangi dan menghemat sumber daya alam. Terlebih listrik dan air, haruslah kita hargai.
Selain itu, terhadap sesama manusia, kita harus terus membawa manfaat. Kita harus berbuat kebajikan dan memberi manfaat bagi semua makhluk. Dalam kehidupan sehari-hari, Bodhisatwa mengembangkan cinta kasih dan welas asih agung, tidak pernah lengah ataupun malas. Ini tertulis dalam Sutra Bunga Teratai.
Sutra Bunga Teratai membimbing kita untuk mempraktikkan Jalan Bodhisatwa dan mengembangkan cinta kasih serta welas asih agung. Kita pun harus senantiasa berbuat kebajikan. Kita selalu berpikir untuk memberi manfaat bagi semua makhluk, bukan mencari keuntungan diri sendiri. Kita tidak boleh mencelakai orang lain demi kenikmatan diri sendiri. Jika demikian, maka akan memupuk karma kolektif yang akan membawa bencana bagi umat manusia.
Intinya, janganlah kita bersikap egois. Kita harus selalu berniat untuk berbuat kebajikan dan memberi manfaat bagi semua makhluk. Inilah bimbingan bagi kita yang tertulis dalam Sutra Bunga Teratai, tepatnya pada bab Perumpamaan. Setiap bab dalam Sutra ini tak lepas dari praktik Bodhisatwa.
Kita telah melihat di Kaohsiung ada sebuah keluarga yang rumahnya tiba-tiba terbakar di malam hari. Pagi-pagi sekali, relawan Tzu Chi segera mendatangi lurah setempat guna menyusun persiapan untuk membantu keluarga tersebut.
“Kalian insan Tzu Chi datang pagi-pagi untuk mencari saya. Entah bagaimana kalian mengetahui berita ini. Hebat sekali. Kalian menganggap seluruh masalah di masyarakat sebagai urusan kalian. Saya berterima kasih kepada kalian. Untung ada kalian. Tanpa kalian, saya sungguh tidak berdaya,” kata Xie Ji-yuan, Lurah Zhongmin.
Keluarga itu juga tidak sanggup membersihkan rumah mereka sendiri. Dengan bantuan banyak orang, dalam satu jam semuanya telah bersih.
“Hebat sekali. Kalian semua sepertinya melakukan semua ini tanpa keluh kesah atau penyesalan. Terima kasih,” tambah Lurah Zhongmin.
Hati Bodhisatwa seperti ini selalu ada. Saat melihat penderitaan, Bodhisatwa mengembangkan welas asih yang setara dan berusaha membebaskan semua makhluk dari penderitaan tersebut, selamanya tidak pernah berhenti. Lurah setempat juga sangat memuji. Beliau kagum karena para relawan tiba pagi-pagi sekali.
Para warga yang terkena bencana juga merasa jika ada insan Tzu Chi, mereka bisa tenang. Di saat-saat seperti ini, kehadiran insan Tzu Chi paling dibutuhkan. Kecepatan insan Tzu Chi dalam bergerak sering kita lihat di Taiwan. Kita sering melihat di wilayah utara, tengah, selatan, dan timur, para insan Tzu Chi bergerak bersama-sama. Meski daerah dan orangnya berbeda-beda, tetapi mereka sama-sama bergerak dan bekerja sama dengan harmonis. Ini sangat menyentuh.
Kita juga melihat di Malaysia terjadi bencana banjir akibat hujan deras di Melaka. Air naik dan menggenang dengan cepat. Banyak orang terjebak di tengah genangan air. Insan Tzu Chi juga segera bergerak.
“Terima kasih kepada Tzu Chi, kalian sungguh tulus. Hidup hingga setua ini, ini pertama kalinya begitu banyak orang datang mengunjungi saya. Hati saya sangat gembira karena ada banyak orang membantu saya,” kata Mai Yu-liang, seorang warga.
Saat menemukan orang yang perlu bantuan atau lansia yang tidak bisa membersihkan rumah, insan Tzu Chi segera memberi perhatian dan membantu. Banyak keluarga yang tidak bisa memasak. Insan Tzu Chi segera menyiapkan makanan hangat agar warga dapat makan kenyang dan memiliki tenaga untuk membersihkan rumah. Itulah bentuk perhatian insan Tzu Chi.
Insan Tzu Chi di Taiwan seperti itu, begitu pula dengan insan Tzu Chi di Malaysia. Insan Tzu Chi selalu bergerak dari rumah ke rumah untuk memberi perhatian. Prosedur tindakan insan Tzu Chi tetap sama. Di negara yang berbeda-beda, kita melihat citra insan Tzu Chi tetap sama, begitu penuh tata krama, perhatian, dan ketulusan cinta kasih.
Semua ini dapat dilihat lewat segala tindak tanduk mereka, baik pagi-pagi buta maupun larut malam, sejak matahari belum terbit hingga matahari terbenam, bahkan ada yang harus bergadang. Semua sumbangsih mereka didasari oleh cinta kasih yang tulus. Ini sungguh mengharukan. Tentu, kini bencana alam semakin kerap terjadi. Sesungguhnya, selain banjir di Malaysia, di Nepal, India, Bangladesh, dan di beberapa negara lainnya juga terjadi bencana banjir.
Selain itu, beberapa Negara dilanda kebakaran hutan yang tak kunjung padam. Api terus berkobar dan belum dapat dikendalikan. Melihat semua ini, kita sungguh merasa bencana air dan api sungguh tak berperasaan. Kita harus selalu meningkatkan kewaspadaan.
Manusia sungguh harus bertobat. Manusia sungguh harus rendah hati. Jangan berpikir yang penting kita suka, maka tiada yang tak boleh dilakukan. Janganlah kita bertindak sesuka hati. Kita harus lebih rendah hati dan lebih mengendalikan diri sedikit. Kita harus berintrospeksi dan bertobat besar-besaran. Kita tetap harus mawas diri dan tulus.
Padamnya listrik
mengingatkan akan ketidakkekalan
Selalu berbuat
kebajikan dan menolong semua makhluk
Menjadi sandaran bagi
korban bencana
Bersikap rendah hati,
berobat, dan melenyapkan ketamakan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 16 Agustus 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina