Ceramah Master Cheng Yen: Selamanya Tidak Mundur dari Jalan Bodhisatwa

Bodhisatwa sekalian, selamat Tahun Baru. Pemberkahan Akhir Tahun sekali setahun membawa rasa bahagia, juga kehilangan. Sesungguhnya, berapa banyak waktu yang kita miliki dalam kehidupan ini? Tiada yang tahu. Siapa pun tidak dapat memprediksinya.

Jadi, saya sering mengatakan bahwa luas atau panjangnya kehidupan tak dapat diprediksi. Berapa sesungguhnya luas atau panjang kehidupan kita, kita sendiri tidak tahu. Namun, kedalamannya dapat kita ketahui. Datang ke dunia ini, sudahkah kita mencapai makna kehidupan ini? Sudahkah kita memperdalam makna kehidupan kita?

Setelah Topan Thelma menerjang pada 1977, saya juga datang ke Pingtung dan tinggal selama 10 sampai 20 hari. Saya amat berterima kasih kepada YM. Jian Hui yang mengizikan kita tinggal di tempatnya sehingga dapat berangkat pagi-pagi untuk membagikan makanan kepada korban bencana serta meninjau lokasi bencana. Semua ini pernah kita lalui.

 

Saat itu, viharanya terletak di Fanziliao. Vihara itu sudah seperti Griya Jing Si kedua bagi kita. Setiap kali berada di sana, saya sangat leluasa. Pagi-pagi kita membagikan makanan, malamnya menginap di sana. Beberapa relawan, seperti Jing Li dan lainnya, mengikuti saya menjalankan ini. Saat akan datang kemari kali ini, saya terus bertanya berapa relawan senior dengan nama generasi "Jing" yang masih ada. Mereka menjawab, "Semuanya sudah tua. Kini masih ada belasan orang.Namun, tidak semua bisa datang kemari." Mereka tidak bisa datang,saya juga tidak bisa mendatangi mereka.

Jalinan jodoh guru dan murid sangat dalam, tetapi usia kehidupan sungguh terbatas. Begitu pula dengan saya. Jadi, dalam perjalanan kali ini, saya juga terus mengingatkan semua orang untuk menggenggam waktu yang ada. Dalam kehidupan kita di dunia, segala yang kita lalui merupakan sejarah. Begitu pula dengan sejarah Tzu Chi.

Siang ini, YM. Zhu Ding datang dari Hengchun. Saya ingat dahulu, setiap kali datang ke Hengchun untuk mengunjungi penerima bantuan, saya pasti bermalam di vihara beliau. Pagi harinya, saya kembali membagikan makanan. Hari ini, saat saya bertemu dengan YM. Zhu Ding, suasananya sangat penuh kehangatan. Kami sudah puluhan tahun tidak bertemu. Beliau berkata, "Saya senang Anda masih ingat saya." Ya, tentu saya masih ingat.

 

Sejak puluhan tahun lalu hingga kini, bahkan hingga masa depan, insan Tzu Chi terus menjalankan misi bantuan bencana. Seiring semakin banyaknya daerah yang perlu dibantu, Tzu Chi memiliki perencanaan yang jelas. Kegiatan amal ini dimulai dari 50 sen yang terhimpun sedikit demi sedikit. Insan Tzu Chi menjalankan Empat Misi dan Delapan Jejak Dharma dengan segenap kekuatan demi mewujudkan tekad saya.

Para relawan senior telah berbuat banyak dan kini mereka telah lanjut usia. Kita melihat beberapa dari mereka berbagi di atas panggung. Kini para relawan lansia ini kembali aktif untuk membimbing lebih banyak orang agar semangat Tzu Chi dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Semua ini sangat mengharukan.

Mereka menjalankan praktik nyata dengan sepenuh hati. Antara guru dan murid, kita semua tidak memiliki pamrih. Kalian percaya kepada saya. Segala yang saya lakukan, kalian dukung dengan tetes-tetes sumbangsih sehingga kita bisa mewujudkan misi amal, pembangunan rumah sakit dan misi kesehatan, misi pendidikan, serta misi budaya humanis.

Ya, Empat Misi telah terwujud. Semua ini sangat penting bagi masyarakat. Masyarakat membutuhkan misi amal. Kita semua harus menjalankan misi amal. Lewat misi amal,barulah kita dapat menyucikan dunia dengan membimbing orang-orang berbuat baik. Keluarga yang berbuat baik pasti memiliki berkah. Inilah salah satu cara menciptakan berkah di tengah masyarakat.

Saat datang kemari tahun lalu, saya melihat kreativitas kalian dalam mengolah barang daur ulang. Saya ingin mengingatkan bahwa jika barang yang bisa didaur ulang itu dibuang, tentu akan mencemari bumi. Kini alam tengah mengirimkan sinyal darurat. Jika kita tidak kunjung sadar dan berusaha memahami kondisi yang ada, dan berusaha memahami kondisi yang ada, krisis yang terjadi akan sangat berat. Jadi, kita semua harus menyosialisasikan hal ini.

Kita semua sangat penuh berkah. Berkah ini tidak selamanya menjadi milik kita jika kita tidak terus menciptakan berkah. Sungguh, wilayah Taiwan sangat kecil. Demi anak cucu kita dan demi ketenteraman kita sendiri, kita harus melindungi bumi ini dan menjaga udara dari pencemaran. Dengan begitu, barulah kelak kita bisa tetap hidup tenteram.

“Murid Jing Si di Pingtung dengan tulus berikrar menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan tekad Guru sebagai tekad sendiri. Semoga Master senantiasa berada di dunia dan terus memutar roda Dharma. Kami akan menghirup keharuman Dharma dengan penuh rasa hormat, bersemangat untuk terjun ke masyarakat, bekerja demi ajaran Buddha dari kehidupan ke kehidupan, sepenuh hati bersumbangsih demi semua makhluk.”

Saya mendengar yang kalian katakan. Semoga itu bukan kata-kata semata. Semoga semua orang berikrar dengan tulus dari lubuk hati. Ikrar ini membuat hati kita semakin dekat. Ini membuat saya sangat gembira karena ada orang yang memahami tekad saya dan meneruskannya. Inilah ikrar kita dari kehidupan ke kehidupan. Kita telah menjalin jodoh pada masa lalu sehingga dapat berjalan di Jalan Bodisattva demi dunia ini dan demi ajaran Buddha.

Kini kita harus lebih berusaha lagi serta berikrar untuk masa depan. Saya mendoakan kalian semua. Semoga tekad ini tidak kendur selamanya. Semoga kalian terus mengembangkan berkah dan kebijaksanaan dari kehidupan ke kehidupan tanpa henti. Saya mendoakan kalian semua. Terima kasih.


Menjalankan misi amal demi menyucikan dunia
Melindungi bumi dan terus menciptakan berkah
Giat melatih diri dan menjalankan tekad Guru
Selamanya tidak mundur dari Jalan Bodhisatwa

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 24 Desember 2019       
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 26 Desember 2019

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -