Ceramah Master Cheng Yen: Senantiasa Bersyukur dan Giat Menciptakan Berkah
Myanmar tengah menghadapi bencana ulah manusia. Kemarin, ketika saya berkeliling di koridor, ada orang yang mendekati saya dan berkata bahwa kondisi Myanmar sangat kacau. Selain belanja makanan secara berlebihan, setiap keluarga di sana juga sangat panik. Mereka takut tidak ada persediaan makanan di rumah. Karena itu, mereka berebut membeli makanan. Kondisi politik yang tidak stabil akan menyebabkan gejolak batin manusia sehingga memicu pertikaian dan kerusuhan. Ini terjadi karena pikiran dan ulah manusia.
Selain itu, kekeringan dan bencana banjir di Kamboja sudah terjadi berulang kali, hingga menyebabkan kekurangan pangan. Mereka harus menunggu selama beberapa bulan lagi, baru bisa menggarap sawah untuk ditanami padi. Ini adalah penderitaan akibat bencana alam.
“Bulan April tahun 2020, saat pertama kali kami menabur benih, terjadi kekeringan. Bulan Agustus, tanaman kami tergenang banjir lagi,” kata Tat petani.
“Kondisi kami sekarang sangat kekurangan, kami tidak mempunyai uang dan benih. Selang air pun sudah bocor akibat digigit tikus,” kata Chey Kan petani sayur.
“Kebun sayur kami hancur lebur, tidak ada sayur yang bisa disuplai ke pusat perbelanjaan. Penghasilan tiga bulan lenyap begitu saja,” kata Mouy petani sayur.
“Kendala yang mereka hadapi sekarang adalah kekurangan benih dan air bersih. Karena banjir baru saja mereda, andaikan mereka tidak sempat menanam sekarang, mereka mungkin harus menunggu sampai bulan April, padahal mereka benar-benar kekurangan beras sekarang,” kata Xie Ming-xun relawan Tzu Chi.
Bencana tidak bisa dihadang oleh manusia. Baik pandemi maupun bencana alam kali ini, sama-sama tidak bisa dihadang oleh manusia. Perubahan iklim yang sudah terjadi juga tidak bisa dihadang manusia. Bencana alam, bencana akibat ulah manusia, dan pandemi terjadi pada waktu yang sama. Sungguh menderita.
“Ketika terjadi banjir, kebutuhan pangan penduduk desa tidak bisa terpenuhi karena sulit untuk mendapatkan makanan. Bantuan dari pemerintah dan masyarakat hanya bisa digunakan untuk bertahan beberapa saat. Ada penduduk meminjam beras dari orang lain karena tidak mendapatkan bantuan. Setelah memperoleh bantuan, barulah mereka mengembalikan beras yang mereka pinjam. Tidak ada cara lain,” kata Thang Sin kepala desa.
“Beras kami sudah hampir habis, sisa 3 sampai 4 kilogram saja,” kata Sreng Yeang warga.
Melihat penderitaan seperti ini, kita hendaknya berintrospeksi diri. Kita hendaknya bersyukur atas ketenteraman yang kita miliki. Semua orang hendaknya bekerja sama dengan harmonis agar masyarakat kita damai dan sejahtera. Kita sungguh harus bersyukur.
Kita yang hidup di tengah ketenteraman hendaknya tahu untuk menghimpun kekuatan cinta kasih untuk membantu orang lain. Dengan menciptakan berkah, kita akan hidup penuh berkah dan tenteram. Kita menciptakan berkah dengan bersumbangsih untuk orang-orang yang membutuhkan bantuan. Kita melihat relawan memberikan bantuan dalam jumlah yang cukup. Di antaranya ada beras dan minyak.
Setiap orang mendapat beras yang dapat memenuhi kebutuhan selama 2 sampai 3 bulan. Walaupun berasnya sangat berat, tetapi hati mereka merasa sukacita, damai, dan tenang. Setiap orang tidak merasa berat memikul beras bagian masing-masing. Begitulah relawan Tzu Chi, kita membantu orang tidak hanya di permukaan saja, melainkan secara mendalam dan sepenuh hati. Inilah cinta kasih.
Pemerintah setempat juga sangat mengapresiasi insan Tzu Chi yang telah mengadakan pembagian bantuan.
“Orang yang mampu membantu yang kurang mampu. Semangat saling mengasihi dan membantu ini patut kita jadikan teladan,” kata Ngoun Rotanak Gubernur Krong Battambang.
“Pada umumnya, ketika mengadakan pembagian, kami akan membagikan satu paket untuk satu keluarga. Namun, Tzu Chi sangat berbeda. Sebelum mengadakan pembagian, relawan menyurvei jumlah anggota pada setiap keluarga terlebih dahulu. Dengan begitu, keluarga dengan anggota lebih banyak akan mendapatkan bantuan lebih banyak,” kata Mil Sophal Bupati Ep Phnom.
“Kali ini, banjir tidak hanya terjadi sekali. Ketika kami hampir kehabisan beras, kebetulan kalian mengantarkan beras untuk kami. Terima kasih banyak. Saya sungguh berterima kasih,” kata Oem Rem warga.
Pembagian bantuan di Kamboja bukan hanya melibatkan masyarakat umum. Para anggota Sangha juga berdedikasi dalam pembagian bantuan itu. Mereka memegang bendera Tzu Chi dan bendera Buddhis dalam kegiatan pembagian bantuan itu. Ini adalah kerja sama antara masyarakat dan organisasi agama Buddha. Kita harus menginspirasi orang untuk menyelaraskan pikiran dan menyumbangkan tenaga. Apa pun statusnya, kita memberikan cinta kasih sepenuh hati.
Selain menerima bantuan, kita juga berharap mereka juga dapat menyatu dengan ajaran Buddha. Semoga ajaran Buddha dapat menyatu dengan masyarakat.
Saya juga melihat orang-orang yang menerima bantuan turut bersumbangsih kembali dengan menyumbangkan uang logam mereka. Saya turut merasa gembira dan amat menghargai uang logam yang mereka sumbangkan. Baik 1 riel maupun 50 riel. dalam ladang berkah ini sudah ada benih dari mereka. Satu butir benih dapat menghasilkan satu batang padi. Satu batang padi minimal akan menghasilkan 40 sampai 50 butir beras. Jadi, sebutir benih akan menghasilkan 40 sampai 50 butir beras. Ini menggambarkan bahwa sebutir benih dapat tumbuh menjadi tak terhingga. Ini adalah yang kita harapkan.
Saya berharap kebajikan yang ditanamkan kemarin akan tumbuh menjadi berkah pada hari ini. Apabila mempunyai 50 butir beras, kita dapat menyisihkan 5 butir untuk menciptakan berkah. Saya sering berkata bahwa saat mempunyai sepuluh, kita dapat menyumbangkan satu. Jadi, saat mempunyai 50 butir, sisihkanlah lima butir untuk membantu orang lain. Dengan begitu, jumlahnya juga tidak berkurang banyak. Kita masih memiliki empat puluh lima butir. Bukankah beratnya juga tidak jauh berbeda? Jadi, dengan menyumbangkan sedikit saja, kita sudah bisa menciptakan berkah bagi dunia. Terima kasih atas sumbangsih dan cinta kasih insan Tzu Chi.
Kita melihat banyak bencana yang terjadi di dunia, ada yang terjadi akibat ketidakselarasan pikiran manusia, ada yang terjadi akibat ketidakselarasan iklim. Oleh karena itu, kita harus waspada. Bencana sudah menghampiri, iklim sudah berubah, pandemi masih meluas, bahkan wabah virus Ebola mulai merebak lagi. Oleh karena itu, kita harus menjaga kebersihan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya harus menggenggam setiap waktu untuk memberi tahu kalian lebih banyak hal. Ajaran Buddha harus bisa diterapkan dalam keseharian. Manusia hendaknya berusaha untuk bersumbangsih dan saling membantu. Harap semua orang senantiasa bersungguh hati.
Tiga
bencana besar dan kecil sulit dihadang manusia
Bersatu
hati untuk berdoa bagi keselamatan
Memikul
tanggung jawab atas dunia dengan cinta kasih tanpa batas
Menciptakan
berkah bagi dunia dan menyebarkan Dharma
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 11 Februari 2021