Ceramah Master Cheng Yen: Senantiasa Melatih Diri di Tengah Masyarakat
Bencana yang menggemparkan dunia terus berdatangan, tetapi kita tidak kunjung sadar. Kita seakan jauh dari kesadaran ini. Bencana yang menggemparkan senantiasa ada di depan mata, tetapi manusia tetap berada dalam kesesatan. Jadi, saya prihatin karena manusia diliputi ketidaktahuan dan penuh perhitungan atas hal-hal yang tidak kekal. Adakah kita melihat ketidakkekalan? Ada.
Bisakah kita mengatakan bahwa ketidakkekalan dan bencana itu jauh dari kita? Tidak bisa.
Kita hidup di bumi yang sama. Kita semua hidup di bumi yang sama. Kebakaran di satu daerah dapat menyebabkan pencemaran di mana-mana. Ia bukan hanya akan mencemari tanah. Bagaikan tubuh seseorang yang terbakar, luka bakar tentu akan meluas. Pencemaran juga akan terus meluas. Ini sangat menakutkan. Namun, orang-orang sepertinya merasa bahwa bencana itu berada jauh dari kita. Ini tidak benar.
Kita harus meningkatkan kewaspadaan. Saat bencana yang menggemparkan terjadi, kita harus sadar dan sungguh-sungguh mencari solusi. Kini kita sudah memahami pelestarian lingkungan.
Belakangan ini, dalam konferensi PBB, para staf Tzu Chi juga hadir. Salah satu staf kita, Branda, membawa sebuah botol plastik berbentuk pena besar yang sangat mencolok. Saat staf kita beberapa kali melewati petugas bea cukai, para petugas sangat penasaran. Dia lalu berhenti dan menjelaskannya kepada mereka.
Mendengar laporannya, saya merasa bahwa semua orang hanya sebatas tahu, tetapi tidak bertindak nyata. Semua orang tahu perubahan iklim dan pentingnya pelestarian lingkungan, tetapi banyak negara besar tidak bertindak. Sampah di negara kecil pun semakin menumpuk. Ini sungguh membawa masalah pencemaran yang sangat besar.
Kita sungguh-sungguh melihat bahwa kondisi Bumi sudah semakin memburuk. Kita juga melihat banyaknya masalah di dunia. Jadi, setiap hari beban pikiran saya sungguh berat. Harapan saya terletak pada insan Tzu Chi. Jangan mengira kita telah berbuat banyak.
Seiring berlalunya setiap detik, kita tak dapat menahan penuaan diri kita. Kehidupan kita tetap tergerus waktu seiring berlalunya setiap detik. Karena itu, kita harus terus berjuang untuk meningkatkan nilai kehidupan kita. Karena itu, belakangan ini saya terus membahas tentang praktik welas asih demi membawa manfaat bagi makhluk lain. Setiap orang memiliki potensi welas asih ini. Para ilmuwan juga sudah meneliti dan membuktikan kebenaran hal ini.
Lebih dari 2.500 tahun lalu, Buddha bukan hanya mengajarkan kebenaran tentang tubuh ini. Buddha juga memahami dengan jelas kebenaran alam semesta beserta isinya. Begitu pula dengan organ tubuh kita. Karena itu, dalam Sutra Makna Tanpa Batas dikatakan bahwa Bodhisatwa mampu memberikan kepala, mata, sumsum, dan otak.
Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, Buddha sudah menyerukan agar kita mengubah sesuatu yang tak berguna menjadi berguna. Mata bisa ditransplantasi atau didonorkan kepada orang lain. Paru-paru dan jantung juga bisa ditransplantasi. Banyak organ manusia yang bisa ditransplantasi. Saya percaya hal ini.
Organ yang tak berfungsi pada orang meninggal bisa difungsikan pada orang yang membutuhkan. Begitu pula di posko daur ulang, beberapa bagian yang masih baik dari barang-barang yang tak terpakai bisa disatukan untuk memperbaiki barang lain hingga berguna kembali. Bagaimana dengan tubuh manusia?
Ilmu kedokteran sudah sangat maju. Kita hendaknya menjadikan yang tak berguna menjadi kembali bermanfaat besar. Terlebih lagi, kita harus memanfaatkan waktu selagi kita masih hidup.
Bodhisatwa sekalian, semua sumbangsih kalian dilandasi welas asih demi manfaat makhluk lain. Bukankah banyak catatan tentang semua itu?
Saya juga mendengar bagaimana relawan kita memberi perhatian pada A-ye. Para relawan memberi perhatian kepada A-ye yang jarang dipedulikan orang. Para relawan mengasihinya dan menghargai nilai kehidupannya. Kita semua berusaha menghimpun kekuatan. Meski semua orang pada dasarnya memiliki cinta kasih, tetapi kita juga membutuhkan jalinan jodoh. Sebaliknya, meski Buddha mengatakan bahwa setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan, cinta kasih, dan welas asih, tetapi tanpa menjalin jodoh dengan semua makhluk, kita sulit membimbing dan menolong mereka.
Untuk mempraktikkan Jalan Bodhisatwa, kita harus terjun ke tengah masyarakat. Di tengah masyarakat terdapat penderitaan. Bodhisatwa muncul karena adanya penderitaan. Kini, setiap orang dari kita, bukankah telah terjun ke tengah masyarakat?
Bukankah kita semua juga telah membawa manfaat bagi semua makhluk? Jadi, kita harus bersyukur. Saya sering merasa beruntung. Saya beruntung. Melihat usia saya saat ini, jika saya tidak menjalankan Tzu Chi, mungkin saya menjadi lansia yang hidup sebatang kara dan perlu didampingi.
Singkat kata, kehidupan kita sama-sama terbatas, tetapi kita tetap dapat meningkatkan nilainya. Kita harus saling memperhatikan dan menjaga di dalam keluarga besar ini. Saat diri kita masih bisa berguna, segeralah bekerja sama dengan harmonis untuk bersumbangsih bagi orang-orang yang membutuhkan. Baik memberi perhatian jangka panjang, bantuan darurat, bantuan lintas negara, maupun tempat berteduh, semua dapat kita lakukan. Asalkan kita semua lebih bersemangat, orang-orang itu pasti dapat segera tertolong.
Ketidakkekalan dan bencana ada di depan mata
Memanfaatkan kehidupan dan menghargai jalinan jodoh
Mengingat kisah-kisah praktik welas asih demi manfaat semua
makhluk
Senantiasa melatih diri di tengah masyarakat
Sumber:Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 15 Desember 2019