Ceramah Master Cheng Yen: Sumbangsih Penuh Welas Asih dan Kebijaksanaan
“Pada tanggal 6 Februari 2016 pukul 03.57 subuh, Meinong, Kaohsiung diguncang gempa bumi yang menimbulkan 117 korban jiwa dan 551 korban luka-luka di Tainan. Selain itu, Gedung Wei Guan di Yongkang, Tainan juga roboh. Dalam sejarah Tainan, ini merupakan robohnya satu gedung yang menimbulkan dampak terparah. Pada hari gempa bumi terjadi, kita segera memberi perhatian dan pendampingan yang penuh kehangatan. Di lokasi bencana, kita mendampingi keluarga korban 24 jam dalam sehari,” Chen Dong-xing, Relawan Tzu Chi berbagi kisah pada Acara Pemberkahan Akhir Tahun di Aula Jing Si Tainan, 26/12/2019.
Hari itu, di Yongkang, Tainan, sebelum matahari terbit, tiba-tiba terjadi gempa bumi. Insan Tzu Chi segera menjangkau lokasi bencana untuk menyediakan makanan hangat, teh jahe, selimut, tempat tidur lipat, dll. Relawan kita menyediakan barang-barang yang dibutuhkan korban bencana.
Kini para relawan tersebut ada di sini. Hampir semua relawan senior kita bersumbangsih saat itu. Kini, saat mengenang dan membahasnya, semua itu masih jelas terbayang dalam ingatan setiap orang. Ingatlah momen itu, hari itu, tahun itu, dan orang-orang pada saat itu.
Yang terpenting, saat itu sudah menjelang Tahun Baru Imlek. Hari itu adalah sehari sebelum malam Tahun Baru Imlek. Insan Tzu Chi menghapus takhayul dan berkunjung ke rumah duka untuk mendampingi keluarga korban. Saat jenazah korban dimasukkan ke dalam peti jenazah, insan Tzu Chi juga menghibur keluarga korban. Mereka sangat sibuk sehingga tiada waktu untuk merayakan Tahun Baru ataupun makan bersama keluarga. Inilah yang terjadi pada tahun itu.
Demi masyarakat dan orang yang menderita, insan Tzu Chi selalu bersumbangsih dan mengesampingkan diri sendiri. Janganlah kita melupakan tahun itu. Sudah lebih dari tiga tahun berlalu, tetapi orang-orang masih mengingatnya. Dalam ingatan setiap orang, terdapat orang, keluarga, dan kisah yang berbeda. Saat orang-orang berbagi tentang kisah dalam ingatan mereka yang begitu banyak dan panjang, kita harus menyusunnya menjadi sebuah kronik.
Insan Tzu Chi mengembangkan semangat sebagai umat Buddha, yaitu mengasihi tanpa mementingkan jalinan jodoh serta memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Para korban bencana tidak memiliki hubungan apa pun dengan kita. Saat itu sudah menjelang Tahun Baru Imlek, apa hubungan bencana itu dengan kita? Kita bisa saja menutup mata dan telinga atas bencana itu dan tidak menolong korban bencana. Namun, insan Tzu Chi tidak demikian.
Kita tidak tega melihat makhluk lain menderita. Kita turut merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain. Kita segera bergerak untuk bersumbangsih, membentangkan tangan untuk merangkul para korban bencana, dan membiarkan mereka bersandar di pundak kita agar mereka bisa menangis sepuas mereka dan melampiaskan emosi mereka. Setelah menyeka air mata, mereka bisa terus melangkah maju dan memulai hidup baru.
Ada pula sebagian korban bencana yang masih mendapat curahan perhatian dari para insan Tzu Chi hingga kini. Inilah cinta kasih berkesadaran. Kita telah mempelajari Dharma dan memahami yang diajarkan Buddha bahwa hati, Buddha, dan semua makhluk pada hakikatnya tiada perbedaan. Kita harus percaya pada prinsip kebenaran ini.
Saat ada orang yang menderita, kita harus segera memberi bantuan dan menjadi sandaran bagi mereka. Setelah berinteraksi dengan insan Tzu Chi, mereka akan memiliki jalinan jodoh baik. Insan Tzu Chi terjun ke masyarakat dan menjangkau orang yang membutuhkan. Dengan kebijaksanaan dan welas asih, insan Tzu Chi menjadi sandaran mereka saat mereka membutuhkan.
Kita hendaknya senantiasa membimbing mereka dengan bijaksana. Mereka yang mengalami penderitaan hendaknya dengan bijaksana kita bombing menjadi Bodhisatwa dunia dan selamanya menjalin jodoh dengan Buddha. Inilah yang disebut melenyapkan penderitaan semua makhluk. Buddha datang ke dunia ini dengan harapan kita dapat menggenggam jalinan jodoh untuk bersumbangsih sebagai Bodhisattva dunia dan menjangkau makhluk yang menderita. Jadi, kita harus sungguh-sungguh menggenggam jalinan jodoh.
Kalian adalah makhluk berkesadaran. Saya sangat bersyukur pada kalian. Kita bersyukur satu sama lain. Kalian berbagi dengan saya tentang apa yang kalian lakukan. Melihat apa yang kalian lakukan, saya sangat tersentuh. Saya ingin berkata pada kalian bahwa kalian telah melakukan hal yang benar. Kalian telah menciptakan karma baik dan menjalin jodoh baik. Kelak, kalian juga akan memperoleh buah karma yang baik.
Saat ini, kita sedang menanam benih untuk masa mendatang. Benih yang kita tanam sekarang adalah buah yang akan kita peroleh di masa mendatang. Apa yang terjadi pada kita sekarang adalah buah dari karma dan jalinan jodoh kita di masa lalu. Kita bisa berkumpul untuk bersumbangsih bagi dunia, ini berkat adanya jalinan jodoh. Inilah Dharma.
Hari ini, saya berkata pada kalian bahwa kalian telah melakukan hal yang benar. Seperti yang sering saya katakan, asalkan sesuatu itu benar, maka bagaimana? Lakukan saja. Benar. Kalian telah melakukan berbagai hal yang benar. Kini, saya mendengar kalian berbagi pengalaman kalian. Setelah mendengar pengalaman kalian, saya sungguh memuji kalian. Asalkan sesuatu itu benar, maka lakukan saja. Dahulu, kita terus membentangkan jalan yang rata dan lapang. Kini, jalan yang rata dan lapang ini telah menjadi Jalan Bodhisatwa.
Mengenang bencana gempa dan penghiburan bagi para korban
Menjadi tempat bersandar bagi sesama dengan cinta kasih
berkesadaran
Guru dan murid saling bersyukur
Karma dan jalinan jodoh baik menghasilkan buah yang baik
pula
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 31 Desember 2019