Ceramah Master Cheng Yen: Tekad Tak Tergoyahkan dari Kehidupan ke Kehidupan
“Misi saya adalah menjadi roda kemudi bagi Master. Saya tidak merasa jenuh ataupun takut bekerja keras. Sesulit apa pun, saya akan tetap menjalankannya. Di tempat ini, sebagai relawan yang paling senior, saya tetap bersumbangsih agar orang-orang bisa melihat bahwa relawan senior pun masih tetap bersumbangsih dan tidak meninggalkan Jalan Bodhisatwa ini,” tutur Huang Jin-shou, relawan Tzu Chi.
Berbuat baik tidaklah sulit. Asalkan setiap orang membangkitkan niat baik, tidak ada yang sulit. Lihatlah relawan kita, Huang Jin-shou. Ada sumbangsih beliau pada berbagai bangunan Tzu Chi. Di mana dibutuhkan, beliau bersedia untuk membantu. Beliau adalah Huang Jin-shou. Beliau adalah murid saya yang baik.
Saat saya menyerukan agar semua orang bersumbangsih, beliau selalu tidak gentar akan kesulitan. Apa pun yang ingin saya lakukan, beliau selalu melakukannya. Apa pun yang saya katakan, beliau pasti melakukannya. Beliau tidak pernah mementingkan diri sendiri.
“Saat terjadi Topan Xangsane, banjir melanda pada tanggal 1 Oktober. Seluruh Wilayah Baifu, termasuk rumah saya, terendam air. Bisa dikatakan, banjirnya mencapai atap rumah. Namun, pada tanggal 8 Oktober, saya masih pergi ke Tongling di Anhui, Tiongkok untuk membantu baksos kesehatan TIMA,” kata Huang Jin-shou.
“Kabarnya, Anda meminjam biaya perjalanan dari kerabat Anda?”
“Benar, saya meminjam dari teman.”
“Mengapa?”
“Saya tidak punya uang. Semua tabungan saya sudah saya sumbangkan. Untuk biaya makan, saya harus bekerja.”
“Jadi, beberapa hari itu Anda tidak bisa bekerja dan tidak bisa menghasilkan uang?”
“Ya, bahkan peralatan kerja saya, termasuk peralatan listrik, semuanya terendam air sehingga tak dapat digunakan. Master berkata bahwa berdana tidak dapat ditunda. Berbakti tidak dapat ditunda. Dua hal ini tidak dapat ditunda. Jadi, saya bertekad untuk tidak pernah berhenti memberikan donasi bulanan.”
“Anda pernah hidup mengandalkan uang pinjaman selama dua tahun?”
Benar, mengandalkan pinjaman.”
“Namun, Anda masih terus menjalankan Tzu Chi?”
“Benar.”
Beliau bebas dari ketamakan dan kemelekatan. Dengan adanya cinta kasih di dalam hati, batinnya selalu kaya dan merasa cukup. Sesungguhnya, kehidupannya sangat sederhana. Istrinya juga sudah meninggal.
Selama bertahun-tahun, beliau hidup seorang diri. Beliau sepenuh hati dan tekad menjalankan Tzu Chi. Beliau tidak mencari kesenangan bagi diri sendiri. Segala yang saya bilang perlu dilakukan, beliau pasti melakukannya. Sebesar apa pun kesulitannya, beliau akan mengatasinya.
Sesungguhnya, saya juga tidak tahu kehidupannya juga memiliki banyak kebutuhan. Ke mana saya pergi, beliau selalu mengikuti. Kadang beliau harus meminjam uang untuk biaya perjalanan. Beliau hidup rajin dan hemat. Selama hidup, hingga saat-saat terakhirnya, beliau tetap memikirkan Tzu Chi. Beliau masih ingin terusmengikuti saya dalam bersumbangsih.
“Kondisi tubuh saya sangat baik.”
“Bagus sekali, semangat Anda juga sangat bagus, bukan?”
“Saya sangat gembira.”
“Mengapa?”
“Saya senang karena bisa pulang untuk melihat-lihat.”
“Sungguh senang bertemu denganmu. Menyambutmu dengan penuh sukacita Kakak, selamat pulang kembali.”
“Saya membuat sebuah ikrar besar. Saya ingin sembuh. Saya ingin bersama yang lainnya mengikuti Master mempraktikkan Jalan Bodhisatwa dan menjalankan Tzu Chi, menolong orang yang kurang mampu, serta melakukan lebih banyak hal baik,” ujarnya.
Jalinan jodohnya dengan banyak orang sangat baik. Dia berinteraksi dengan semua orang dan mengadakan acara perpisahan saat masih hidup.
“Mari kita beranjali dan menyampaikan rasa terima kasih mendalam kepada Kakak. Beri hormat.” “Terima kasih atas adanya dirimu yang membuat kegiatan baksos kesehatan kami berjalan sangat lancar. Di mana Anda berada, di sana pasti ada listrik, air, dan lampu. Jadi, Kakak sungguh merupakan Bodhisatwa bagi kami.
“Kita sungguh telah melihat seorang pemberani. Kita melihat beliau telah mengatasi segala ketidaknyamanan dalam kemoterapi. Bahkan, saat kami berada di Keelung untuk mengadakan baksos di Genesis Foundation pada bulan Oktober, Kakak Jin-shou baru selesai menjalani kemoterapi tahap pertama. Akhirnya, pagi-pagi sekali, saya melihat Kakak Jin-shou sudah berada di lokasi. Beliau sudah memasang semua peralatan. Saat itu seharusnya adalah waktu baginya untuk beristirahat, tetapi beliau malah tetap keluar. Beliau sungguh merupakan seorang pemberani yang memberikan keteladanan bagi para anggota TIMA,” tutur seorang anggota TIMA
“Kepada Paman Jin-shou, TIMA ingin mengucapkan semangat, semangat, semangat! Kami menanti Anda kembali.”
“Saya pasti kembali.”
Beliau begitu bebas tanpa beban. Dia tetap tenang dan damai. Namun, beliau masih memiliki sebuah harapan. Beliau masih ingin mengikuti saya dan berharap masih punya kesempatan. Saya memberinya sepucuk surat yang berisi dukungan agar beliau selalu menapak di jalan Tzu Chi dan mempraktikkan Jalan Bodhi.
Relawan Ji Yi, tahun 1989 dilantik sebagai anggota komite Tzu Chi, tahun 1993 dilantik sebagai anggota Tzu Cheng. Harapannya bagi diri sendiri ialah kedua telapak kakinya selalu berjalan di jalan Tzu Chi, menjadi guru yang tak diundang, mengemban misi dengan hati Buddha dan tekad Guru. Saya percaya kedua kakinya akan terus berjalan di Jalan Bodhi yang agung. Beliau akan kembali mengikuti jalinan jodoh ini.
Saat kembali nanti, beliau akan tumbuh dalam keluarga yang baik. Saat menjadi Bodhisatwa cilik, beliau sudah bisa membentangkan jalan bagi saya. Dalam kehidupannya di masa depan, beliau dapat membentangkan jalan bagi saya. Kapan pun saya menyusul, beliau sudah membentangkan jalan bagi saya. Kelak, beliau adalah Bodhisatwa yang lebih tua dari saya dan akan menjaga ladang pelatihan ini. Saya percaya kepada para murid saya ini.
Jadi, ada sebuah ungkapan berbunyi, "Lima ratus tahun sebelumnya, guru membimbing murid; lima ratus tahun yang akan datang, murid membimbing guru." Jadi, pada kehidupan kali ini, beliau pergi terlebih dahulu untuk membentangkan jalan. Saat saya menyusul nanti, sebuah jalan yang rata sudah siap untuk saya tapaki. Beliau akan menjaga saya dan sungguh-sungguh memperpanjang Jalan Bodhisatwa ini dari kehidupan ke kehidupan. Bukankah para relawan lain juga berikrar seperti ini?
Sepenuh hati bertekad dari kehidupan ke kehidupan, demi ajaran Buddha, demi semua makhluk, berjalan di Jalan Bodhisatwa. Saya percaya begitulah kehidupan. Menghadapi berbagai hal di dunia, sebagai praktisi kita harus tetap damai tanpa beban. Kita harus bebas dari kemelekatan. Begitulah hukum alam.
Jadi, tiada cara lain dalam melatih diri. Kita harus senantiasa membangkitkan pikiran baik dan mengembangkan cinta kasih kita. Dalam interaksi antarmanusia, kita semua hendaknya bersatu hati, harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong. Saat menghadapi hukum alam di akhir hayat, batin kita harus bebas dari kemelekatan dan damai.
Kita hanya perlu mengingat satu ikrar, yakni tetap berjalan di Jalan Bodhisattva saat kembali nanti. Perjalanan kita dari kehidupan ke kehidupan ditentukan oleh pikiran yang kita kembangkan saat ini. Dalam kehidupan ini, setiap pikiran kita hendaknya diarahkan pada praktik Jalan Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan.
Jejak Bodhisatwa pelindung Dharma ada di berbagai tempat
Hidup sederhana dengan hati yang damai
Guru dan murid berjanji di Jalan Bodhisatwa
Tekad tidak tergoyahkan dari kehidupan ke kehidupan