Ceramah Master Cheng Yen: Tekun Melatih Diri untuk Melenyapkan Tiga Racun Batin


Di tengah pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi merosot. Lihatlah betapa banyaknya orang yang mengalami kesulitan hidup di seluruh dunia. Itu jauh lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Kita juga melihat ketidakselarasan iklim. Unsur air, api, dan angin sudah tidak selaras.

Saat unsur air tidak selaras, terjadilah banjir yang membuat tanaman pangan rusak dan rumah orang-orang terendam banjir. Inilah dampak bencana yang didatangkan oleh ketidakselarasan unsur air. Kita juga melihat kobaran api yang melalap hutan yang luas. Kebakaran hutan ini telah berlangsung selama berbulan-bulan. Manusia bergantung pada bumi untuk hidup. Kebakaran hutan telah melukai bumi.

Kebakaran hutan ini terjadi secara alami atau ditimbulkan oleh manusia? Kebakaran seperti ini terlihat sangat menakutkan. Selain menghanguskan lahan atau bumi, kebakaran hutan juga menimbulkan polusi udara. Selain itu, Bumi tempat tinggal manusia juga telah mengalami kerusakan dan ini membawa dampak besar bagi manusia. Akan tetapi, orang-orang belum menyadarinya.

Mereka tidak menyadari bahwa kekuatan manusia sangat kecil. Mereka selalu sangat sombong. Dengan ketamakan dan nafsu keinginan besar, mereka ingin memiliki segalanya. Saat tidak bisa mendapatkannya, timbullah kebencian di dalam hati mereka. Karena ketamakan dan kebencian, saat tidak bisa memperoleh yang diinginkan, mereka akan sangat marah sehingga terjadilah pertikaian antarmanusia.


Demi memperebutkan wilayah kekuasaan, orang-orang bertikai dan saling melukai. Bumi pun terluka karena bencana akibat ulah manusia ini. Manusia telah menimbulkan banyak bencana di dunia ini. Di dunia ini, terdapat ketidakselarasan empat unsur alam; di dalam batin manusia, terdapat ketamakan, kebencian, dan kebodohan yang sulit dilenyapkan.

Kemelekatan manusia terhadap waktu dan ruang berawal dari pikiran. Waktu dan ruang selalu mengikuti hukum alam. Jika manusia dapat tersadarkan dan memahami hukum alam, mereka akan tahu bahwa mereka sendiri juga akan mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati. Usia hidup manusia hanyalah puluhan tahun. Sudahkah kita memahami hal ini?

Satu detik sangatlah singkat dan berlalu dengan sangat cepat. Jadi, kita harus memperhitungkan setiap detik dan menit. Dengan demikian, barulah kita bisa tekun melatih diri. Kita bukan bersikap perhitungan dengan orang lain, melainkan dengan waktu.

Buddha berkata bahwa dalam hidup ini, kita harus berpacu dengan waktu. Jika tahu untuk berpacu dengan waktu, berarti kita tahu bagaimana menjalani hidup kita. Sulit untuk terlahir sebagai manusia. Bisakah kita yang berkesempatan untuk terlahir sebagai manusia dan mengenal Dharma ini tidak berpacu dengan waktu? Hanya waktulah yang dapat mendukung segala pencapaian.


Kita hendaklah memiliki arah yang benar serta menggenggam waktu yang ada. Jangan menyia-nyiakan sedetik pun. Kita harus berpacu dengan waktu. Inilah yang diajarkan oleh Buddha.

Kehidupan tidaklah kekal dan waktu berlalu dengan cepat. Berhubung telah terlahir sebagai manusia dan mengenal Dharma, jika kita tidak membimbing diri sendiri di kehidupan sekarang, lalu kapan lagi? Sulit untuk terlahir sebagai manusia dan mengenal Dharma. Yang lebih sulit lagi ialah mempraktikkan Jalan Bodhisatwa.

Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, Buddha datang ke dunia ini dan menyampaikan tujuan mulia-Nya. Belakangan ini, saya sering berkata bahwa tujuan-Nya ialah mengajarkan praktik Bodhisatwa, yakni membimbing orang-orang untuk membangkitkan kesadaran dan mendedikasikan diri untuk menolong semua makhluk yang menderita. Inilah yang disebut Bodhisatwa.


Bodhisatwa muncul karena adanya makhluk yang menderita. Lihatlah betapa banyaknya penderitaan di dunia ini. Ada banyak orang yang hidup menderita. Mereka sangat kekurangan, bahkan tidak memiliki sebutir beras pun. Bahan pangan yang dibagikan oleh Tzu Chi ialah yang paling dibutuhkan oleh setiap keluarga. Demikianlah kehidupan mereka. Setelah menerima bantuan, mereka gembira karena dapat bertahan hidup.

Ada sebuah kisah yang selalu terbayang dalam benak saya. Setelah menerima beras dan bahan pangan lainnya dari Tzu Chi, seorang anak penerima bantuan sangat gembira dan tidur dengan senyuman di wajahnya sambil memeluk sekarung beras. Membayangkan pemandangan seperti itu, saya berpikir, "Apa lagi yang kita inginkan?"

Berapa banyak yang harus kita dapatkan agar kita dapat mengenal rasa puas? Ternyata, saat hati seseorang murni tanpa noda, dia akan mudah mengenal rasa puas.    

Sulit untuk terlahir sebagai manusia dan mengenal Dharma
Tekun melatih diri untuk melenyapkan tiga racun batin
Tersadarkan dan bertekad untuk menjangkau makhluk yang menderita
Berpuas diri dengan mengurangi nafsu keinginan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 Oktober 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 24 Oktober 2021
Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -