Ceramah Master Cheng Yen: Tekun Membimbing Diri Sendiri Sekaligus Orang Lain

“Tahun ini, saya berusia 84 tahun. Istri saya berusia 76 tahun. Adik ipar saya berusia 76 tahun. Adik perempuan saya berusia 68 tahun. Kami berempat melakukan daur ulang dan semakin gembira karenanya,” petikan wawancara Du Guoyuan, relawan daur ulang.

“Kita mengumpulkan barang daur ulang dan menjualnya. Uang hasil penjualan kita gunakan untuk menolong orang-orang yang kekurangan atau dilanda bencana. Jika kita tidak bersumbangsih, kita tidak bisa menyebarkan cinta kasih,” suara dari Ren Shixiang, relawan Tzu Chi.

“Berdagang dengan insan Tzu Chi sangat menyenangkan. Mereka tidak pernah curang. Mereka sangat baik hati dan penuh cinta kasih,” petikan wawancara bapak Feng, pengusaha daur ulang.

Kita terjun ke tengah masyarakat untuk membina berkah dengan kebijaksanaan. Saat terjun ke tengah masyarakat, kita harus membina berkah, menjalin jodoh baik, dan saling menyemangati agar orang-orang yang berinteraksi dengan kita dapat memperoleh sukacita. Kita harus berbagi Dharma saat berinteraksi dengan orang lain lewat tindakan dan ucapan kita. Demikianlah kita membimbing orang-orang agar mereka tahu bagaimana melatih diri.


“Halo, Paman dan Bibi sekalian,” petikan kata-kata Wu Bo-qian, relawan cilik.

“Saat berdoa di Kompleks Tzu Chi Sanchong, saya bertanya padanya, “Apa yang kamu katakan pada Bodhisatwa?” Dia berkata, “Saya meminta Bodhisatwa memberikan banyak tugas pada saya.” Jadi, di sana, tugas apa pun yang kita berikan, dia akan terus melakukannya,” petikan pidato dari Fan Rui-mei, relawan Tzu Chi.

Kita bisa melihat anak yang baru berusia 4 atau 5 tahun ini, Bo-qian. Sebelum Tahun Baru Imlek, saat saya pergi ke Taipei, neneknya membawanya menemui saya. Dia berpakaian seperti anggota Tzu Cheng, sangat menggemaskan. Dia yang duduk di samping neneknya sangat menarik perhatian saya. Saya terus memandangi anak ini. Saya merasa bahwa dia sangat menggemaskan dan kami memiliki jalinan jodoh baik.

Dia duduk dengan tenang dalam waktu yang lama. Saat orang lain berbicara, dia mendengarkan. Kemudian, neneknya berbicara dan memperkenalkannya. Sejak kecil, dia mengikuti kegiatan bersama neneknya. Dia juga bisa menghafal dan melantunkan Sutra serta bernyanyi dan memperagakan isyarat tangan seperti orang dewasa.

 

Dia melakukan apa yang neneknya lakukan dan mengatakan apa yang neneknya katakan. Neneknya mengatakan apa yang saya katakan dan melakukan apa yang ingin saya lakukan. Jadi, apa yang ingin saya lakukan dan katakan selalu diingatnya di dalam hati. Pikirannya penuh dengan Dharma. Percakapannya dengan neneknya juga penuh dengan Dharma. Suatu kali, dia merasa tidak enak badan. Neneknya berkata, “Istirahatlah hari ini.” Dia berkata, “Tidak, kita harus mengikuti jadwal.”

“Dia memaksakan diri untuk maju ke depan. Pada pukul 07.20, saat kami akan maju, dia melihat Master membahas dirinya. Kemudian, dia berkata pada saya, “Shitai memberi saya kekuatan.” Setelah itu, kami pun maju,” petikan pidato dari Fan Rui-mei, relawan Tzu Chi.

Inilah kepolosan dan kesungguhan anak-anak. Terlebih, dia sangat tekun dan bersemangat melatih diri meski sedang tidak enak badan. Lewat gaya berbicara dan gerak-geriknya, kita bisa melihat bahwa dia sungguh sangat lelah dan tidak enak badan. Meski dengan mata tertutup, dia tetap ingin berbagi pengalaman. Dia juga sangat teliti. Saat neneknya salah bicara, dia akan mengoreksinya.


Dari sini bisa diketahui bahwa anak ini sangat bersungguh-sungguh. Dia mempraktikkan Enam Paramita di tengah masyarakat. Semua orang memujinya. Anak sekecil ini saja bisa mempertahankan tekadnya. Orang dewasa hendaknya meneladaninya. Dia juga membantu anggota Tzu Cheng mengangkat serta menyusun meja dan kursi dengan rapi.

Dia bagaikan seorang Tzu Cheng cilik, sungguh sangat menggemaskan. Inilah Enam Paramita dan puluhan ribu praktik. Anak kecil ini terlahir dalam keluarga Tzu Chi dan mengikuti neneknya bersumbangsih di tengah masyarakat. Saat terjun ke tengah masyarakat, semua tindakan dan ucapannya tak pernah terlepas dari Dharma.

Sejak usia dini, dia bisa membina berkah di tengah masyarakat. Setiap tindakannya menyentuh hati, membangkitkan tekad pelatihan, dan membawa sukacita bagi orang-orang. Dia juga menggunakan kebijaksanaan. Sikap, sifat, ucapan, dan tindakan anak ini menunjukkan kebijaksanaannya. Sebagian orang yang masih berada pada tataran makhluk awam terbimbing saat melihat anak ini. Hati mereka tergugah dan kembali pada jalan menuju kebuddhaan.


Bodhisatwa cilik ini sangat mengagumkan. Dia mempraktikkan Dharma lewat perbuatan, ucapan, dan pikirannya. Demikianlah praktik Bodhisatwa. Dia sangat mantap dan tekun. Selain menjalankan praktik Bodhisatwa, kita juga harus mengajak orang-orang untuk mendengar dan mempraktikkan Dharma.

Anak kecil ini bisa melakukannya. Saat melihat orang lain berbuat baik, kita hendaknya turut bersukacita dan turut berbuat baik. Kita bisa melihat anak ini. Seiring bertambahnya usianya, jika Dharma dapat bertahan selamanya di dalam hatinya, maka saat dia bertumbuh menjadi anak remaja dan anak muda, dia dapat menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas.

Jika bisa demikian, Bodhisatwa dunia di masa mendatang akan semakin muda. Saya berharap kita semua dapat meneladani anak ini dengan kembali pada kepolosan anak-anak, yaitu hakikat kebuddhaan yang murni. Jadi, kita harus bersungguh-sungguh mempraktikkan Dharma dalam keseharian untuk kembali pada hakikat kebuddhaan.

 

Mempraktikkan Enam Paramita dengan kepolosan anak-anak

Membina berkah di tengah masyarakat dengan kebijaksanaan

Mengajak orang-orang mendengar dan mempraktikkan Dharma

Mempertahankan Dharma di dalam hati untuk kembali pada hakikat kebuddhaan

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal  27 April 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Lilie

Ditayangkan tanggal  29 April 2019

Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -