Ceramah Master Cheng Yen: Tekun Menjaga Pikiran dan Mengembangkan Kebajikan


Kita mendengar suara anak ini begitu nyaring. Dia masih begitu kecil. Yi-nian baru berusia tiga tahun. Dia mengeluarkan suara yang murni tanpa noda. Setiap pagi, saat berjalan ke ruang makan, dari kejauhan saya bisa melihat sosok mungil yang mengenakan baju putih dan celana biru tua. Dia digandeng oleh ibunya.

Dari kejauhan di koridor, dia melihat saya berjalan. Dari jauh, dia bersiap-siap dengan beranjali, sungguh menggemaskan. Saat melihat saya berjalan sampai titik tertentu, dia akan mulai bersujud, lalu mengulurkan tangan kecilnya.

Dia selalu terlihat gembira. Dia juga selalu belajar berbagai hal dari orang dewasa, misalnya cara para monastik melatih diri. Di rumah, dia juga melakukan kebaktian pagi dan malam.

Belakangan ini, dia hampir selalu mengikuti kebaktian pagi di Griya. Pagi-pagi, dia juga ikut barisan untuk masuk dengan tertib. Dia juga mencari tempat duduk dan mengikuti aturan. Dia selalu bersungguh hati. Kesungguhan hati anak ini juga sangat saya dambakan. Kabarnya, saat ini dia juga hadir dan membuat catatan seperti yang lainnya.


Di dalam hati, saya selalu bertanya-tanya kelahiran kembali dari relawan yang manakah anak ini. Kesadaran dan ingatannya menunjukkan bahwa dia sangat tekun dan bersemangat pada kehidupan lampaunya. Dia mungkin juga sering mengikuti kebaktian di Griya dan menjalani kehidupan sebagai praktisi di sini. Ingatan anak ini sangat jernih dan cepat tanggap. Inilah yang sering saya katakan.

Kita memiliki enam indra dan kesadaran. Aktivitas kita mengandalkan lima indra dan lima kesadaran, misalnya mata melihat, telinga mendengar. Namun, di belakang lima indra yang kita gunakan dalam keseharian ini, yang terpenting ialah kesadaran pikiran yang mengolah semuanya.

Indra telinga mendengar. Yi-nian menggunakan indra telinganya untuk mendengar Dharma dan memasukkannya ke dalam hati. Dia belajar dan mengamati dengan sepenuh hati cara hidup para monastik. Indra dan kesadaran matanya bekerja bersama kesadaran pikirannya. Yang terlihat oleh matanya, dia serap ke dalam ingatannya.


Pada kehidupan ini, dia kembali melihat orang-orang begitu tertib dan teratur. Dia pun mengikutinya. Kita harus selalu menggunakan kesadaran kita untuk sungguh-sungguh belajar tanpa henti. Dia begitu menggemaskan. Intinya, kita harus selalu ingat untuk melatih diri, dimulai dari indra dan kesadaran kita.

Gunakan kesadaran keenam kita untuk memilah benar salah. Hal yang benar harus kita serap dengan sepenuh hati. Kesadaran ketujuh kita harus sungguh-sungguh berpikir. Kesadaran kedelapan menyimpan semuanya. Segala yang kita lihat dan dengar harus meresap ke dalam hati dan ingatan. Jadi, saya sering berkata bahwa kita harus bersungguh hati.

Saat kalian mendengarkan, kesadaran pembeda kalian tahu bahwa saya sedang membicarakan seorang anak. Kalian harus mengingat anak ini. "Setiap hari kita melihatnya, Master mengatakan dia rajin belajar dan kita sudah tahu." Seperti itulah ingatan kita.

Saat teringat akan anak itu atau mendengar suaranya, kalian akan teringat kata-kata pujian saya untuknya. Semua ini berkaitan dengan batin kita, tepatnya kesadaran pikiran dan ingatan kita. Saat ada yang mengingatkan, kita dapat dengan cepat menyusun ingatan-ingatan kita dan mengingat bahwa dia adalah anak yang saya ceritakan.


Kondisi anak itu, masa lalunya, dan perilakunya sekarang tersusun di dalam ingatan kita. Untuk itu, kita harus selalu bersungguh hati. Ya, kita harus bersungguh hati dalam mengingat. Anak itu masih begitu kecil, tetapi hakikat sejati kebuddhaannya tidak kurang dari saya. Dia sangat polos dan murni tanpa noda.

Kini kita melatih diri untuk kembali pada hakikat sejati yang murni tanpa noda. Hakikat sejati kita ini telah lama tertutupi oleh lapis demi lapis kegelapan batin. Kini kita melatih diri untuk melenyapkan selapis demi selapis kotoran itu. Meski kita harus seperti anak kecil yang memegang sapu besar dan panjang, kita harus tetap memegangnya dan terus menyapu seperti anak itu.

Saat ini, kita telah membangkitkan tekad awal. Kini saya mengerahkan segala daya untuk mengatakan bahwa kita harus yakin semua orang memiliki hakikat kebuddhaan. Untuk kembali pada hakikat kebuddhaan ini, kita harus melatih diri. Untuk melatih diri, kita harus terlebih dahulu mengembangkan cinta kasih. Cinta kasih ini dimulai dari melindungi kehidupan dan memandang penting kehidupan.


Jadi, saya sering mengatakan tentang rasa syukur, rasa hormat, dan cinta kasih terhadap kehidupan. Kita harus bersyukur kepada alam dan lingkungan kita ini. Kita harus bersyukur kepada semua orang. Jadi, kita harus memiliki rasa syukur dalam hal apa pun.

Saat bertemu orang, kita ingat semua orang memiliki hakikat kebuddhaan. Karena itu, kita harus menghormati semua orang. Saat kita mewujudkan rasa syukur dan rasa hormat ini, itulah cinta kasih yang utuh dan menyeluruh.

Apakah kalian melihat siput hitam tadi? Ia adalah makhluk hidup kecil. Anak itu melihatnya dan tidak mengganggunya. Dia membiarkan siput itu berjalan dengan bebas ke tempat yang dituju. Inilah sifat hakiki yang murni.

Bodhisatwa sekalian, mempelajari ajaran Buddha tidaklah sulit, melainkan sesederhana itu.   

Tekun menjaga pikiran dan membangkitkan benih kebuddhaan
Kebajikan terpupuk dan berlanjut dari kehidupan ke kehidupan
Kembali pada hakikat sejati yang murni tanpa noda
Mewujudkan sosok Bodhisatwa di dunia      

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 09 Oktober 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 11 Oktober 2021
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -