Ceramah Master Cheng Yen: Teladan Bodhisatwa Dunia


Saya sangat bersyukur. Saat datang ke sini, yang paling membuat saya sukacita ialah melihat para Bodhisatwa lansia. Selain itu, yang membuat saya makin sukacita ialah melihat para Bodhisatwa muda. Mereka memedulikan masyarakat kita sehingga mendedikasikan diri di Tzu Chi dan bersungguh hati bersumbangsih.

Di seluruh dunia, bencana yang terjadi sangatlah banyak. Dua belas tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 11 Maret 2011, Jepang diguncang gempa bumi. Beberapa menit kemudian, terjadilah tsunami yang membuat air laut membanjiri daratan. Pada sore hari itu, lewat siaran berita, saya melihat Jepang yang dilanda bencana besar. Saat menyaksikan siaran berita, saya berpikir bahwa cinta kasih kita harus menjangkau daerah bencana. Berhubung cuaca tahun itu sangat dingin, kita pun melakukan persiapan dengan cepat. Baik bantuan uang tunai maupun materi, semuanya disiapkan dengan cepat.

Mengenang kondisi saat itu, ada satu momen yang penuh kehangatan. Saat itu, Hsieh Ching-kuei memimpin para insan Tzu Chi ke daerah bencana. Di sana, Hsieh Ching-kuei melihat seorang lansia duduk di lantai dan segera mengambil sehelai selimut untuk menyelimuti tubuhnya dan merangkulnya. Dia bagaikan berbakti pada nenek sendiri, juga bagaikan mengasihi anak sendiri. Ini berkat adanya cinta kasih yang tulus.


Hari ini, ada beberapa tamu dari Jepang yang berkunjung dengan didampingi insan Tzu Chi Jepang. Mereka tidak melupakan sumbangsih kita pada 12 tahun yang lalu. Mereka memberikan sebuah hadiah, yaitu ukiran kayu yang diukir dengan terampil dan sangat indah. Meski telah 12 tahun berlalu, mereka tidak melupakannya. Karena berbagai sebab, mereka belum tentu bisa datang saat ingin datang.

Saat ini, jalinan jodoh telah matang dan mereka pun menggenggamnya untuk berkunjung ke Taiwan. Mereka berkunjung untuk mengungkapkan rasa syukur. Rasa syukur ini melampaui batasan agama. Saat semua orang dipenuhi rasa syukur, secara alami seluruh dunia akan tenteram dan damai. Dunia yang penuh ketenteraman dan cinta kasih adalah dunia terindah.

Bodhisatwa sekalian, saya melihat banyak Bodhisatwa daur ulang di sini. Sesungguhnya, ada banyak relawan daur ulang yang juga merupakan komisaris kehormatan, komite, Tzu Cheng, atau pengusaha. Semua orang dapat merendahkan hati. Di Tzu Chi, terdapat beragam sebutan untuk para relawan karena kita membagi diri ke dalam berbagai tim. Berhubung jumlah relawan kita cukup banyak dan tugas yang harus dijalankan pun sangat banyak, kita membagi diri ke dalam berbagai tim dan barisan. Dengan demikian, kita bisa bergerak dengan cepat untuk melakukan sesuatu. Jadi, ada tim khusus untuk misi amal, kesehatan, pendidikan, dan budaya humanis.


Setiap anggota komite dan Tzu Cheng kita memiliki keahlian yang berbeda-beda. Karena itu, mereka bergabung dengan tim atau barisan sesuai keahlian masing-masing dan membimbing relawan lain. Hari ini, ada banyak Bodhisatwa lansia di sini. Meski mereka telah lanjut usia, tetapi tekad dan upaya mereka tak kalah dari relawan muda.

Ada pula sekelompok Bodhisatwa lansia yang berbagi dengan saya bahwa mereka datang ke Aula Jing Si Kaohsiung setiap hari. Selama beberapa tahun ini, saya selalu menyebut mereka "Tujuh Bidadari". Di antara mereka, juga ada ibu pengusaha. Jadi, kondisi ekonomi mereka sangat baik. Mereka mengupah orang untuk bekerja di rumah mereka. Namun, mereka malah datang ke Aula Jing Si untuk membersihkan lorong Fahua.

Di atas dinding di sepanjang lorong Fahua, terdapat poster yang bisa bercerita. Di sana ditempelkan banyak foto bersejarah yang dilengkapi dengan teks, seperti penyaluran bantuan internasional pada tanggal tertentu atau peristiwa yang terjadi di Taiwan pada tanggal tertentu dan bagaimana kita bergerak untuk memberikan bantuan. Semua ini tertera dalam poster di atas dinding. Setiap hari, mereka membersihkan Aula Jing Si.


Setiap kali berkunjung ke sini, saya harus melewati lorong Fahua untuk memasuki ruangan ini. Saat berjalan di lorong Fahua, saya pun teringat akan "Tujuh Bidadari". Lantai kita sangatlah bersih. Saya juga memperhatikan dinding kita yang berisi banyak kisah. Saat ada tamu luar negeri yang berkunjung, kita mengajak mereka menelusuri lorong Fahua dan menjelaskan sejarah Tzu Chi pada mereka. Jadi, Aula Jing Si Kaohsiung sungguh sangat bernilai.

Tempat ini telah membawa manfaat besar. Awalnya, yang membawa saya menyurvei lahan ini ialah Bapak Eugene Duh. Kalian semua pasti mengenalnya, komisaris kehormatan kita. Kini, saat menyebut namanya, saya merasa sangat kehilangan. Dahulu, setiap kali saya berkunjung ke sini, beliau pasti berada di Aula Jing Si dan duduk di samping saya dengan diam. Sesungguhnya, beliau memiliki kontribusi besar untuk Aula Jing Si ini. Saat itu, beliaulah yang mendampingi saya menyurvei lahan ini.

Mengenang masa lalu, semua ini masih teringat jelas dalam benak saya. Di sini, beliau juga menginspirasi banyak orang. Karena itulah, kini kita bisa melihat begitu banyak relawan di Kaohsiung yang begitu tertib. Mereka juga berpartisipasi dalam penyaluran bantuan internasional. Ada beberapa komisaris kehormatan di Kaohsiung yang turut bergabung dalam tim bantuan internasional pada masa-masa awal. Singkat kata, insan Tzu Chi Kaohsiung sangat bermakna bagi saya. Jadi, saya sangat bersyukur.   

Mengenang bagaimana para insan Tzu Chi menyalurkan bantuan bencana
Bertemu kembali dengan sukacita di tengah ketenteraman dan cinta kasih
Lorong Fahua menceritakan sejarah Tzu Chi
Mempertahankan keteladanan di dunia hingga selamanya 

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 12 November 2023
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet
Ditayangkan Tanggal 14 November 2023
Tanamkan rasa syukur pada anak-anak sejak kecil, setelah dewasa ia akan tahu bersumbangsih bagi masyarakat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -