Ceramah Master Cheng Yen: Terjun ke Tengah Masyarakat untuk Menunjukkan Dharma

Kemarin, sekelompok relawan dari Yilan kembali ke Griya Jing Si untuk mendampingi saya melakukan telekonferensi dengan para relawan di Yilan.

Di Yilan, juga ada sekelompok relawan yang berkumpul di Perkebunan Cinta Kasih Sanxing. Di sana, kita memiliki sebuah posko daur ulang yang sangat besar. Di posko daur ulang yang besar ini, terdapat banyak Bodhisatwa lansia yang sangat bijaksana.

Setiap kalimat yang mereka ucapkan dapat ditulis menjadi artikel. Mendengar ucapan mereka, saya sangat kagum dan tersentuh. Mereka berbagi tentang sukacita mereka dalam melakukan daur ulang dan bagaimana mereka mengubah pandangan hidup mereka. Dahulu, mereka mungkin berselisih dengan keluarga mereka setiap hari sehingga hubungan dengan keluarga memburuk. Kini, keluarga mereka sudah harmonis dan bahagia.

Ada banyak hal yang bergantung pada hati dan pikiran kita. Jika bisa membuka hati, kita bisa menyatu dengan Dharma. Dharma yang menakjubkan membantu kita memahami bagaimana menjadi manusia yang baik. Saat Dharma membuka hati kita, kita bisa merangkul segalanya. Demikianlah tujuan kita mempelajari Dharma.


Kita belajar tentang kebenaran di dunia ini, cara memperlakukan anggota keluarga, dan cara berinteraksi dengan orang lain. Ini sangatlah penting. Jadi, Dharma harus dipraktikkan di dunia ini. Karena itulah, setiap hari saya berkata, “Apakah kalian bersungguh hati? Sudahkah Dharma meresap ke dalam hati kalian dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari?” Inilah yang saya katakan setiap hari.

Jadi, Dharma sangat penting untuk mewujudkan keluarga yang harmonis serta membimbing masyarakat untuk harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong.

Saat semua orang bersatu hati, harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong, kekuatan yang terbentuk akan sangat besar. Para relawan kita merawat kebun tersebut hingga sangat indah. Mereka juga menanam padi di sana. Mereka berkata, “Di sini, kami bisa saling berbagi pengalaman.” Demikianlah keluarga besar Tzu Chi.

Para relawan daur ulang mengeluarkan sebuah penanak nasi. Penanak nasi itu merupakan barang bekas. Mereka menggunakannya sebagai guci untuk menuangkan isi celengan bambu. Tetesan air dapat membentuk sungai dan butiran padi dapat memenuhi lumbung. Ajaran Tzu Chi ini mengimbau orang-orang untuk tidak meremehkan tindakan sederhana yang dilakukan setiap hari. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Mereka juga tahu bahwa tidak boleh meremehkan pelestarian lingkungan. Mereka melakukan daur untuk mengasihi bumi.

 

Dalam melatih diri, kita menyucikan hati kita. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menjaga kebersihan bumi. Bisa bersumbangsih bagi bumi, sekelompok Bodhisatwa lansia ini merasa sangat gembira. Karena itulah, mereka berkata, “Kami bersyukur dapat melakukan daur ulang. Kami bersyukur dapat memasuki pintu Tzu Chi.”

Dahulu, para relawan kita terus membuka dan membentangkan jalan. Kini jalan tersebut telah rata dan lapang. Setelah memasuki pintu Tzu Chi dan melihat ke luar, mereka melihat keindahan alam. Dalam telekonferensi kemarin, saya melihat ladang pelatihan insan Tzu Chi yang dahulu selalu saya gunakan untuk memberikan ceramah saat pergi ke sana.

Kini belasan tahun sudah berlalu. Kali ini, saya kembali berkunjung ke sana lewat telekonferensi. Para relawan di sana berkata, “Master, kita sudah kembali ke sini. Master, silakan. Saya akan mengajak Master melihat-lihat.”

Para relawan berdiri di bawah pohon membentuk barisan yang Panjang untuk menyambut saya. Semua relawan berdiri di sana seakan-akan saya benar-benar berjalan melewati jalan itu. Mereka menyambut saya dengan hangat dan mengajak saya ke dalam posko daur ulang. Setiap orang berada di posisi masing-masing dan memberikan salam pada saya. Mereka bersungguh-sungguh membongkar barang daur ulang dan memilahnya dengan saksama. Inilah cara bersumbangsih di tengah masyarakat. Mereka terjun ke tengah masyarakat untuk berbagi kebenaran dan menunjukkan Dharma.

Para Bodhisatwa itu telah sepenuhnya memahami Dharma karena mendengar Dharma setiap hari. Jadi, mereka telah menyelami hati Buddha, juga memahami kekosongan sejati dan eksistensi ajaib. Mereka semua mendengar Dharma. Mereka terjun ke tengah masyarakat untuk berbagi kebenaran dengan mengembangkan kebijaksanaan mereka.


Di posko daur ulang, relawan kita memilah barang-barang daur ulang dan menghimpun dana sedikit demi sedikit. Jadi, mereka menunjukkan Dharma dengan berbagi kebenaran di tengah masyarakat. Setiap perbuatan mereka menunjukkan Dharma. Mereka membuka dan membentangkan jalan sesuai Sutra. Setiap perbuatan mereka menunjukkan Dharma. Mereka telah menyatu dengan prinsip kebenaran. Mereka telah memahaminya secara mendalam. Terlebih dalam melakukan daur ulang, mereka sungguh memahaminya secara mendalam.

Saat mengambil satu barang, mereka bisa mengetahui jenis barang tersebut. Semua orang dengan gembira melakukan hal yang ingin dilakukan dan duduk di tempat yang diinginkan. Sungguh, melihat mereka bekerja sama dengan harmonis, saya sangat gembira. Melihat mereka gembira, saya juga merasa gembira. Inilah yang saya lihat kemarin dan hari ini, saya berbagi dengan kalian.

Janganlah kita melupakan bahwa hari ini adalah tanggal 8 Agustus, yakni lima tahun berlalunya Topan Soudelor. Topan itu merupakan bencana besar. Saat itu, kita telah menyaksikan bagaimana para insan Tzu Chi menjangkau orang-orang yang menderita dan bekerja sama untuk menyalurkan bantuan bencana. Singkat kata, janganlah kita melupakan tahun itu.

Selain itu, kita juga perlu tahu tentang sejarah setiap hari. Waktu terus berlalu, sudahkah kita meninggalkan jejak cinta kasih di dunia ini?

Insan Tzu Chi menjalani setiap hari dengan mengukir sejarah. Jadi, kita harus menghargai waktu.

Menunjukkan Dharma dengan berbagi kebenaran di tengah masyarakat
Melestarikan lingkungan serta menyucikan jiwa dan raga
Membuka dan membentangkan jalan sesuai Sutra
Meninggalkan jejak cinta kasih di dunia

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 08 Agustus 2020          
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 10 Agustus 2020          
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -