Ceramah Master Cheng Yen: Tersadarkan dan Menyadarkan untuk Melenyapkan Penderitaan

“Lahan pertanian gersang dan hewan ternak tidak bisa hidup. Laki-laki pun sulit mendapat pekerjaan. Karena kekurangan makanan, saya kehilangan seorang putra dan yang lainnya juga berada di rumah sakit. Saya telah kehilangan 12 anggota keluarga. Karena krisis bahan pangan, kami terpaksa meninggalkan kampung halaman. Kami tak punya sedikit pun air dan bahan pangan. Seluruh wilayah dilanda kekeringan. Anak-anak bahkan tidak bertenaga untuk mengusir lalat,” kata seorang warga Somalia.

Kita bisa melihat kekeringan di Somalia. Presiden Somalia mengeluarkan seruan dengan harapan ada organisasi internasional yang bisa memberikan bantuan pada mereka. Akan tetapi, Somalia bukan hanya miskin, tetapi juga dilanda perang dalam jangka panjang. Sungguh, meski ada organisasi nonpemerintah yang ingin memberikan bantuan, juga sulit untuk memasuki wilayah tersebut karena sangat berbahaya.

Ini semua akibat karma kolektif semua makhluk. Sungguh, penderitaan ada di mana-mana. Sejauh mata memandang, yang terlihat adalah orang yang menderita. Bodhisatwa sekalian, bukankah kita hendaknya bersyukur? Jika dibandingkan dengan kehidupan mereka,kita sungguh harus sangat bersyukur.

Saat melihat orang yang menderita, jika mampu membantunya, kita hendaknya mengerahkan kekuatan untuk memberikan sedikit bantuan. Contohnya di Afrika Selatan, ada seorang ibu dari pimpinan keturunan Tionghoa yang berusia 103 tahun. Pertama kali menghadiri acara doa dalam rangka Tahun Baru Imlek Tzu Chi, dia sangat tersentuh. 

“Sisihkanlah sedikit uang. Saya berharap setiap orang bisa mengajak orang lain untuk berdonasi guna menolong orang kurang mampu. Terima kasih,” kata Ibu Pan Wu Rui-zhi.

Jika orang berada dapat menyumbangkan sedikit uang, maka orang kurang mampu akan tertolong. Intinya, kita harus menggenggam kesempatan untuk melakukan yang bisa dilakukan. Jika mampu, maka lakukan saja. Jadi, kita harus membangun tekad untuk menciptakan berkah bersama agar seluruh masyarakat bisa hidup makmur.

Ini semua harus dimulai dari menyucikan hati manusia. Seperti yang saya ulas dalam ceramah pagi, semua makhluk hidup di tengah delusi. Kita harus memahami ajaran Buddha dan menyadari bahwa semua makhluk hidup di tengah delusi. Ada pula yang sadar, tetapi seperti tertidur. Mereka seperti sedang berjalan sambil tidur. Tetapi sesungguhnya, mereka sedang tidur dan tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan.

Singkat kata, berhubung sudah tersadarkan, kita hendaknya menyadarkan orang lain. Inilah tindakan yang bijaksana. Jika tidak, dunia ini akan tetap dipenuhi oleh berbagai penderitaan.

Belakangan ini, penjagalan unggas dilarang sehingga daging sapi dan babi sangat laris. Manusia tetap tidak bisa mengendalikan nafsu makan dan belum tersadarkan. Demi mengonsumsi daging, manusia menciptakan banyak penderitaan. Penderitaan di dunia ini sungguh tak terkira.

Tidak mengherankan, murid Buddha takut akan penderitaan di dunia ini karena terdapat bencana alam dan bencana akibat ulah manusia. Selain itu, semua makhluk juga menderita akibat karma dari masa lalu. Berhubung memahami semua itu, mereka semakin takut dan tidak ingin membabarkan Dharma di dunia ini. Mereka bertekad membabarkan Dharma di dunia lain karena takut akan penderitaan di dunia ini.

Namun, di mana kita akan terlahir, itu berada di luar kendali kita. Murid Buddha tahu dunia ini penuh penderitaan dan sifat manusia sangat keras kepala. Namun, apakah makhluk di dunia lain tidak lebih keras kepala dari dunia ini? Apakah penderitaan di dunia lain tidak lebih tak terkira dari dunia ini?

Orang-orang yang hidup di negara yang tenteram masih tidak puas dan ingin pergi ke negara lain. Melihat negara lain lebih kaya dan makmur, orang-orang pun ingin pergi ke sana. Namun, mereka tidak tahu bahaya yang tersembunyi di baliknya. Selain itu, hidup manusia tidak kekal.

Meski saat ini damai dan bahagia, tetapi bagaimana perubahan pikiran manusia dan perkembangan dunia di masa mendatang? Tidak ada yang tahu. Jadi, hidup di dunia ini, segala sesuatu berada di luar kendali kita. Kita sebaiknya kembali pada posisi masing-masing dan menjalani hidup sebagaimana mestinya.

Kita bisa melihat Jiangsu tiba-tiba diterjang angin tingkat 10 yang merusak banyak rumah warga, terlebih di Kabupaten Funing. Pada bulan Juni tahun lalu, tornado juga menerjang Funing dan mengakibatkan rumah dan gedung sekolah di Desa Kongdang mengalami kerusakan. Saat itu, insan Tzu Chi Jiangsu mencurahkan perhatian. Kita juga mendirikan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Desa Kongdang.

Peletakan batu pertama telah diadakan akhir tahun lalu. Kita berharap sebelum satu tahun pascabencana, warga sudah bisa pindah ke rumah baru. Inilah harapan kita. Pascaterjangan angin kencang kali ini, insan Tzu Chi juga terjun ke lokasi bencana. Setelah melaporkan bahwa mereka selamat, mereka segera pergi ke RS untuk mencurahkan perhatian.

Bodhisatwa sekalian, hidup tidaklah kekal. Kita harus sungguh-sungguh menggenggam waktu. Janganlah kita menyia-nyiakan kekuatan kita.  Kita harus menciptakan berkah dan menjalin jodoh baik. Kondisi kita di kehidupan mendatang bergantung pada perbuatan kita di kehidupan sekarang.

Kehidupan sekarang berada di luar kendali kita. Apa yang telah kita lakukan di kehidupan lampau? Kita juga tidak tahu. Kita terlahir di sini di luar kendali kita. Namun, kita sangat beruntung karena buah karma pengondisi dan buah karma langsung kita cukup baik.

Karena itulah, saat saya memberi ceramah di sini, kalian bisa duduk di sini mendengarkan saya. Ini berkat jalinan jodoh dan berkah kita. Di kehidupan lampau, kita telah menjalin jodoh baik.

 

Menyadari ketidakkekalan lewat empat unsur alam yang tidak selaras

Menggenggam kehidupan sekarang untuk menciptakan berkah

Mendalami ajaran Buddha dan membimbing semua makhluk

Menghimpun karma baik untuk mewujudkan dunia yang harmonis


Ceramah Master Cheng Yen tanggal 2 Maret  2017

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 4 Maret 2017



Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -