Ceramah Master Cheng Yen: Terus Membentangkan Jalan untuk Membimbing Semua Makhluk
“Pada 13 Oktober lalu, seorang relawan tiba-tiba pingsan. Kami segera melakukan CPR dan meminta rekan mempersiapkan AED, lalu memanggil ambulans. Dokter mengatakan bahwa beliau menderita hipertensi paru yang menyebabkan gagal jantung. Relawan ini meninggal pada 14 November,” kata Huang Bao-yan, Perawat TIMA.
“Apakah mulanya dia memang mengidap penyakit ini?”
“Ya, memang ada. Beliau tahu bahwa beliau sakit, tetapi masih sangat tekun dan bersemangat,” jawab Huang Bao-yan.
“Berapa usianya?”
“55 Tahun. Beliau masih sangat muda,” jawab Huang Bao-yan.
“Sesungguhnya, dua tahun lalu beliau mengalami diseksi aorta, tetapi tetap memanfaatkan setiap detik kehidupannya dengan baik. Beliau termasuk dalam kelompok kami. Beliau mengikuti ceramah pagi setiap hari. Beliau juga menjadi relawan kebersihan. Beliau sangat tekun dan bersemangat,” jelas dr. Ye Tian-hao, Dokter TIMA.
Saya mendengar cerita tentang relawan kita, Xiu-lian. Meski sakit, dia telah menemukan arah kehidupannya serta sangat tekun dan bersemangat. Dia sangat tekun dengan arah yang tidak menyimpang. Dia juga selalu mengikuti ceramah pagi. Dia bertugas mengontrol suara audio dalam ceramah pagi.
Dalam menjalankan tugasnya, dia tidak hanya mendengarkan ceramah saya. Sesungguhnya, dia juga mendengarkan para relawan yang hadir saling berbagi Dharma. Dia telah mendengar banyak Dharma dan ajaran saya. Saya percaya, selama bertugas di ruang kontrol audio visual,dia juga telah banyak menyerap suara dan gambar saya. Di dalam kesadaran kedelapannya, telah terekam ajaran saya.
Orang-orang mendengar ceramah saya, mempraktikkannya, lalu saling berbagi pengalaman. Itulah hasilnya. Orang-orang telah mendengar Dharma. Setelah mendengar Dharma, kita mempraktikkannya, dan berbagi tentang hasilnya. Ini juga merupakan Dharma. Jadi, Xiu-lian telah mendengar ajaran saya dan mendengar penerapannya dari pengalaman para relawan lain. Hatinya dipenuhi Dharma.
Meski usianya hanya sampai 50-an tahun dan kita merasa kehilangan, tetapi apa gunanya bersedih? Jadi, mendengar dia pergi dengan tenang, saya juga merasa tenang. Saya mendoakannya. Kehidupan manusia memang singkat dan tidak pernah cukup panjang. Saat saya akan memulai perjalanan, di stasiun kereta api, Relawan Yan berkata kepada saya, "Master, kami akan mendoakan Kakak Chen Cai." "Master tenang saja, beliau pergi dengan tenang."
Setiap kali bertemu dengan Relawan Yan, beliau selalu bertanya, "Bagaimana kabar Master?" Saat Tahun Baru Imlek, saya memberinya angpau dan beliau selalu memberi saya angpau yang lebih besar sebagai donasi untuk kegiatan amal. Inilah hubungan antara guru dan murid. Beliau juga selalu mengingat saya. Saya juga selalu mengingat murid lansia yang berusia lebih dari 100 tahun itu.
Dahulu beliau sering mengumpulkan batu yang bisa dijual seharga 60 sen per 600 gram. Beliau hidup hemat. Setelah mengenal saya lewat relawan yang mengunjunginya, beliau berkata, "Saya bersyukur." "Master telah membebaskan batin saya." Beliau juga telah menyumbang dua komisaris kehormatan (2 juta dolar NT). Setiap tahun, beliau juga menyumbangkan dana untuk amal. Beliau melakukan ini hingga akhir hayatnya.
Singkat kata, panjangnya usia bukanlah yang terpenting. Yang terpenting ialah apakah kehidupan kita bernilai. Kehidupan yang bernilai tentu semakin baik jika semakin panjang. Jika seorang relawan pergi di usia muda, kita tentu akan merasa kehilangan.
Namun, seperti Xiu-lian, dia telah bersumbangsih hingga akhir hayatnya. Seperti itu jugalah yang saya harapkan bagi kehidupan saya. Saya berharap dapat bersumbangsih hingga napas terakhir tanpa kekeliruan dan kemelekatan. Inilah yang saya harapkan di akhir hayat saya. Inilah kehidupan yang paling bernilai.
Manusia yang sudah pergi pasti akan lahir kembali. Mereka yang pergi lebih dahulu akan membuka jalan bagi kita di kehidupan mendatang. Tugas kita ialah memperluas jalan itu. Inilah Jalan Bodhisatwa . Jadi, di Jalan Bodhisatwa , kini kita harus lebih giat untuk membimbing semua makhluk dan menjalin jodoh baik secara luas.
Kini, mereka yang pergi lebih awal tengah membuka jalan kecil bagi kita kelak. Kelak, saat kita tiba di kehidupan selanjutnya, kita harus melanjutkan misi mereka untuk melapangkan jalan itu. Ya, kehidupan tidaklah kekal. Kita harus senantiasa mengingat tentang ketidakkekalan. Begitu ketidakkekalan datang, bagaimanapun kita merasa tidak rela atau tidak siap, tidak ada gunanya. Satu-satunya yang dapat kita lakukan ialah menggenggam waktu saat ini, menggenggam jalinan jodoh yang ada, dan saling menghargai antarsesama.
Selain itu, kita harus mengingatkan diri sendiri. Para relawan yang masih bersama dengan kita harus kita hargai. Melihat mereka yang pergi, kita harus mengingatkan diri sendiri. Inilah pandangan hidup saya. Ketidakkekalan dan suka duka adalah bagian dari kehidupan kita. Yang terpenting ialah kita semua harus menjaga kesehatan memanfaatkan waktu yang ada, dan saling mendukung untuk melakukan hal-hal yang benar. Ini menambah nilai bagi kehidupan kita.
Kita hendaknya juga saling mendoakan. Kini saya ingin mengatakan sesuatu kepada semua orang. Dahulu, saya terus mengatakan bahwa Bumi tengah mengirimkan sinyal peringatan. Kini, saya ingin berkata bahwa yang kita lakukan masih belum cukup. Bukan hanya harus bertindak, kita juga harus bertindak cepat. Jika tidak, segala yang kita lakukan akan terlambat. Kini saya hanya bisa berkata seperti ini.
Beberapa waktu lalu, di Griya Jing Si saya mengatakan bahwa sepertinya batas waktu bagi kita tiba lebih cepat. Di tengah waktu yang semakin habis ini, kita harus mengubah keadaan dengan melakukan segala yang kita bisa. Jangan hanya berpikir bahwa kita sudah tiada waktu lagi. kita harus segera bertindak. Bukan hanya menyadari kondisi saat ini, kita juga harus bertindak sekarang juga. Kita sudah terlambat.
Meski kondisi Bumi sudah amat mendesak, saya berharap kita dapat menghimpun kekuatan besar untuk meredam krisis yang terjadi. Untuk itu, kita harus menghimpun berkah. Hanya dengam berkah yang terhimpun barulah bencana dapat diredam. Saya sering mengatakan bahwa menciptakan berkah dapat melenyapkan bencana. Kita memerlukan lebih banyak orang.
Saya juga berterima kasih kepada para anggota TIMA yang menggenggam kesempatan untuk melayani orang-orang yang tak berdaya seperti sekelompok pasien di Taitung. Para pasien itu masih sadar, tetapi tidak dapat bergerak. Mereka sangat menderita. Kalian membersihkan gigi mereka. Meski mereka tidak dapat mengungkapkan rasa syukur mereka, tetapi jodoh baik telah terjalin. Melihat para pasien ini, kita diingatkan untuk menciptakan berkah lebih banyak. Melayani masyarakat adalah cara untuk menciptakan berkah di dunia.
Tekun
menyelami Dharma meski didera penyakit
Memahami
ketidakkekalan dan menghargai jalinan jodoh
Terus
membentangkan jalan hingga kehidupan mendatang
Menghimpun
berkah demi menciptakan keharmonisan
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 23 Desember 2019