Ceramah Master Cheng Yen: Tetap Bersemangat Seiring Berjalannya Waktu

Kemarin saya menuju Taitung. Saat berbincang dengan insan Tzu Chi, saya merasakan perasaan mendalam. Saya datang untuk menghadiri Pemberkahan Akhir Tahun. Sebenarnya, kini kesempatan saya untuk menuju Taitung sangat sedikit. Saya hanya dapat berkunjung sekali dalam setahun.

Saya dapat berjumpa dengan para insan yang tidak saya jumpai selama setahun. Saat saya berjumpa dengan mereka tahun ini, saya merasakan perasaan mendalam. Dalam Pemberkahan Akhir Tahun, setiap tahunnya saya selalu bersyukur dalam mengantar tahun yang lama dan menyambut tahun yang baru. Saat berjumpa dengan para insan Tzu Chi, saya selalu dipenuhi rasa sukacita.

Namun, tahun ini dan tahun lalu, saya merasa prihatin karena waktu terus berlalu. Saat melihat para relawan senior, saya seperti sedang berkaca. Ini sangat memprihatinkan. Seiring berjalannya waktu, masa muda juga ikut tergerus.

Kali ini, saya berjumpa dengan Guru Huang. Saya bertemu dengannya pada 60 tahun yang lalu, saat pertama kali saya datang ke Taitung. Saat itu, Guru Huang dan guru lainnya senang belajar Dharma. Mereka membentuk sebuah kelompok dan berkumpul bersama setiap minggunya untuk mendengarkan Dharma dari radio.

 

Saat saya dan Master Xiu Dao datang ke Taitung, dengan senang mereka merekomendasikan kami untuk membabarkan Dharma lewat radio. Begitulah jalinan jodoh saya dengannya serta banyak orang terjalin. Apakah saya tinggal di sana dalam jangka panjang? Tidak. Pada saat itu, saya dan Master Xiu Dao masih mencari-cari di mana tempat yang ideal untuk melatih diri.

Kita harus bertekad dan berikrar. Jika belum memiliki pendirian dan pelatihan diri yang cukup, bagaimana bisa kita melayani di tengah masyarakat? Jadi, pada saat itu, kami menuju Luye dan melihat Kuil Wangmu. Berhubung tidak ada yang tinggal di sana dan hanya ada orang yang berdoa pada pagi dan malam, kami memutuskan untuk menginap di sana sampai akhirnya murid Master Xiu Dao datang dan berharap Master Xiu Dao kembali bersama mereka. Saya bersiteguh untuk tidak kembali.

Setelah beberapa waktu, Master Xiu Dao akhirnya pulang ke viharanya. Saya memutuskan untuk menetap di Hualien. Setelah berdirinya Badan Amal Ke Nan Tzu Chi, kita mendapat sebuah kasus dan saya menuju Taitung. Saat itu, Guru Huang masih memanggil saya dengan nama lama, Jing Si, dan menyadari saya adalah pendiri Tzu Chi. Itu merupakan kunjungan saya ke Taitung yang pertama kali setelah mengubah nama dari Jing Si menjadi Cheng Yen. Ini merupakan perubahan besar pada masa itu.

Sejak saat itu, jalinan jodoh di Taitung kembali terjalin. Saya menginap di rumah Guru Huang. Ibu mertua Guru Huang adalah orang yang selalu saya ingat. Kini, ibu mertuanya telah meninggal dan Guru Huang sudah mencapai usia mertuanya saat itu. Kehidupan berproses dengan cepat dan satu per satu dari para relawan telah menua.

 

Walau usia mereka sudah tua, tetapi jiwa mereka masih sangat bersemangat. Tahun demi tahun berlalu. Tahun ini saya merasa lebih sedih. Kita juga melihat Desa Danan. Kemarin, di Aula Jing Si Taitung, seorang relawan, Su Mei-lian, berbagi cerita. Pada tanggal 15 bulan 8Imlek 1969, saat beliau berusia 4 tahun, Desa Danan dilanda topan dan kebakaran. Insan Tzu Chi mengerahkan banyak tenaga untuk membantu.

Saat menyalurkan bantuan, Tzu Chi baru saja berdiri. Namun, bantuan kita amat bermakna bagi mereka. Selain membagikan uang dan pakaian, kita juga membagikan selimut yang paling mahal pada masa itu. Saat itu, para penerima bantuan menerima selimut tebal di kala kehilangan seluruh harta benda. Mereka merasa sangat bersyukur.

Pada suatu kali, seorang bapak mengembalikan selimutnya. Selimut itu telah digunakan hingga tipis dan jahitannya sudah lepas. Jadi, dia mengembalikan selimut itu untuk dipajang sebagai kenang-kenangan di Aula Jing Si Hualien.

Di Luye juga ada sebuah Qipao. Qipao itu adalah pemberian seorang ibu. Beliau sangat menjaga saya saat di Luye. Melihat pakaian saya yang tipis, beliau membuatkan saya baju. Karena terinspirasi dari Wangmu, beliau membuatkan saya Qipao berwarna biru. Kini Qipao itu dipajang di Aula Jing Si Hualien.


Saat beliau hendak memberikan Qipao tersebut, saya sudah meninggalkan Luye. Tiga puluh tahun kemudian, beliau membawa Qipao itu dan berkata, “Qipao ini hendak saya berikan kepada Anda pada saat itu, tetapi Anda telah meninggalkan Luye. Saya terus menyimpannya.” Selain Qipao, beliau juga membawa selimut. Saat beliau memberikannya, selimut itu berwarna putih. Namun, selimut itu sudah berbintik kuning karena disimpan di dalam kotak.

Sejarah dapat terlihat dalam bintik kuning itu. Karena itu, setelah waktu berlalu, walau saya tidak sempat menerima Qipao itu, tetapi kini kita dapat melihat Qipao dan selimut itu sebagai bukti hubungan dan ikatan di antara kami. Saya merasakan kesungguhan  dan cinta kasihnya.

Orang-orang di Taitung sangat ramah. Saat menerima laporan kasus dari mereka, saya kembali lagi ke Taitung. Laporan pertama dari Taitung saya terima lebih dari 50 tahun yang lalu. Inilah alasan mengapa orang-orang yang saya temui kini sudah berambut putih. Saya merasa prihatin. Berhubung sebagian relawan sudah lanjut usia, kini saya sangat berharap relawan paruh baya dan muda dapat melanjutkan misi para relawan lansia. Ini merupakan hal terpenting.

Saya berharap di setiap daerah untaian bacang ini dapat bertambah dan dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Kita harus menciptakan bacang yang berisi sehingga dapat menjalankan Tzu Chi selamanya. Kita semua merupakan insan Tzu Chi generasi pertama. Saya harap generasi pertama ini dapat mewariskan semangat untaian bacang ini.

Mencari makna kehidupan serta tempat besandar dan bernaung
Jalinan jodoh di Taitung sangat istimewa
Tetap bersemangat seiring berjalannya waktu
Senantiasa mewariskan cinta kasih

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 21 Januari 2020     
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 23 Januari 2020
Mengonsumsi minuman keras, dapat melukai orang lain dan mengganggu kesehatan, juga merusak citra diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -