Ceramah Master Cheng Yen: Tidak Berhenti Membina Insan Berbakat di Masa Pensiun


“Jalinan jodoh saya dengan dunia pendidikan sungguh tak terbayangkan. Mengajar di sekolah luar biasa, saya membawa budaya humanis Tzu Chi. Saya menetapkan ‘tiga kebaikan’ yang Master ajarkan sebagai tujuan saya dalam mengajar di kelas. Mulut bertutur kata baik, tangan berbuat baik, hati berpikiran baik. Kita semua tahu anak-anak ini berkebutuhan khusus. Bagaimana mereka dapat bertutur kata baik dan berpikiran baik? Tentu, bimbingan dari para guru sangat penting,”
kata He Li-ping Anggota Asosiasi Guru Tzu Chi.

“Saya membuat kartu yang saya bacakan setiap hari sehingga mereka perlahan-lahan mengingatnya. Terkadang, saya juga membuat gerakan. Adakalanya, saat saya melakukan gerakan itu, tanpa perlu diingatkan cara membacanya, mereka bisa membacanya sendiri. Lalu saya berpikir, ‘Bagaimana dengan berbuat baik?’ Saya lalu mengajak mereka untuk memasukkan uang ke dalam celengan bambu sebelum pulang sekolah,” lanjutnya.

“Saya juga mengajari mereka untuk berkata, ‘Saya ingin membantu orang lain; saya ingin berbuat baik.’ Saya mengajari mereka mengatakan ini agar diri sendiri mendengarnya dan menanam benih kebajikan” pungkasnya.

“Anak saya mengalami lahir dengan gangguan perkembangan mental. Beruntung, dia berjodoh untuk menjadi murid Ibu Li-ping. Tadi, Ibu Li-ping mengatakan bahwa beliau mengajari Kata Renungan Jing Si kepada anak-anak. Sungguh, sepulangnya anak saya dari sekolah, meski bicaranya tidak jelas, tetapi dia bisa bercerita kepada saya apa yang ibu guru ajarkan hari itu. Dia juga sangat senang menonton Da Ai TV. Sekarang, dia sudah lulus selama belasan tahun. Sampai sekarang, dia masih ingat Bu Guru He. Ini membuktikan kesungguhan hati Ibu He,” kata Li Li-jun relawan Tzu Chi.

“Anak saya masih terus menyisihkan uang ke dalam celengan bambu sampai sekarang. Berhubung keluarga kami membuka toko kelontong, saya sering memintanya untuk membantu melakukan beberapa pekerjaan kecil, lalu memberinya sepuluh dolar. Sepuluh dolar itu dia masukkan ke dalam celengan bambu. Lalu, saya sengaja berkata kepadanya, ‘Kak, berikan celengan bambumu kepada Ibu. Ibu akan membawamu makan makanan kesukaanmu dan membelikan mainan untukmu.’ Dia menjawab, ‘Tidak boleh, celengan itu milikku. Aku ingin memberikannya kepada Master untuk membangun rumah sakit dan membantu orang yang tak punya makanan,” lanjutnya.

“Saya rasa ini adalah berkat didikan Bu Guru He. Ajaran beliau sedikit demi sedikit meresap ke dalam hatinya,” pungkasnya.


Demikianlah guru yang memiliki daya hidup. Yang terpenting, mereka meneruskan jiwa kebijaksanaan.

Belakangan ini, saya selalu merasa kehidupan sangat singkat. Waktu dalam kehidupan ini terus berlalu. Meski para guru di sini telah memasuki masa pensiun, tetapi saya tetap mengagumi Anda semua. Meski sudah pensiun, kalian tidak beristirahat. Namun, jika dipikir-pikir, kalian juga harus berterima kasih kepada saya karena kalian dapat bertemu Tzu Chi. Di sisi lain, saya juga berterima kasih kepada kalian karena kalian mendengarkan nasihat saya dan ada saya di dalam hati kalian.

Dengan adanya kalian di dalam kehidupan saya, barulah ada Tzu Chi seperti hari ini. Tanpa kalian, bagaimana saya menjalankan misi pendidikan dan menegakkan nilai pendidikan di masyarakat? Ini terwujud berkat adanya kalian yang memiliki satu tekad.

Pada masa-masa itu, tepatnya dua sampai tiga puluh tahun lalu, pengajaran Kata Renungan Jing Si mulai diadakan. Para guru memanfaatkan kesempatan untuk memasukkan Kata Renungan Jing Si agar dapat diterima dengan mudah oleh anak-anak. Mengingat masa-masa itu, saya merasa bahwa setiap kata adalah permata. Setiap kata adalah permata yang sangat berharga.

Jika mengingat masa-masa itu, saya sungguh merasa manusialah yang dapat menyebarkan kebenaran. Bukan berarti Kata Renungan Jing Si itu bagus, melainkan para gurulah yang mengajarkannya dengan baik. Saat itu, jalinan jodoh sungguh matang. Para guru menuangkan Kata Renungan Jing Si ke dalam berbagai cerita bagi anak-anak.


Pendidikan terbaik diberikan melalui cerita. Dengan adanya cerita, anak-anak mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Inilah kebijaksanaan para guru yang menggunakan berbagai cara. Anak-anak dibimbing agar memiliki ingatan tentang bagaimana menjadi orang yang mengerti kebenaran dan tata krama.

Saat mengajar, kita tidak perlu memukul atau memaki, sebaliknya harus bertutur kata sopan dan lemah lembut.

“Saya juga berangkat dari dunia pendidikan. Saya adalah guru yang ketat. Dahulu, saya bisa memukul dan memarahi murid-murid. Namun, sejak mendengar Master berkata bahwa di dunia ini tiada anak yang tidak bisa diajar, hanya ada guru yang tidak bisa mengajar, saya sangat terkejut. Saya menggunakan cara bicara Master yang lemah lembut untuk berbicara kepada para murid. Bukan hanya berterima kasih, para murid akhirnya juga begitu tulus mengasihi para guru,” kata Zhao Li-yue relawan Tzu Chi.

“Bagi saya, nilai kehidupan ialah melihat anak-anak bertumbuh dan menjadi orang berguna di masyarakat. Saya merasa itulah kewajiban saya, yakni harus mendidik anak-anak dengan baik agar masyarakat harmonis dan hati manusia tersucikan,” pungkasnya.

Saya sering berkata bahwa kehidupan tidaklah kekal. Namun, kita tetap harus menunaikan tanggung jawab hari ini. Demi pendidikan di masa depan, hari ini kita harus benar-benar bersungguh hati.

Kita hendaknya memeriksa sejenak apakah kehidupan kita hari ini bernilai. Setelah memeriksa kehidupan hari ini dan merasa tenang, kita dapat merencanakan apa yang kita harapkan bagi hari esok. Jadi, setiap hari kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Waktu yang ada setiap hari tidak boleh disia-siakan.

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Lihatlah para orang tua ini. Mereka telah berusia paruh baya dan anak-anak mereka telah bergabung di Tim Basket Tzu Chi. Di usia paruh baya, mereka telah menjadi orang tua dan contoh bagi anak-anak mereka. Bagaimana orang tua memberi contoh, demikianlah anak-anak nantinya.


Mereka mengikuti contoh yang diberikan oleh orang tua. Jadi, pedoman perilaku yang benar dan sandaran batin serta harapan bagi anak-anak terletak pada orang tua. Orang tua harus mendidik mereka, bukan hanya mengantar mereka ke sekolah. Sesungguhnya, pendidikan di dalam keluarga bergantung pada interaksi orang tua.

Jika sekeluarga selalu berbicara lemah lembut dan saling mengasihi, maka kerukunan seperti ini akan menjadi contoh yang paling dapat didengar dan dilihat oleh anak-anak. Begitu pula dalam Tim Basket Tzu Chi. Demi anak-anak yang bergabung di sana, para orang tua juga turut bergabung demi memberi perhatian.

Bukan hanya memperhatikan anak sendiri, mereka juga memperhatikan seluruh tim dengan cinta kasih yang setara. Mereka juga mengasihi anak-anak orang lain. Inilah tujuan dalam pendidikan. Terima kasih di Tzu Chi ada begitu banyak orang baik yang memiliki tekad sama untuk berjalan di jalan Tzu Chi.

Kini, banyak bencana terjadi di dunia. Pikiran manusia semakin rumit. Kita harus selalu mengingatkan diri tentang arah yang benar agar dapat menciptakan berkah bagi dunia. Dengan adanya kebaikan di dalam hati setiap orang, kita akan dapat menciptakan berkah. Dengan demikian, iklim akan bersahabat. Jadi, selain kondisi iklim dan alam, keselarasan juga ditentukan oleh energi manusia. Kita harus menghimpun energi kebaikan manusia.

Terima kasih atas kesungguhan hati para guru di masa lalu. Meski sudah pensiun, kalian tidak pernah berhenti untuk terus mendampingi para guru muda di masa kini dengan terus mendedikasikan diri di Asosiasi Guru Tzu Chi sehingga para guru masa kini dapat turut memiliki semangat yang sama. Kalian telah membangun tekad dan ikrar yang besar.  

Tetap teguh pada tekad di masa pensiun
Membina insan berbakat dengan memberi ajaran sesuai kondisi
Menanamkan nilai budi pekerti dan tata krama
Membentangkan jalan kebajikan dan menciptakan berkah

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 20 Mei 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 22 Mei 2022
The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -