Ceramah Master Cheng Yen: Tidak Menyia-nyiakan Waktu dalam Hidup

Mengenang masa tiga puluhan tahun lalu, saat itu saya berkunjung ke Taichung. Terima kasih kepada Master Da Hong yang saat itu meminjamkan tempat tinggal. Unit rusun kecil milik Master Da Hong itu bagaikan rumah bagi saya. Saya sungguh berterima kasih. Kemudian, kita memiliki tempat di Jalan Minquan. Bangunan di Jalan Minquan itu bergaya Jepang dan sudah hampir ditinggalkan. Tempat itu kita gunakan sementara waktu. Tempat itu penuh kenangan. Dari sana, Tzu Chi semakin berkembang. Dengan adanya orang, barulah kita bisa memiliki tempat.

“Rumah itu kelihatannya sudah sangat tua. Saat baru memasuki rumah itu, apakah kita perlu menyapu terlebih dahulu atau melakukan sesuatu?” tanya Reiling Lai, pembawa acara di Da Ai Tv kepada Xue Shu-zhen.

“Rumah itu sangat tua, pohonnya pun sudah kering. Di dalamnya banyak kecoak, kutu, dan tikus. Kami harus membersihkannya. Saat itu yang ada juga hanya 7 sampai 8 orang. Ada sebagian donatur datang membantu saat ada waktu. Butuh sebulan untuk membersihkannya,” cerita Xue Shu-zhen.

“Akhirnya kita memiliki rumah sendiri. Kita lihat bagaimana setelah dibersihkan. Kita bisa lihat kondisinya sungguh berbeda,” ucap Reiling.

“Ya. Papan nama Tzu Chi di pintu masuk itu adalah tulisan kakek guru kita, Master Yin Shun. Setelah memiliki tempat, semua sangat gembira. Pada tahun 1986, tepatnya pada tanggal 10 Maret atau tanggal 1 bulan 2 Imlek, Master meresmikan tempat itu,” lanjut Xue Shu-zhen.


Mengingat masa-masa itu, kita membersihkan dan memperbaiki tempat yang sudah tua. Setelah itu, kita mulai menggunakannya. Untuk meresmikannya, kita tidak memilih hari baik atau mengadakan upacara tertentu. Saya berkata tidak perlu. Tempat sudah dibersihkan dan diperbaiki. Saat saya datang berkunjung, orang-orang mendekorasi tempat itu. Semua orang pun berkumpul. Saat orang banyak berkumpul, maka energi positifnya akan besar. Tempat itu pun mulai kita gunakan.

Kita percaya setiap hari adalah hari yang baik dan setiap waktu adalah waktu yang baik. Inilah awal mula kantor cabang di Taichung. Semua berkumpul di sana sebulan sekali dan saya membabarkan Sutra Empat Puluh Dua bagian.

“Sekitar bulan April atau Mei, Master mulai membabarkan Sutra Empat Puluh Dua bagian. Namun, luas tempat itu hanya 645 meter persegi. Tempat itu tidak cukup luas. Kakak Lin Mei-lan yang saat itu bertanggung jawab dalam tim pelayanan meminjam banyak barang dari orang lain termasuk layar proyektor. Kursi pun disusun lebih dari seribu hingga memenuhi halaman depan. Para donatur dan anggota komite yang hadir berjumlah lebih dari seribu orang,” tutur Xue Shu-zhen.

Pada pertemuan setiap bulannya, kita juga sering melihat orang-orang duduk di lantai bergaya Jepang. Setiap sudut begitu penuh kehangatan. Rumah ini kita gunakan karena ruang di rumah susun sebelumnya dirasa sudah tidak cukup lagi. Setelah itu, kita kembali pindah karena tempat yang ada tidak cukup lagi.

Kita pindah ke seberang tempat yang lama. Di tempat itu, kita lalu membangun Aula Jing Si. Berhubung tempat itu agak sempit, maka saat jalinan jodoh matang, Relawan Hong Zhi-cheng mulai mencari sebidang lahan. Para anggota komisaris kehormatan bekerja sama untuk mendukungnya. Para anggota Tzu Cheng dan komite juga turut berkontribusi. Tempat yang baru lebih luas. Tempat ini juga sudah digunakan untuk kegiatan kamp relawan Tzu Chi luar negeri. Singkat kata, saya sangat berterima kasih Aula Jing Si ini telah terhubung dengan dunia internasional.

Tempat di Jalan Minquan adalah tempat kita memulai. Tempat itu juga masih sangat produktif dan masih bisa membimbing banyak orang. Kita harus menjaga setiap tempat yang kita miliki. Saat mengenang masa lalu, kita sungguh dapat melihat setiap waktu dan momen merupakan sejarah. Coba renungkan. Semua momen masa lalu itu amat berharga.


Waktu terus berlalu tanpa henti. Jadi, kehidupan sangatlah bernilai. Meski kita semua akan beranjak tua dan hari demi hari terus berlalu, tetapi kita harus tetap bersukacita. Usia boleh bertambah tua, tetapi manusia jangan merasa tua. Jika tidak ingin merasa tua, maka kita harus menggenggam waktu yang ada untuk terus bersumbangsih. Kita harus tetap berenergi dan terus berkontribusi. Setua apa pun usia kita, kita tidak perlu merisaukannya. Biarlah usia terus bertambah. Yang penting genggamlah waktu dalam hidup ini untuk bersumbangsih. Ini jugalah yang saya lakukan. Saya juga berharap kita semua dapat sering berkumpul dan berinteraksi sehingga selamanya kita tidak memiliki masalah orang lanjut usia. Semua orang tidak menyia-nyiakan waktu. Kita harus lebih giat.

Saat saya masih ada, kalian semua harus mendampingi saya. Sesungguhnya, janganlah berhenti sedetik pun karena hari demi hari terus berlalu. Janganlah sia-siakan waktu dalam hidup ini. Jangan pula kita ketinggalan dalam bersumbangsih. Jika ketinggalan, maka waktu akan berlalu sia-sia. Sulit jika kita masih menunggu orang lain mengajak kita. Kita harus menjadi guru yang tak diundang. Ini adalah misi kita yang telah kita pilih. Ini adalah sandaran hidup kita. Bukan hanya itu, ini adalah nutrisi bagi jiwa kebijaksanaan kita. Ini adalah ladang pelatihan bagi jiwa kebijaksanaan kita. Ini adalah sandaran kita seumur hidup, tak terkecuali bagi saya.

Hati kita bersandar pada ladang pelatihan jiwa kebijaksanaan ini. Jadi, saya masih ada di sini. Kalian pun tetap bersandar pada ladang pelatihan jiwa kebijaksanaan ini. Kita harus terus bertumbuh. Kita tak boleh pergi dari ladang ini dari kehidupan ke kehidupan. Jadi, harap semua menggenggam waktu yang ada.

Waktu terus berlalu, janganlah menyia-nyiakan hidup ini. Kita semua harus ingat untuk menggenggam waktu saat ini dan mempertahankan tekad yang telah dibuat. Inilah yang selama bertahun-tahun saya katakan kepada kalian.

Kehidupan terus bergulir. Waktu terus berlalu. Kita harus memanfaatkan kehidupan ini seiring berlalunya waktu. Setiap hari kita harus berbahagia, bersukacita, dan tenang. Bersumbangsihlah dengan tenang, sukacita, dan gembira. Bagaimana agar kita berbahagia? Kita harus menyerap Dharma ke dalam hati dan sungguh-sungguh melihat kebenaran.

Konfusius berkata, “Pagi hari mendengar kebenaran, sore harinya mati pun tak menyesal.” Jika kita dapat melihat kebenaran dan menerapkannya dalam kehidupan kita untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan, maka kita tidak perlu khawatir. Inilah mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan.

Bodhisatwa sekalian, Kita sungguh harus mengubah kesadaran pikiran kita menjadi kebijaksanaan. Jiwa kebijaksanaan harus bertumbuh. Inilah harapan terbesar saya. Saya sendiri juga terus berusaha dan terus berbagi dengan kalian semua sekaligus memberi dorongan. Saya sangat berusaha. Saya juga berharap kalian juga berusaha.

Hargai waktu yang terus berlalu

Tidak menyia-nyiakan waktu dalam hidup

Mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan

Memegang teguh tekad dan menyerap Dharma ke dalam hati

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 27 April 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 29 April 2018

Editor: Metta Wulandari

Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -