Ceramah Master Cheng Yen: Tiga Puluh Tahun Menjalankan Kebajikan

“Saat itu saya membuka toko kelontong. Saya pernah mendengar Master berbicara tentang menggalang Bodhisatwa dunia. Orang yang bisa berbuat baik adalah Bodhisatwa. Saya takut lupa. Jadi, saya segera mengambil spidol dan menyiapkan selembar kertas Panjang untuk menulis, Menggalang Bodhisatwa Dunia,” kata Ye Cai-lian relawan Tzu Chi.

“Semua hal tak bisa diselesaikan oleh satu orang. Diperlukan kekuatan semua orang. Seperti sepuluh jari tangan kita, jika kurang satu, kita akan kesulitan untuk bekerja. Bagi orang orang di masa awal Tzu Chi, apa yang Master katakan, itulah yang dilakukan. Semuanya sangat bersungguh-sungguh. Kami merasa semua orang terus bertumbuh,” lanjutnya.

“Banyak orang datang dan pergi, tetapi ada juga yang terus bersumbangsih bersama saya selama 30 tahun hingga kini. Orang yang ceroboh seperti saya hanya bisa mengerjakan hal yang sederhana, tetapi jika dibilang sederhana, kegiatan daur ulang juga tidak sesederhana itu. Sungguh. Di dalamnya terkandung pengetahuan yang besar,” pungkasnya.

“Bisa dibilang bahwa ini adalah ladang pelatihan yang berat karena berurusan dengan kotoran dan bau tidak sedap. Hal yang harus dilakukan juga beragam. Orang-orang yang berpartisipasi pun banyak, dengan ide dan tutur kata yang berbeda-beda. Sesungguhnya, untuk bertahan dan berlatih di sini juga tidak mudah. Namun, jika Anda mampu bertahan, di ladang pelatihan Tzu Chi mana pun, hampir bisa dipastikan tidak ada yang lebih sulit daripada ini. Jika dapat mengatasi rintangan dan mampu bertahan di posko daur ulang, maka dalam hubungan antarmanusia, tiada rintangan yang tak bisa diatasi,” kata Li Xun-de relawan Tzu Chi.

 

Para relawan daur ulang berdedikasi sepenuh hati. Saya sungguh terharu. Misi pelestarian lingkungan Tzu Chi sudah berusia 30 tahun. Semua ini terwujud berkat kesungguhan hati dan cinta kasih semua orang dalam bersumbangsih. Saat mereka mengulurkan tangan, kita bisa membayangkan sepasang tangan masing-masing dari mereka yang jumlahnya mencapai puluhan ribu pasang tangan, sejak mereka lahir hingga dewasa, lalu mengurus keluarga, membesarkan anak, dan bekerja hingga saat ini, tidak pernah berhenti.

Begitu pula di Tzu Chi, mereka telah bersumbangsih selama puluhan tahun, sejak saya menyerukan pelestarian lingkungan 30 tahun lalu hingga 30 tahun kemudian seperti saat ini. Ini adalah cinta kasih dan kebajikan. Mereka bersumbangsih tanpa pamrih.

Para relawan daur ulang bersumbangsih tanpa pamrih. Pagi-pagi, sebelum matahari terbit, mereka sudah berangkat.

“Sekarang sudah pukul 03.30 pagi. Saya harus mengumpulkan kantong buah. Saya lahir tahun 1951. Saya mulai melakukan kegiatan daur ulang sejak pascagempa 21 September 1999,” kata Guo Wu Lan-xiang relawan Tzu Chi.

“Terima kasih,” kata Guo Wu Lan-xiang relawan Tzu Chi.

“Kalian punya kantong plastik yang ingin didaur ulang?” tanya Guo Wu Lan-xiang relawan Tzu Chi.

“Sudah ada yang ambil?” jawab salah seorang penjual buah.

“Tak apa. Terima kasih,” kata Guo Wu Lan-xiang relawan Tzu Chi.

Sebelum truk sampah tiba, saat hari belum terang, mereka pasti terlebih dahulu mengumpulkan barang daur ulang. Kini, setiap pemilik stan tahu bahwa relawan akan mengambil barang-barang daur ulang. Banyak pemilik stan yang penuh perhatian. Mereka akan mengumpulkannya. Saat tiba, relawan Tzu Chi tinggal mengambilnya.


Para relawan sungguh memiliki cinta kasih berkesadaran. Mereka merasa bahwa pelestarian lingkungan adalah tanggung jawab setiap orang dari mereka. Misi ini telah berjalan selama 30 tahun dan langkah para Bodhisatwa ini tak pernah berhenti. Tekad mereka tetap sama hingga kini. Begitulah para relawan ini.

Meski rutin bekerja, minimal Anda punya beberapa hari istirahat dalam sebulan. Anda juga masih punya batasan waktu dan akan mengisi daftar keluar seusai bekerja. Insan Tzu Chi tidak mengisi daftar masuk atau keluar. Pagi-pagi, sebelum matahari terbit, mereka berangkat dan baru pulang setelah hari gelap. Mereka bahkan tidak libur saat Tahun Baru.

“Saya tidak pernah beristirahat. Saya hanya libur saat adik saya menikahkan putrinya karena saya harus pulang ke Selatan satu hari. Setelah acara selesai, saya langsung kembali ke Utara. Apa pun yang diberikan para pemilik stan di pasar, semuanya saya terima. Orang-orang di luar telah menyetujui misi ini sehingga saya bisa mengumpulkan barang daur ulang sebanyak ini. Jika orang-orang di luar tidak setuju misi ini, mereka sudah membakar barang-barang ini. Setiap hari ada sebanyak ini. Bukan hanya satu dua hari, setiap hari ada banyak pekerjaan. Yang paling ditakutkan ialah tidak ada yang mengangkut,” kata Guo Wu Lan-xiang relawan Tzu Chi

Demikianlah insan Tzu Chi. Cinta kasih tanpa pamrih dan sumbangsih mereka yang tak ternilai tidak bisa dinilai dengan uang. Bukan hanya tak ternilai dan tidak dihitung dengan tarif waktu, mereka juga tidak digaji, bahkan harus mengeluarkan biaya sendiri. Sungguh banyak kisah yang mengharukan. Kalau saja harus menghitung upah para relawan, saya tidak dapat menghitungnya. Intinya, dalam kehidupan ini saya berutang kebaikan kalian.

Demi sepatah kata dari saya, kalian bersumbangsih dengan tak kenal lelah, tak mengenal siang dan malam, tidak mengeluh terlalu pagi, juga tidak mengeluh ingin beristirahat di malam hari. Semuanya bersumbangsih setiap hari sepanjang tahun. Bayangkan, bagaimana saya menghitungnya?

Dari kehidupan ke kehidupan, dalam pikiran saya setiap saat sepanjang tahun, saya hanya bisa berterima kasih kepada kalian. Karena itu, saya juga tak berani beristirahat. Saya tetap ingin bersama-sama dengan kalian untuk melangkah dengan tekun dan bersemangat dalam misi Tzu Chi.

 

Setiap detik dan setiap saat, kita harus selalu bersama. Selama napas masih ada, inilah cara saya membalas budi kalian semua. Ingatlah, siapa yang menanam, dialah yang menuai hasilnya. Saya sendiri juga menanam bagi diri sendiri. Namun, saya berterima kasih kepada kalian semua. Tanpa kalian, tidak ada Tzu Chi. Berkat sumbangsih kalian, semua orang merasakan kebahagiaan.

Bodhisatwa sekalian, kalian sudah melakukan begitu banyak hal. Namun, segala yang kalian lakukan, pahalanya juga kalian peroleh sendiri. Dalam Sutra Ksitigarbha juga dikatakan bahwa segala pahala didapat oleh diri sendiri. Meski dalam hubungan antara orang tua dan anak, anak ingin memupuk pahala bagi orang tua, pahala tetap tak dapat diberikan kepada orang tua.

Hanya saja, jika kita memiliki rasa bakti dan ingin membalas budi orang tua, kita dapat berusaha untuk bersumbangsih atas nama orang tua kita sehingga mereka turut merasa bahagia. Namun, pahalanya tetap kita peroleh sendiri.

Anak dan orang tua memiliki pahala masing-masing. Namun, berkah dan kebahagiaan ini saling berkaitan. Kita sering membahas bahwa kita hendaknya turut berbahagia atas pahala orang lain. Saat Anda bersumbangsih, meski pahalanya adalah milik Anda, tetapi jika Anda melakukannya demi saya, saya juga bersyukur dan turut berbahagia. Dengan demikian, saya juga memperoleh pahala. Jadi, memuji orang lain yang berbuat baik juga mendatangkan pahala. Kita semua hendaknya saling mendukung.

Mendedikasikan hidup untuk melindungi dunia
Menjalankan nasihat guru selama tiga puluh tahun
Tak pernah berhenti bersumbangsih dalam cinta kasih dan kebajikan
Mempertahankan keharuan dan rasa syukur sampai selamanya

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 Agustus 2020          
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 27 Agustus 2020
Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -