Ceramah Master Cheng Yen: Tulus Bersumbangsih Tanpa Kemelekatan
Insan Tzu Chi adalah Bodhisatwa dunia. Setiap kali mendengar
tentang sumbangsih kalian yang tanpa pamrih, kekaguman muncul dari lubuk hati
saya, sungguh indah. Kalian bersumbangsih dengan semangat kekosongan. Saat
bersumbangsih, kalian tidak melekat pada siapa yang memberi, tidak melekat pada
apa yang diberi, dan tidak melekat pada siapa yang menerima. Ini disebut
kekosongan tiga aspek dana.
Di balik kekosongan ada eksistensi; segala eksistensi pada
hakikatnya kosong. Jadi, dalam bersumbangsih, kita harus menjauhi pertikaian
dengan orang, dengan berbagai hal, dan dengan dunia. Dengan begini, bukankah
manusia, segala hal, dan dunia akan damai? Jika kehidupan bisa indah dan
tenteram, maka inilah kondisi yang terindah di dunia.
Inilah kondisi yang bebas dari noda, murni, dan damai. Inilah
Bodhisatwa. Kondisi Bodhisatwa ini tercipta jika kita dapat bersatu hati,
harmonis, dan saling mengasihi. Inilah
kondisi Bodhisatwa yang sesungguhnya. Keluhuran Bodhisatwa ini harus dipupuk dari
kehidupan ke kehidupan. Seperti kalian semua, kita semua telah bertekad. Tekad
ini bukan hanya pada kehidupan ini.
Jika pada kehidupan lampau kalian tidak pernah bertekad, maka hari
ini kalian tak mungkin dilantik dan tak mungkin terus berjalan di Jalan
Bodhisatwa. Ini karena kita pernah bertekad di masa lalu. Hanya saja, sebagai
makhluk awam, di satu sisi kita berusaha melenyapkan rintangan karma, tetapi di
sisi lain kita membangkitkan noda batin. Jadi, kita setengah sadar dan setengah
tersesat. Kita masih berada di antara keduanya.
Kini kita hidup di dunia yang dipenuhi lima kekeruhan. Namun, kita
juga beruntung hidup di masa ini. Kita dapat melihat banyaknya penderitaan. Kita
juga dapat mendengar ajaran di masa ini. Dengan adanya jalinan jodoh ini, barulah
Tzu Chi bisa berjalan selama lebih dari lima puluh tahun. Empat Misi dan
Delapan Jejak Dharma Tzu Chi dapat dijalankan dengan lengkap. Kita memulainya dari misi amal yang saya jalankan. Kalian pun
bergabung dengan rasa sukacita.
Kita berbuat kebajikan dengan sukacita. Betapa pun sulitnya, kita
tetap bersumbangsih bagi masyarakat. Kita mengembangkan cinta kasih tanpa
penyesalan dan welas asih tanpa keluh kesah. Kita bersumbangsih dengan
sukarela. Berhubung kita bergabung dalam kebajikan ini dengan sukacita, maka
kita harus menjalankan praktik nyata.
Saat terjun ke masyarakat, tiada penyesalan dalam diri kita. Jalan
ini adalah pilihan kita sendiri. Kita menjalankannya dengan sukacita dan
menerima segala kondisi dengan sukarela. Ditengah berbagai tabiat makhluk awam,
tak dapat dihindari orang lain memiliki pandangan dan kebiasaan masing-masing. Jadi,
belum tentu kita dapat menerima tabiat dan pandangan orang lain. Meskipun
begitu, kita tetap bekerja sama dengan sukarela.
Kita harus meminum "Empat Ramuan". Apa itu? Tahu berpuas
diri, bersyukur, penuh pengertian, lapang dada) Benar. Jadi, saya memberi
kalian sebuah kiat atau resep untuk menambah energi kalian. Apa resepnya? (Bersatu
hati, harmonis, saling mengasihi, bergotong royong) Benar. Bersatu hati,
harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong. Ini adalah "Empat Sup
Tzu Chi". Semua orang harus bersatu hati. Selain berpuas diri,
berpengertian, dan berlapang dada, kita
sungguh harus saling bersyukur.
Bodhisatwa memang harus menghimpun kekuatan orang banyak. Kita
harus mempraktikkan Jalan Bodhisatwa secara luas. Kita harus terus saling
mendukung dan saling menjaga. Kekuatan cinta kasih harus semakin lama semakin
besar. Di tengah masyarakat, selain membantu sesama relawan, kita juga
bersumbangsih bagi semua makhluk.
Penderitaan semua makhluk amat banyak. Ada bencana alam, ada
bencana akibat ulah manusia, ada ketidakkekalan hidup, ada kekosongan batin, ada
kekurangan materi, dan sebagainya. Penderitaan sangat beragam. Kita harus
berusaha melenyapkan penderitaan ini. Selain bersumbangsih tanpa pamrih, kita
juga harus bersyukur dan berterima kasih. Kita juga harus bersikap penuh
pengertian. Bantuan yang berupa materi tentu terbatas, tetapi penerima bantuan
kita sesungguhnya menggunakan hidup mereka untuk membabarkan Dharma bagi kita. Sebaliknya,
kita memberikan sesuatu yang berwujud
kepada mereka.
Tentu, sebagai Bodhisatwa, kita juga memberi pendampingan yang
tulus. Ada pasien yang kita damping selama beberapa tahun. Ada pula pasien yang
setelah penderitaannya teratasi, kemudian dibimbing oleh para relawan untuk
turut menjadi relawan. Demikianlah Bodhisatwa dunia. Inilah Bodhisatwa yang
sesungguhnya. Kita sungguh-sungguh melakukan praktik nyata dengan bergandengan
tangan dan bersatu hati.
Para relawan terus bersumbangsih tanpa memiliki pamrih ataupun
kemelekatan pada "pemberi", "penerima", dan "yang
diberi". Namun, kita juga menerima banyak manfaat karena kita banyak
belajar dari pengalaman hidup banyak orang. Kita menyerap ini semua ke dalam
kesadaran kita. Kita harus menghargai waktu, ruang, hubungan antarmanusia,
serta jalinan jodoh yang kita miliki saat ini. Kita tak boleh menyia-nyiakan
kehidupan kita.
Kita harus menghargai kehidupan kita. Artinya, jangan biarkan setiap hari berlalu sia-sia. Kita harus menghargai kehidupan kita. Dalam setiap detik, kita harus memanfaatkan kehidupan kita
untuk menolong jiwa kebijaksanaan sendiri. Selain menjadi penolong
bagi orang lain, kita juga harus menolong jiwa kebijaksanaan kita sendiri.
Saudara sekalian, jangan biarkan jiwa kebijaksanaan terputus.
Jalan Bodhisatwa harus ditapaki dari kehidupan ke kehidupan. Dengan
memanfaatkan setiap detik yang ada, kita dapat menjalin jodoh dengan lebih
banyak orang dan menciptakan lebih banyak berkah. Berkah dan kebijaksanaan
harus dikembangkan di tengah masyarakat. Jika kita menjauh dari masyarakat, berarti
kita memutus pengembangan berkah dan kebijaksanaan sendiri. Ini sama dengan
memutus akar kebijaksanaan. Kita berharap dalam kehidupan ini kita menapaki
Jalan Bodhisatwa dengan mantap.
Manusia diliputi noda
batin sehingga bagai setengah sadar setengah tersesat
Bersumbangsih tanpa
melekat pada "pemberi", "penerima, dan "yang diberi"
Bersumbangsih dengan
sukacita tanpa keluh kesah
Menumbuhkan akar
kebijaksanaan dan bekerja sama dalam keharmonisan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 7 Januari 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 9 Januari 2018