Ceramah Master Cheng Yen: Tulus Melindungi Kehidupan demi Mengikis Karma Buruk

“Kebakaran hutan di California seperti tahun ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Jika ini masih tidak cukup untuk membuktikan perubahan iklim, saya tidak tahu apa lagi yang bisa membuktikan,” ujar Gavin Newsom, Gubernur California.

“Penyebab utamanya ialah pemanasan global yang membuat tumbuh-tumbuhan mengering,” terang Noah Diffenbaugh, Profesor Universitas Stanford.

Sungguh, kita tidak punya cukup waktu lagi. Saya selalu merasa bahwa saya sudah tidak punya cukup waktu. Saya sangat mengkhawatirkan kondisi dunia ini. Setiap hari, saya khawatir tentang kebakaran hutan. Saya juga berharap semua orang dapat bersungguh hati dan membangkitkan ketulusan yang bagaikan embun. Semoga tetes demi tetes embun ketulusan ini dapat memadamkan kobaran api.

Bencana alam terjadi karena karma buruk kolektif semua makhluk. Belakangan ini, saya sering mengulas tentang karma buruk kolektif. Karma buruk kolektif ini diciptakan oleh orang-orang yang mementingkan ego. Dalam melakukan segala hal, mereka hanya memikirkan diri sendiri. Demi kesenangan diri sendiri, mereka dapat melakukan apa pun, termasuk perbuatan jahat. Apa pun yang mereka inginkan, mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.

 

Karena nafsu keinginan, manusia menggunakan berbagai cara untuk merusak bumi, gunung, sungai, dan sebagainya. Karena itulah, kondisi iklim dan bumi menjadi seperti sekarang. Hujan tak kunjung turun sehingga terjadilah kekeringan. Begitu ada petir menyambar, kebakaran pun langsung terjadi. Aktivitas manusialah yang memicu perubahan iklim.

Selain itu, penebangan hutan juga merusak konservasi tanah dan sumber daya air sehingga saat turun hujan, tanah tidak dapat menyerap dan menahan air hujan sehingga air langsung mengalir ke dataran rendah dan menimbulkan bencana. Jadi, ini sesungguhnya adalah bencana alam atau bencana akibat ulah manusia? Ulah manusialah yang memicu terjadinya bencana alam.

Jadi, ada sebab, baru ada akibatnya. Inilah hukum sebab akibat. Manusia yang menjadi penyebabnya, manusia jugalah yang menerima akibatnya. Melihat akibat yang ditimbulkan, saya sering berpikir, "Apa yang harus saya lakukan?" Ini merupakan  akibat yang berwujud, tetapi kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Ada pula akibat yang tidak berwujud, seperti pandemi COVID-19.

Sesungguhnya, apa penyebab pandemi ini? Mungkin manusia jugalah penyebabnya. Manusia sering kali tidak dapat mengendalikan nafsu makan diri sendiri. Ada orang yang mengonsumsi daging hewan liar sehingga terinfeksi oleh virus dari hewan. Virus ini mungkin berasal dari hewan, lalu bermutasi hingga bisa menular dari manusia ke manusia.

 

Pandemi kali ini merupakan peringatan dan pelajaran yang diberikan oleh alam pada manusia. Kita harus segera melenyapkan nafsu keinginan dan kegelapan batin kita. Lihatlah apa yang terjadi. Kita hendaknya berintrospeksi, bertobat, dan memohon ampun kepada alam. Kita harus menenangkan pikiran, menjaga keharmonisan antarmanusia, dan saling bersyukur.

Kita harus bersyukur kepada semua makhluk. Tanpa kontribusi semua makhluk, dunia ini tidak akan harmonis.Tanpa orang-orang yang bekerja sama demi kebaikan masyarakat, kebutuhan sandang, pangan, papan, dan transportasi kita juga tidak akan terpenuhi. Kita harus bersyukur atas pengembangan pertanian sehingga kita dapat memperoleh makanan yang cukup dan bergizi. Kita harus bersyukur atas pengembangan industri sehingga kita dapat mengenakan pakaian dengan rapi.

Kita harus bersyukur atas pembangunan di tengah masyarakat sehingga kita dapat memiliki rumah untuk berlindung. Di dalam bangunan ini, kita dapat duduk tenang untuk mendengarkan dan berbicara. Meski pesawat terbang yang terbang di udara menimbulkan suara yang berisik, kita tetap harus bersyukur atas kemajuan teknologi zaman sekarang.

Dengan adanya mikrofon dan pengeras suara di sekeliling saya, saat saya berbicara di sini, orang-orang di belakang juga dapat mendengarkan ceramah saya. Saat ada pesawat terbang yang melintas, saya dapat terus berbicara tanpa terganggu. Semua inilah yang kita peroleh pada era modern ini.

Asalkan memiliki tekad, maka tidak ada rintangan yang dapat menghentikan kita. Dengan prinsip yang sama, saat ini, asalkan memiliki tekad, kita dapat bervegetaris. Mari kita mengimbau orang-orang untuk membangkitkan cinta kasih seutuhnya. Setiap hari, saya mengimbau orang-orang untuk membangkitkan cinta kasih seutuhnya untuk mengasihi semua materi, manusia, dan kehidupan semua makhluk.

Sebagai umat Buddha dan manusia yang memiliki kemurahan hati dan keluhuran, kita harus menyerukannya dengan berani. Kita juga harus berani terhadap diri sendiri. Bukankah kita setiap hari berkata bahwa kita harus mengasihi dan melindungi kehidupan?

Kita harus mempraktikkan ucapan kita. Jadi, kita harus tahu, paham, dan mempraktikkannya. Hanya tahu dan paham tidaklah cukup. Kita juga harus mempraktikkannya. Sungguh, kita harus membangun tekad dan ikrar.

Bervegetaris tidaklah sulit jika kita dapat membangun tekad dan ikrar. Dengan adanya ikrar untuk mengerahkan cinta kasih universal, kita tidak akan tega mengonsumsi daging. Kita harus membina cinta kasih dan sungguh-sungguh mempraktikkan apa yang kita katakan, yakni mengasihi dan melindungi kehidupan.

Manusia menciptakan karma buruk kolektif karena kegelapan batin dan nafsu keinginan
Melindungi kehidupan dengan tindakan nyata dan berdoa semoga masyarakat harmonis
Ketulusan bagai tetes-tetes embun
Memadamkan kobaran api dengan tetesan embun dari segala penjuru

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 09 Oktober 2020            
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 11 Oktober 2020
Melatih diri adalah membina karakter serta memperbaiki perilaku.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -