Melestarikan Lingkungan dan Menyucikan Hati Manusia

"Ada kardus tidak? Ini sangat berat dan sulit ditarik. Jadi, saya beristirahat sejenak, baru berjalan lagi. Saya membuat sebuah lubang dengan kunci. Begini bisa dibawa dengan lebih mudah. Tidak perlu diangkat dengan susah payah. Begini lebih mudah. Sangat repot untuk membawa kardus ini ke atas. Kardus ini sangat besar. Saya menariknya ke atas seperti ini. Jika ingin melakukan daur ulang, kita tidak boleh takut repot. Terkadang, saya mengumpulkan banyak kardus. Jadi, saya harus naik turun tangga hingga sepuluh kali, bahkan terkadang harus belasan kali," Relawan daur ulang, Huang Dong-jiao,

Bodhisatwa lansia ini pernah terserang stroke. Pada saat itu, dia bertemu dengan penyelamatnya. Awalnya, dia mengalami kelumpuhan setengah badan. Namun, kini dia bisa menyusun barang daur ulang dengan sangat rapi. Dia menganggap kegiatan daur ulang sebagai fisioterapi. Kardus sebesar apa pun, semuanya akan dia tarik ke lantai atas. Setelah tiba di rumahnya, dia akan membersihkan dan merapikannya satu per satu. Inilah kesungguhan hati relawan daur ulang ini.

"Setelah pulang ke rumah, saya tidak keluar lagi. Saya menonton televisi sambil merapikan kardus-kardus ini. Ini harus digunting menjadi lebih kecil agar lebih mudah disimpan. Jika terlalu besar, tidak ada tempat untuk menyimpannya. Saya sudah terbiasa mengguntingnya. Siapa yang mengeluarkan ide untuk memampatkannya terlebih dahulu? Saya sendiri. Kardus yang sudah dilipat akan mengembang kembali. Ia tidak bisa diikat jika tidak ditekan. Jadi, setelah menekannya, baru saya mengikatnya," ucapnya.

Kaki tangannya tidak bisa bergerak dengan leluasa. Kami juga bisa melihat hasil ikatannya tidak begitu erat. Namun, dia selalu berusaha semampunya untuk mengikat barang-barang itu dengan rapi agar kami bisa membawanya ke posko daur ulang dengan mudah. Ini membuat kami merasa sangat tersentuh. Banyak hal yang bukan tidak bisa dilakukan, hanya saja kita enggan melakukannya. Selain pada Hari Bumi, saya berharap setiap orang juga bisa mengasihi bumi setiap hari. Bumi hanya ada satu. Bagaimana cara kita melindungi bumi? Kemarin adalah Hari Bumi. Kita hidup di bumi ini, tetapi dalam setahun, hanya ada satu hari yang disebut sebagai Hari Bumi.

Sesungguhnya, setiap hari, hidup kita bergantung pada bumi ini. Manusia hendaknya hidup berdampingan dengan alam. Beberapa hari ini, saya juga mengulas tentang sebuah pulau yang dibanjiri wisatawan. Banyak sampah yang dibuang sembarangan di sana. Karena itu, permukaan laut dipenuhi sampah. Namun, di sana ada sekelompok relawan kita yang telah menyerap Dharma ke dalam hati dan sadar bahwa kehidupan semua makhluk bergantung pada bumi ini. Jadi, kita seharusnya menjaga kebersihan bumi, menghargai sumber daya alam, dan melakukan daur ulang. Dengan sebersit niat, para relawan kita bisa mengubah pulau yang dipenuhi sampah menjadi sebuah tempat yang bersih.

Selain membersihkan pulau, mereka juga menyucikan hati manusia. Di setiap tempat, kita bisa melihat orang yang telah membangkitkan tekad. Anggota Tzu Cheng kita berasal dari berbagai profesi. Ada yang membuka perusahaan truk, ada pula yang membuka perusahaan perkapalan. Para insan berbakat dari berbagai profesi ini bekerja sama dengan kesatuan tekad dan ikrar. Setiap orang bersumbangsih untuk mengubah pulau tersebut. Inilah semangat Hari Bumi yang sesungguhnya. Kita juga bisa melihat menjelang laporan kerja Tzu Chi luar negeri, insan Tzu Chi Taiwan kembali ke Griya Jing Si untuk membuat persiapan dengan hati yang tulus. Kita juga bisa melihat para relawan membersihkan kamar kecil hingga sangat bersih. Beberapa relawan sudah berusia 60 tahun lebih dan sudah beruban.

Ada seorang relawan bernama Yue-zhu yang menderita degenerasi sendi lutut. "Saya ingin menggenggam jalinan jodoh ini. Selagi masih mampu bergerak, saya harus segera bersumbangsih. Saya tidak tahu bisa bersumbangsih hingga kapan. Jika suatu hari nanti saya sudah tidak mampu bergerak, maka sudah terlambat untuk melakukan apa pun. Saya selalu berkata bahwa kita harus menggenggam setiap waktu Selagi masih mampu bergerak, kita harus segera bersumbangsih. Meski mengalami penderitaan fisik, tetapi penderitaan itu pasti akan berlalu. Semakin banyak bersumbangsih, maka semakin banyak yang kita peroleh," ucapnya. Inilah pola pikir Yue-zhu. Dia membantu membersihkan kamar kecil hingga sangat bersih. Selain itu, beberapa insan Tzu Chi Indonesia juga turut membantu. Mereka mempekerjakan pembantu rumah tangga untuk melakukan pekerjaan di rumah mereka.

Namun, mereka membantu di Griya Jing Si dengan sangat gembira. Lihatlah, setelah masuk ke ruang makan, mereka mulai membantu mengelap meja, mencuci piring, menyapu lantai, dan lain-lain. Kini, mereka baru mulai belajar mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa tidaklah sulit bagi orang kaya untuk mempelajari kebenaran. Melihat para relawan yang hidup berada dapat berbuat seperti ini, saya sungguh sangat tersentuh. Ini adalah pertemuan insan Tzu Chi dari seluruh dunia. Semua orang hidup berdampingan di bumi yang penuh dengan cinta kasih ini.

Kita juga bisa melihat sekelompok suku Badui di Yordania yang telah dibantu oleh Ji Hui dan para relawan lain dalam jangka waktu panjang. Di negara ini, suku Badui hidup kekurangan dari generasi ke generasi. Insan Tzu Chi selalu membagikan barang bantuan kepada mereka. Baik di wilayah perkotaan maupun di wilayah terpencil, insan Tzu Chi selalu pergi ke sana untuk membantu orang yang menderita. Kita semua hidup di bumi yang sama, di kolong langit yang sama, dan menghirup udara yang sama. Namun, suku Badui terlahir di tengah kondisi yang membuat mereka sangat tidak berdaya. Mereka hanya bisa bergantung pada bantuan orang lain. Inilah yang membuat saya sedih belakangan ini. Mereka terlahir dengan membawa benih karma masa lalu tanpa bisa mengendalikannya.

Jadi, kita harus lebih tekun dan bersemangat untuk mempraktikkan Dharma di dunia. Tak peduli adanya kelahiran kembali atau tidak, satu hal yang tidak perlu kita ragukan adalah membantu orang merupakan perbuatan benar. Dengan bersumbangsih, kita bisa langsung memperoleh buahnya, yakni kebahagiaan. Orang yang bisa membantu sesama adalah orang yang paling bahagia. Jadi, membantu lebih menggembirakan daripada dibantu. Setiap orang bersumbangsih dengan kesatuan hati. Mampu menolong orang yang menderita, bukankah ini adalah hal yang terbaik? Orang yang menerima bantuan bisa terselamatkan, sedangkan orang yang memberi bantuan memperoleh sukacita.

Ajaran Buddha membimbing kita untuk berjalan menuju arah yang terang. Jika tidak, dunia ini akan dipenuhi Lima Kekeruhan serta tertutupi oleh kegelapan dan noda batin. Teringat hal ini, saya merasa sangat khawatir. Namun, kita harus mengubah pola pikir kita. Khawatir saja tidak ada gunanya. Sebaliknya, kita harus bersungguh-sungguh melakukan hal yang bermanfaat yang bisa mendatangkan sukacita. Kita harus menerangi masyarakat dan dunia ini dengan cahaya batin kita. Ini adalah hal yang bisa dilakukan oleh setiap orang.

 

Bodhisatwa lansia yang terserang stroke tekun melakukan daur ulang

Menjaga kelestarian lingkungan dan menyucikan hati masyarakat

Saudara se-Dharma dari luar negeri berkumpul bersama di Griya Jing Si

Bergotong royong untuk bersumbangih dengan kesungguhan hati

 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 23 April 2015

Beriman hendaknya disertai kebijaksanaan, jangan hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain hingga membutakan mata hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -