Melindungi Semua Makhluk dengan Cinta Kasih
“Bagaimana rasanya melihat hewan-hewan itu?” tanya guru. “Takut, karena sebentar lagi mereka akan dibunuh,” kata Huang Mei-jia, siswi TK Tzu Chi Malaysia dalam sebuah acara vegetarian di sekolah. Sementara seorang siswi lain, Ke Qing-xuan berkata, “Teman-teman saya menjadi hewan kecil. Saya harus mengasihi hewan, tidak mau makan daging hewan.” Di atas panggung, bersama-sama mereka berkata, “Saya adalah jagoan pecinta sayur dan buah. Saya mau banyak makan sayuran dan buah-buahan. Bervegetaris untuk menolong bumi.”
Lihatlah anak-anak kecil itu. Kita mendidik mereka dengan sungguh-sungguh, membangkitkan kebijaksanaan murni mereka agar mereka sehat lahir dan batin, berbakti kepada orang tua, mengasihi teman-teman, dan berempati terhadap hewan. Jika bisa terus mendidik anak-anak seperti ini, maka bayangkan, bukankah anak-anak ini akan membawa harapan bagi dunia? Sebaliknya, masyarakat masa kini penuh ketamakan, kegelapan batin, dan takhayul. Semua ini adalah noda batin.
Begitu ketamakan muncul, hakikat sejati mereka pun tertutup. Mereka selalu mengejar materi di luar diri. Saat yang mereka inginkan terpenuhi satu, mereka akan merasa kurang sembilan. Beginilah sifat manusia, selamanya tidak pernah puas. Karena itu, manusia mulai menyimpang, tersesat, gelap batin, dan percaya takhayul. Demi memohon kekayaan dan keselamatan, manusia menyembelih hewan sebagai persembahan dalam persembahyangan. Bagaimana mungkin pembunuhan membawa keselamatan? Bayangkan, banyak babi yang dikorbankan. Saat akan dibunuh, babi-babi itu pasti dipenuhi dendam dan kebencian. Rasa dendam, benci, dan pikiran buruk itu timbul saat manusia akan membunuhnya. Ini akan membuat hewan mengeluarkan zat beracun di dalam tubuh mereka. Dengan kekejaman seperti itu, mungkinkah manusia selamat? Mungkinkah manusia hidup damai?
Lihatlah, dunia ini sungguh tidak damai. Kekacauan masih terus terjadi. Kita juga melihat sebuah pertambangan di Heilongjiang, tiba-tiba tergenang air dari dalam tanah. Ada puluhan orang pekerja yang terjebak di dalamnya. Bukankah ini berawal dari nafsu keinginan manusia? Manusia terus mengeksploitasi alam tanpa batas. Bukankah ini akibat nafsu keinginan?
Belakangan ini setiap hari kita terus berdoa bagi Kaohsiung. Ledakan yang terjadi di Kaohsiung kali ini telah berlalu setengah bulan, tepatnya 15 hari. Dalam setengah bulan ini, insan Tzu Chi di seluruh Kaohsiung terus bergerak memberi bantuan tanpa berhenti sehari pun. Mereka terus bersumbangsih, baik mengunjungi rumah-rumah warga maupun mempersiapkan makanan hangat. Semua ini sudah dijalankan selama setengah bulan. Semua orang terus bertahan menghadapi kelelahan dan sakit fisik. Mereka terus bertahan.
“Tentu bisa lelah, bukan tidak lelah. Saya berjalan kaki hingga telapak kaki saya kapalan, tetapi saya akan terus bersumbangsih hingga selesai, tidak akan berhenti di tengah jalan,” demikian kata seorang relawan. Kita juga melihat para anggota TIMA terus berada di Aula Jing Si Kaohsiung untuk memberi pelayanan kesehatan bagi para relawan. Xiao Li-mei, seorang dokter TIMA mengungkapkan, “Mereka (para relawan) mengesampingkan rasa sakit mereka sendiri. Mereka tidak berpikir untuk pergi berobat. Mereka menahan sakit selama berhari-hari. Seperti mereka ini, juga telah lama menahan sakit. Mereka hanya membiarkannya. Begitulah mereka bersumbangsih tanpa pamrih.”
Para anggota TIMA juga menemukan banyak relawan yang terlalu banyak berjalan sehingga mengalami kapalan di kakinya. Namun, ketika saya bertanya pada mereka, mereka menjawab, "Tidak sakit. Kami tidak lelah, kami sangat gembira." Mereka begitu sepenuh hati untuk membantu para warga di Kaohsiung agar segera pulih dari kondisi bencana dan membawa penghiburan bagi warga yang mengalami trauma. Untuk itu, mereka rela menahan rasa lelah, pegal, dan sakit. Mereka masih terus melakukan kunjungan kasih.
“Di tengah hujan, semua orang tetap berjalan dengan membawa payung dan mengenakan jas hujan. Kami membawa doa master saat mengunjungi rumah demi rumah,” kata Zhang Su-zhen, seorang relawan yang ikut melakukan kunjungan kasih. Relawan Guo Shu-sheng juga membacakan surat dari saya untuk para korban, “Semoga dunia ini bebas dari bencana. Ini adalah doa Master.” Para keluarga yang menerima kunjungan, tersentuh dan berkata, “Kami semua selamat. Terima kasih kepada kalian. Terima kasih. Kalian sangat memperhatikan kami. Terima kasih.”
Insan Tzu Chi bersumbangsih tanpa henti selama 15 hari. Semua orang sangat lelah. Selain insan Tzu Chi dari Kaohsiung, insan Tzu Chi dari daerah lain juga turut membantu secara bergiliran. Namun, kabar baik yang saya dengar adalah kegiatan survei akan selesai hari ini. Akan tetapi, yang harus dilakukan selanjutnya adalah pendampingan dan bantuan jangka panjang. Untuk itu, kita mungkin masih harus melakukan survei lanjutan. Selain itu, masih banyak warga yang tinggal di lokasi ledakan terparah. Kita mungkin harus lebih bersungguh hati untuk memahami kebutuhan mereka. Kunjungan dan survei masih harus dilakukan. Para relawan dari daerah lain juga sangat antusias untuk pergi membantu ke Kaohsiung.
Semoga yang kita jalankan di Kaohsiung kali ini dapat selesai dengan baik. Pembangunan kembali juga akan dilakukan. Pembangunan kembali ini adalah sebuah proyek yang besar bagi Kaohsiung. Insan Tzu Chi masih akan melakukan survei lanjutan sebelum memutuskan rencana penyaluran bantuan. Inilah yang harus kita jalankan selanjutnya.
Pembunuhan makhluk hidup tidak akan membawa kedamaian
Melindungi semua makhluk dengan cinta kasih demi melenyapkan bencana
Survei lanjutan dijalankan di daerah yang terkena dampak ledakan gas
Merencanakan proyek pemulihan dengan saksama
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 17 Agustus 2014