Memahami Empat Kebenaran Mulia dan Giat Mempraktikkan Jalan Kebenaran
Ketidakdamaian dan penderitaan yang disebabkan oleh bencana akibat ulah manusia sungguh banyak. Setiap hari, kita bisa melihat para pengungsi yang tinggal di tenda yang begitu sederhana. Bagaimana tenda seperti itu dapat menahan kondisi iklim yang begitu ekstrem? Melihat kondisi mereka, saya sungguh merasa tidak sampai hati. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi? Saya sering bertanya mengapa. Bukankah setiap orang di dunia ini bagaikan satu keluarga? Setiap orang memiliki kehidupan masing-masing. Mengapa antarsesama manusia harus saling menyerang dan saling melukai? Saya sungguh tidak mengerti.
Hanya ajaran Buddha yang dapat menjelaskan ini semua. Ini karena karma buruk kolektif makhluk hidup yang terus terakumulasi dari kehidupan ke kehidupan. Buah karmalah yang mengondisikan mereka terlahir di negara yang penuh konflik. Penderitaan mereka sungguh tak terkira. Karena itu, ajaran pertama yang Buddha babarkan adalah tentang penderitaan, sebab penderitaan, akhir penderitaan, dan jalan mengakhiri penderitaan.
Buddha mengajarkan kepada kita bahwa untuk mengakhiri penderitaan, satu-satunya cara adalah kita harus melatih diri. Kita harus melakukan tindakan nyata, bukan hanya mengucapkannya saja. Kita harus benar-benar bersumbangsih. Jika tidak, maka kita hanya mempelajari teori dalam ajaran Buddha. Jika kita hanya mempelajari kebenaran tanpa mempraktikkannya dalam kehidupan kita, maka ajaran yang kita pelajari juga tidak ada gunanya. Jadi, kita harus melakukan praktik nyata.
Kita bisa melihat di Fujian. RS Fuding di Fujian mengadakan baksos kesehatan dengan mengarungi lautan ke sebuah pulau terpencil. Berhubung harus naik kapal ke sana, sebagian orang mengalami mabuk laut. Meski demikian, begitu tiba di daratan, mereka segera bergabung dalam baksos kesehatan. Kepala RS Li memimpin para staf medis dengan didampingi oleh wakil sekretaris. Mereka pergi ke sebuah desa yang tidak ada sarana pengobatan. Saat ada warga yang menderita penyakit, siapa yang merawat mereka? Karena itu, kita membutuhkan para dokter dan Bodhisatwa dunia yang tidak tega melihat penderitaan semua makhluk.
Setelah menginjak wilayah itu, mereka berusaha untuk mengobati penyakit dan merawat warga setempat. Ini karena mereka memahami ajaran Buddha dan ingin mempraktikkannya dalam keseharian. Mereka mengembangkan potensi dan keterampilan mereka untuk melenyapkan penderitaan semua makhluk. Kekuatan cinta kasih mereka diwujudkan lewat tindakan nyata. Mereka sungguh telah menyatukan Dharma dengan hati mereka dan bersumbangsih lewat tindakan nyata. Saya sungguh merasa sangat tersentuh.
Insan Tzu Chi Indonesia juga selalu bersumbangsih dengan penuh cinta kasih. Di mana pun ada warga kurang mampu yang membutuhkan bantuan, mereka akan mengadakan kunjungan kasih ke sana. Ada juga seorang anak perempuan berusia 13 tahun yang menerima bantuan dari kita. Dia sangat mengasihi diri sendiri dan memiliki tekad yang teguh. Setiap pagi, dia berkeliling untuk berjualan. Begitu kembali dari berjualan, dia langsung bersiap siap untuk pergi ke sekolah. Setiap hari, dia pasti akan menyisihkan satu koin ke dalam celengan bambu. Dia juga berharap dapat membantu orang lain. Kita harus menyebarkan ajaran yang baik ini kepada setiap orang agar mereka dapat memahami dan mempraktikkannya. Kita jangan hanya mengetahui ajaran baik, tetapi juga harus mempraktikkannya secara nyata.
Akhir-akhir ini, waktu pelantikan sudah semakin dekat. Insan Tzu Chi di berbagai Negara tengah mengikuti pelatihan. Di Afrika, untuk bersama-sama mengikuti pelatihan, sebagian relawan harus menempuh perjalanan sejauh ratusan kilometer hingga ribuan kilometer. Baik warga Tionghoa, pengusaha Tionghoa, maupun warga setempat, semuanya berusaha keras untuk mengikuti pelatihan. Namun, berhubung mereka tidak memiliki ruang yang luas, maka mereka terpaksa mendirikan tenda di atas lapangan rumput.
Sekarang adalah musim panas di Afrika Selatan. Perbedaan suhu udara pada siang hari dan malam hari sangat besar. Pada siang hari, suhu di dalam tenda mencapai 30 hingga 40 derajat. Pada malam hari, mereka bahkan harus menggunakan selimut. Udara pada malam hari sangat dingin. Meski tempat pelatihan mereka sangat sederhana, tetapi mereka tetap berkumpul bersama untuk mengikuti pelatihan selama tiga hari di dalam tenda seperti itu. Sesungguhnya, bagian atas kain tenda sudah ada lubang. Saat cuaca tiba-tiba berubah menjadi mendung, mereka segera melakukan persiapan karena tahu bahwa akan ada angin dan hujan. Mereka segera memperkuat ikatan tali tenda dan menggunakan batu bata untuk menekan bagian bawah tenda. Namun, apakah semua itu berguna? Tidak berguna. Saat angin bertiup sedikit kencang, kain tenda sudah terlepas dari batu bata. Selain itu, saat turun hujan deras, air hujan mengalir masuk ke dalam tenda lewat atap tenda yang bocor.
Meski demikian, insan Tzu Chi tetap menjalankan kelas pelatihan mereka. Para relawan tim konsumsi yang menyediakan makanan di dapur bahkan tidak menyadari bahwa air hujan telah membasahi seluruh tubuh mereka. Mereka tidak menyadarinya. Inilah kekuatan cinta kasih. Singkat kata, dalam kondisi yang serba kekurangan, mereka tetap berusaha untuk mendalami Dharma. Para relawan senior terus menyelami dan menyerap ajaran Jing Si ke dalam hati. Saat mengadakan pelatihan untuk relawan lokal dan pengusaha Taiwan, mereka tetap mempertahankan tata krama Tzu Chi.
Para relawan senior yang telah mengikuti pelatihan juga berbagi pengalaman dengan relawan baru. Ajaran Jing Si terus diwariskan dari generasi ke generasi. Saya sangat tersentuh melihatnya. Ada juga relawan dari Mozambik dan Lesotho yang melakukan perjalanan lintas Negara untuk mengikuti pelatihan ini. Kita bisa melihat dan merasakan bahwa di negara miskin seperti Afrika, ada sekelompok Bodhisattva dunia yang tidak takut bekerja keras. Mereka mengatasi berbagai kesulitan demi mencapai misi Tzu Chi. Lihatlah betapa tulusnya mereka dalam mempelajari Dharma. Saya sangat tersentuh melihatnya.
Memahami Empat Kebenaran Mulia dan giat mempraktikkan Jalan Kebenaran
Tim medis RS Fuding mengadakan baksos untuk meringankan penderitaan pasien
Melihat seorang anak yang mengasihi diri sendiri dan memiliki keteguhan tekad untuk bersekolah
Bersatu hati untuk melatih diri dalam kondisi serba kekurangan
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 29 November 2014